Chapter pertama : Aku sangat membencinya

1011 Words
Gedung olahraga hari ini terlihat kosong. Para murid yang biasanya menghabiskan waktu di sini sedang mengikuti lomba antar sekolah. Aku duduk di kursi penonton paling depan. Sebuah kotak hadiah aku pegang dengan erat. Untuk beberapa saat kemudian aku kemudian berdiri. Sebelum Akira datang. Aku mencoba untuk berlatih. "Kita sudah berteman sejak kecil. Maukah kamu menjadi kekasihku?" Kalimat ini seperti sebuah ancaman. Aku menggelengkan kepala. Bukan seperti itu mengutarakan perasaan kita kepada seseorang. Aku lalu berusaha untuk tenang. Menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. "Terima kasih sudah mau berteman denganku. Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu. Aku jatuh cinta kepadamu saat pertama kali kita bertemu. Maukah kamu menjadi kekasihku?" Tubuhku terasa lemas. Ternyata tidak mudah untuk mengungkapkan perasaan kepada orang yang kita cintai. Padahal selama kita bersama. Aku selalu bisa dengan mudah berbicara dengannya. Terdengar suara langkah kaki. Wajah yang tenang berubah menjadi gugup. Seorang pria masuk ke gedung olahraga. Dia lalu menutup pintu. Aku menundukkan kepala karena malu. Jantungku berdetak dengan sangat cepat. Suara langkah kaki itu berhenti tepat di depanku. Semakin dia mendekat. Perasaan ini menjadi tidak menentu. "Terima kasih sudah mau berteman denganku. Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu. Aku jatuh cinta kepadamu saat pertama kali kita bertemu. Maukah kamu menjadi kekasihku?" Aku mengulurkan ke dua tangan dan memberikan hadiah kepadanya. Akira yang merupakan teman kecilku tidak menjawab pernyataan cintaku. Aku kemudian mengangkat kepalaku perlahan. Seseorang yang ada di depanku ternyata bukan Akira. Pria itu adalah teman satu kelas denganku. Aku seketika terkejut. Tubuhku kemudian kehilangan keseimbangan. Pria itu ingin menarik tanganku tetapi usaha itu tidak berhasil. Akhirnya aku dan dia jatuh ke lantai. Pria itu berada di atas tubuhku. Akira masuk ke dalam gedung olahraga. Membuka pintu ruangan. Dia melihat aku bersama dengan pria itu membuatnya marah. Akira lalu berjalan meninggalkan gedung. "Minggir!" Aku mendorong tubuh pria itu lalu berlari mengejar Akira. Sosok Akira sudah tidak kelihatan. Louis keluar dari gedung. Aku kemudian menghampirinya. "Kenapa kamu tidak membantuku menjelaskan hal ini kepada Akira?" Louis menatapku dengan dingin. "Apakah ini caramu berterima kasih?" "Aku tidak memintamu untuk menolongku." "Sungguh pria bodoh yang mau menerima perasaan gadis sepertimu." "Apa yang kamu bilang?" Louis berjalan meninggalkanku. Dia dengan sengaja mengenakan bahunya ke bahuku sebelum pergi. Aku menggigit bibir bawah. Pria itu membuatku marah. Sekarang Louis menjadi salah paham kepadaku. Siapapun orang yang melihat kejadian ini pasti beranggapan kalau aku telah menjalani hubungan dengan Louis. Dia telah menghancurkan semua rencana ku. Aku sangat membencinya. Jam pelajaran di mulai. Aku yang duduk di belakang menatap punggung Akira. Masalah ini harus cepat aku selesaikan. Aku lalu merobek kertas dan melipatnya. Kertas itu aku lempar ke arah Akira. Dia masih tetap diam dan tidak menjawabnya. Aku kemudian melepaskan kertas kembali. Tetapi sepertinya ibu guru sedang memperhatikanku. "Sena. Coba kamu jawab pertanyaan nomer dua ini!" Ibu guru memanggilku. Aku bingung karena tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Karena memikirkan Akira membuatku tidak memperhatikan pelajaran. "Tubuh Sena sekarang sedang tidak sehat. Izinkan saya yang menjawab pertanyaan ini." Aku merasa senang karena Akira masih bersikap baik kepadaku. "Baiklah jika kamu ingin mengerjakan pertanyaan ini." Akira berjalan maju ke depan. Dia dengan mudah menjawab pertanyaan. Di sekolah ini ada dua siswa pria yang populer. Satu diantaranya adalah Akira. Teman masa kecilku. Dia selalu mendapat peringkat pertama. Akira terkenal dengan kepandaian dan sikap ramahnya. Sedangkan satu siswa lain bernama Louis. Siswa yang bersamaku saat berada di gedung olahraga. Semua siswa wanita menyebutnya raja es. Sikap dan wajahnya yang selalu datar. Akira dan Louis merupakan rival. Mereka berdua selalu mendapatkan peringkat pertama. Walaupun mereka juga memiliki kepandaian yang berbeda. Akira sangat pandai dalam memainkan gitar. Louis suka bermain basket. Banyak siswa wanita yang jatuh cinta kepada mereka. Tiap hari locker Akira selalu penuh dengan surat cinta. Di bawah meja terdapat coklat. Bahkan saat jam istirahat banyak siswa wanita yang satu kelas maupun kakak senior memberikan bunga dan menyatakan cinta kepadanya. Walaupun kami berdua selalu bersama sampai sekarang aku belum tahu siapa wanita yang di cintainya dan kenapa dia tidak pernah memiliki pacar. "Akira, Bagaimana kalau kita pulang sekolah bersama?" "Baiklah." Aku tersenyum kepadanya. Akira berdiri dengan membawa tas sekolah. Louis merapikan buku pelajaran kemudian menatap aku dan Akira. "Sejak kapan kamu dekat dengannya?" Akira bertanya kepadaku. Kami berjalan kaki menuju ke rumah. "Aku hanya kebetulan bertemu dengannya." "Hanya kebetulan?" "Saat menunggumu. Aku bertemu dengannya. Tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Louis ingin menolongku tetapi terlambat. Kami lalu jatuh bersama. Percayalah kepada teman masa kecilmu. Ini semua karena kecelakaan." "Kamu bahkan memanggilnya dengan nama depan. Jauhi pria itu. Dia bukan pria yang baik." "Aku berjanji tidak akan dekat dengannya." Kami berdua saling tersenyum. Louis masih berada di dalam kelas. Dia berdiri di depan kaca. Teman yang duduk di sampingnya mendekati Louis. Dia ingin mengetahui siapa orang yang sedang di lihatnya. "Mereka berdua pasangan yang manis. Menurut gosip yang terdengar. Ke dua orang tua mereka berteman dan mereka sudah bersama sejak kecil." "Jadi dia mencintai teman masa kecilnya." Louis berbicara dengan suara yang pelan. "Apa tadi yang kamu bilang?" Steven bertanya kepada Louis. "Tidak apa-apa. Ayo kita pulang." Louis lalu melangkahkan kakinya meninggalkan kelas. Steven mengikutinya dari belakang. "Bagaimana kalau nanti malam kita bermain game?" "Malam ini aku sibuk." "Ayolah kita masih sekolah. Tidak mungkin kamu tidak ada waktu untuk bermain." "Setelah pulang sekolah aku harus bekerja." "Sejak kapan kamu bekerja?" "Satu bulan yang lalu. Orang tuaku bukan berasal dari keluarga yang kaya. Ayahku bekerja sebagai satpam sedangkan ibuku bekerja menjadi asisten rumah tangga. Aku masuk ke sekolah ini juga karena mendapatkan biaya prestasi. Adikku tahun depan juga akan masuk sekolah. Karena itu aku harus bekerja untuk membiayai kebutuhan sekolah." "Kamu memang anak yang baik. Baiklah kalau begitu kita bisa bermain game di saat hari libur." Louis dan Steven berjalan pulang menuju ke rumah masing-masing. Setiba di rumah. Louis mandi lalu berangkat bekerja. "Kamu tidak perlu bekerja. Ayah dan ibu yang akan membiayai kebutuhan sekolahmu." "Tidak apa-apa bu. Lagipula di rumah aku juga tidak ada hal yang ingin di kerjakan." "Bekerja setelah pulang sekolah itu sangat melelahkan. Bagaimana dengan tugasmu di sekolah?" "Ibu tidak perlu khawatir. Aku juga membawa buku pelajaran. Di saat ada waktu aku bisa belajar."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD