chapter 6

1033 Words
Fabian merasa sudah tidak akan ada lagi yang membicarakan soal anak padanya dan Lauren. Karena dia sudah berjanji akan pergi dari London, jika masih ada yang membicarakan itu. Tapi Naora seakan memohon untuk Fabian dan Lauren untuk tidak pergi dan dia berjanji tidak akan pernah lagi membicarakan soal anak pada mereka. Lauren sedikit merasa lega dan kembali nyaman di tengah keluarga Fabian. Malam ini dia berencana untuk membuat makanan dengan dibantu oleh chef keluarga. Dia membuat olahan udang, makanan pembuka dengan salad dan penutupnya ada pudding yang akan ia bikin bersama dengan chef. Jujur saja Lauren tidak terlalu bisa membuat hidangan ala hotel. Dia bisa masak rumahan biasa, tapi tidak bisa menghiasnya dengan baik. Jadi dia meminta chef mengajarinya. Dan semua makanan yang terlihat biasa berubah menjadi sangat menarik karena bantuan dari chef. Lauren pun berniat untuk memanggil suaminya untuk makan bersama, tapi dia pun terhenti karena gelangnya tiba-tiba saja terjatuh. Setelah mengambil dan memakainya kembali, dia berniat untuk pergi, tapi langkahnya kembali terhenti. Dia mendengar Naora menangis dia pun berhenti dan kembali mendengarkan pembicaraan mereka. Lauren tidak tahu ada apa, tapi dia merasa ada sesuatu yang terjadi padanya. Dan dengan tubuh tegapnya Gail tetap memeluk istrinya dengan cinta yang seakan tidak pernah surut darinya. “Aku akan memaksa Fabian untuk melakukannya. Aku yakin dia akan mau melakukannya,” ucap Gail. Naora pun menggelengkan kepalanya dan berusaha menghentikan air matanya. Dia menatap Gail dan seakan memohon padanya. “Jangan. Aku mohon jangan, Gail. Lauren sudah cukup menderita. Fabian hanya ingin membahagiakannya. Dia tidak akan pernah mau menyakiti Lauren,” balas Naora. Gail masih memeluknya dan menenangkannya. Tangannya menepuk punggung yang terlihat rapuh itu dan mencari cara agar ia berhenti untuk menangis. Karena bagi Gail melihat tangisannya adalah penderitaannya. “Aku hanya ingin melihat mereka bahagia. Aku merasa sedih karena mereka tidak bisa memiliki anak. Dan itu terlihat dengan sangat jelas di mata Lauren. Disaat aku mendapatkan vonis tidak akan memiliki anak lagi, itu saja sudah menyakitkan untukku. Padahal aku sudah memiliki dua putra.” “Aku ingin melihat mereka bahagia, Gail. Sebelum Tuhan menjemputku,” ucap Naora membuat Gail memeluknya dengan erat. Lauren merasa napasnya terasa sesak. Apa maksud dari perkataan Naora. Dia baru pertama kali mendapatkan kasih sayang seorang ibu setelah beberapa tahun dia kehilangan kasih sayang itu. Dan sekarang, apa Tuhan akan kembali mengambil sosok ibu darinya? Lauren pun menggelengkan kepalanya dan kembali berjalan ke kamarnya. ***** Seluruh keluarga terlihat menikmati makanan yang Lauren buat. Bahkan Naora sangat memujinya. Dan Lauren pun mengatakan kalau ia dibantu oleh chef. Semua terlihat menikmati makan siang tanpa perkataan apa pun. Dan setelah makan siang, Fabian harus pergi karena ia harus menemui kliennya yang kebetulan sedang ada di londong. Lauren pun mengantar suaminya itu keluar dan saat Fabian hendak masuk ke dalam mobil. Lauren menahan tangannya membuat pria itu menatapnya. Lauren mencoba menahan sesak di dadanya. Pria itu dengan sabar menunggu istrinya itu mengatakan sesuatu. Namun, ia masih juga terdiam. Dengan perlahan tangan Fabian membelai rambut Lauren dengan sangat lembut. Seakan menenangkan pikirannya. “Ada apa?” tanya Fabian. Lauren mencoba untuk tersenyum dan memeluk kekasihnya itu dengan sangat erat. “Sayang, kita sudah mencobanya berulang kali dan belum ada tanda-tanda aku akan hamil,” ucap Lauren. Wanita itu mencoba menatap Fabian, tapi ia kembali tertunduk karena takut dengan tatapannya yang sangat mengerikan. "Aku mohon fab, lakukan yang dad inginkan..." ucap Lauren. Fabian menarik napasnya dengan sangat keras. Dia menangkup wajah istrinya dan membuat Lauren menatapnya. “Tatap aku dan katakan apa yang kamu inginkan?” tanya Fabian dengan nada dingin. “Aku ingin... kamu... tidur dengan Melanie,” ucapnya. Lauren menatap Fabian cukup lama. Sampai akhirnya Fabian melepaskan tangannya dari wajah Lauren dan meninggalkannya tanpa berkata apa pun. Lauren menarik napas dan menghelanya. Menatap Fabian saat sedang marah, seperti menghadapi pembunuh berdarah dingin. Perlahan Lauren pun menunduk dan meyakinkan dirinya kalau ini adalah yang terbaik. Fabian pergi tanpa berkata apa pun dan Lauren pun masih tertunduk. Dia tidak menangis atau pun berteriak. Dia mencoba meyakinkan semua ini adalah yang terbaik. Dia mencoba untuk memberi keberanian pada dirinya sendiri. Dan menekankan kalau semua yang ia lakukan saat ini adalah untuk kebahagiaan semuanya. Dirinya, Fabian, dan kedua mertuanya pun akan bahagia. Tapi dalam hatinya seakan terselip satu pertanyaan,” apakah benar kamu ikut bahagia?” Lauren menarik napasnya dan menghelanya. Dia bahagia. Fabian sudah cukup membuatnya bahagia. Karena dirinya pun tidak tahu kapan dia akan mengandung. Bahkan dokter yang berusaha untuk meyakinkannya terlihat tidak yakin. Dokter hanya mengatakan kalau kemungkinannya untuk hamil sangatlah kecil. Memberi setitik harapan, walau kenyataannya harapan itu telah hilang. ***** Malam ini adalah malam natal. Dan keluarga Aiden membuat pesta kecil untuk keluarga dan membagikan hadiah untuk beberapa pelayan yang menurut Melanie cukup giat. Melanie pun memberikan sedikit hadiah untuk Naora, orang yang paling berjasa untuknya. Lauren pun memberikan beberapa hadiah untuk keluarga Aiden dan juga untuk Fabian. Sementara Fabian terlihat tidak senang dengan apa pun yang Lauren lakukan. Suaminya itu tidak berkata apa pun padanya Lauren memperhatikan Fabian yang terlalu banyak minum. Lauren pun hanya menghela napas dan membiarkan apa pun yang Fabian lakukan. Walau dia akan marah padanya, setidaknya mereka akan memiliki anak dan semua akan membaik. Suaminya pasti akan berterima kasih padanya suatu hari nanti. Dan Naora pun akan bahagia dengan cucunya. Saat jam sudah menunjukkan pukul dua malam dan Fabian sudah mabuk. Dia membawa Fabian ke kamar di dekat lantai bawah. Dia melepaskan seluruh pakaiannya dan meninggalkan suaminya itu sendiri di dalam kamar. Melanie berdiri di depan kamar dengan sangat ragu. Dia menatap Laruen yang terlihat menunggu pilihannya. Terlihat keraguan di mata Melanie, ia ingin menolak kegilaan yang dibuat Lauren. Namun, mata wanita itu seakan berharap padanya. Keinginannya akan tercapai hanya dengan menggunakan wanita dihadapannya. Dia tahu ini sangat jahat, ia tahu wanita di hadapannya mencintai Sam, tapi ia juga mencintai Fabian. Melakukan ini adalah hal yang paling menyakitkan untuk mereka. "Aku mohon." Ucap Lauren dengan penuh harapan, dengan penuh keterpaksaan Melanie mengambil cangkir di tangan Lauren. Ia melangkah ke kamar di lantai atas. Suasana halaman belakang yang masih penuh, akan membuat Fabian susah tidur. Ia sengaja membawanya ke kamar atas. Namun ia sangat bersyukur karena kamar paviliun tidak tersentuh oleh mereka. Setidaknya rasa sakitnya sedikit terobati. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD