Chapter kedua : Kapten Team

1058 Words
Di pagi hari aku akan berangkat ke Sekolah. Ketika dia membuka pintu rumah. Akira sudah berdiri di depan gerbang rumah. "Selamat pagi Sena." Aku tersenyum kepada Akira. Seperti biasa kami berangkat ke sekolah bersama-sama. "Apakah kamu sudah mengerjakan tugas sekolah?" Tanya Akira kepadaku. "Aku sudah mengerjakannya walaupun pertanyaannya agak sulit." "Kalau kamu kesulitan mengerjakan tugas. Aku bisa membantumu." Sejak dulu selalu Akira yang mengerjakan tugasku. Aku tidak ingin selalu merepotkan Akira. Karena itu aku harus berusaha sendiri. "Mulai sekarang kamu tidak perlu membantuku. Aku masih bisa mengerjakannya." "Baiklah kalau begitu." Akira menganggukkan kepala. Aku merasakan jika perkataanku tadi sudah menyakiti perasaannya. Maafkan aku, Akira. Kami berdua sudah tiba di depan kelas. Tanpa sengaja aku melihat Louis. Melihat wajahnya membuatku kesal dan marah. "Sena." Akira memanggil namaku. Aku lalu mengalihkan pandangan menatap Akira yang berdiri di sampingku. "Ayo kita masuk!" Akira mengatakannya dan tersenyum. Dia terlihat sangat manis membuat jantungku berdetak dengan kencang. Wajahku seketika memerah. Aku masuk ke dalam kelas. Akira duduk di tempatnya. Setelah dia duduk ekspresi wajahnya berubah menjadi gelap. Akira mengetahui jika teman masa kecilnya sedang menatap Louis. Dia tidak senang jika Sena memperhatikan rivalnya. Dua orang pria datang ke kelas. Siswa pria itu berjalan mendekati Louis. "Kita mendapatkan rekan baru, ketua?" "Bagus, kita kesana sekarang." Louis meninggalkan kelas bersama dengan dua siswa pria itu. Aku mendengar pembicaraan mereka. Dua siswa pria tadi memanggil Louis dengan panggilan ketua. "Tidak ada Louis kelas menjadi membosankan. Lebih baik aku keluar main game." Steven kemudian berdiri lalu berjalan keluar. Jam pelajaran di mulai. Aku mendengarkan pelajaran dengan baik. "Akhirnya selesai juga." Para siswa merasa senang karena bel istirahat berbunyi. Akira berjalan mendekatiku. "Mau pergi ke kantin?" Akira menawarkan ku pergi ke kantin. "Aku masih belum selesai mencatatnya." "Kamu bisa menyelesaikannya terlebih dahulu. Aku akan menunggumu di kantin." Akira melambaikan tangannya dan pergi. Setelah Akira pergi. Aku kemudian melihat ke arah meja Louis. Sebenarnya aku sudah menyelesaikan catatannya. Dia berbohong kepada Akira karena ingin melakukan sesuatu. Sena memiliki sebuah rencana. Setelah beberapa saat. Kelas terlihat sunyi. Tidak ada siapapun di sana kecuali diriku. Perlahan aku melangkahkan kaki menuju ke meja milik Louis. Tas Louis masih berada di atas meja. Aku mengambil tas Louis kemudian pergi meninggalkan kelas. Ada sebuah tong sampah. Sena melihat sekeliling tempat. Setelah tahu tidak ada orang di sekitarnya. Aku kemudian membuang tas milik Louis ke dalam tong sampah lalu pergi. "Kita teruskan latihannya besok." Louis memberikan perintah kepada anggota team basket. Sebentar lagi akan di adakan pertandingan. Louis terpilih menjadi ketua team walaupun dia masih beradaptasi di kelas 1. Kepemimpinan yang baik serta sikapnya yang tenang sangat di sukai oleh pelatih. "Bagus Louis. Dengan adanya kamu berada di sini. Kita pasti akan bisa memenangkan pertandingan." "Terima kasih atas kepercayaan pelatih." "Sekarang kalian boleh pulang." Semua anggota meninggalkan gedung olahraga. "Aku ingin berterima kasih kepadamu karena kemarin kamu sudah membantuku membawa bola basket ke gedung olahraga." "Waktu itu aku melihatmu yang sedang kesulitan membawa bola basket. Karena itu aku membantumu." Louis kemudian teringat saat dia datang ke gedung olahraga dengan membawa bola basket. Pertemuan dengan Sena yang tidak di sengaja. Louis ingin meminta maaf kepada Sena karena sudah mengatakan hal yang berlebihan. Dia tahu Sena pasti marah kepadanya. "Bagaimana kalau kita pulang bersama?" Tanya salah satu siswa. Dia juga siswa kelas 1 seperti Louis. "Aku ingin mengambil tasku di kelas." "Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu." Siswa itu berlari keluar. Louis lalu berjalan menuju ke kelasnya. Dia ingin mengambil tasnya yang masih berada di atas meja. Setiba di mejanya. Louis melihat tas itu tidak ada. Padahal Louis masih ingat jika tas itu masih berada di atas meja. Louis kemudian mencari di semua ruangan kelasnya. Dia memperhatikan satu persatu laci meja, di bawah meja, maupun di setiap sudut. "Siapa yang berani melakukannya?" Louis mengingat kembali kejadian beberapa hari yang lalu. "Mungkinkah!" Dengan segera Louis berlari keluar. Dia membayangkan dirinya sebagai pelaku. Jika aku menjadi dia aku pasti akan membuang tas ini ke tempat.... Tidak lama kemudian Louis menemukan kembali tasnya. Sesuai dengan dugaan. Tas itu berada di dalam tong sampah. Louis lalu mengambil tasnya. Karena telah berada di dalam tong sampah. Tas terlihat kotor dan bau. "Aku tidak akan memaafkannya." Kebencian terlihat jelas di ke dua mata Louis. Dia tahu siapa orang yang berani membuang tasnya. Ke esokkan harinya. Aku berangkat ke sekolah sendiri. Akira tidak masuk sekolah karena badannya sedang demam. "Aku harus memiliki teman." Aku menatap awan di langit. Selama ini dia selalu bersama dengan Akira. Aku tidak pernah memikirkan jika dia membutuhkan seorang teman seorang wanita. Dulu dia beranggapan jika memiliki Akira sebagai temannya itu sudah cukup baginya. Sekarang aku merasa kesepian tidak ada kehadiran Akira di sekolah. Aku masuk ke dalam kelas. Dia terlihat tidak bersemangat. Para siswa yang berada di kelasnya tidak melihat kedatangan Akira. Setiap hari Akira dan Sena selalu bersama. Bahkan semua temannya mengatakan jika Akira dan aku seperti sepasang kekasih. "Ikut aku sebentar!" Louis menarik tanganku dan membawa pergi. Semua siswa yang berada di ruangan kelas merasa bingung. Sejak kapan Louis dan Sena dekat? "Lepaskan aku!" Aku berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggaman Louis. Tetapi genggaman itu terlalu kuat. Sampai di atap sekolah Louis baru melepaskan genggamannya. "Apa kamu sudah gila? Aku akan melaporkan hal ini kepada kepala sekolah." "Kamu sedang mengancam ku?" "Itu karena kamu sudah berbuat kasar kepadaku." Louis berjalan mendekati Sena. Ekspresi wajah Louis terlihat menyeramkan. Aku melangkahkan kaki mundur ke belakang. Louis kembali berjalan. Aku ingin mundur menjauh tetapi tidak bisa. Sekarang aku berada di antara Louis dan dinding. "Silahkan saja jika kamu ingin melaporkanku kepada kepala sekolah. Tetapi sebelum itu aku akan berbuat perhitungan kepadamu." "Seorang pria sejati tidak akan melakukan tindakan kekerasan kepada wanita." "Aku tidak perduli dengan itu. Kamu sudah berani membuang tasku. Aku hanya ingin membalas perbuatan yang telah kamu lakukan." Jadi Louis mengetahui jika aku yang telah melakukannya. Bagaimana ini? Aku harus melakukan sesuatu. "Maafkan aku!" "Kalau minta maaf saja sudah cukup. Tidak akan ada namanya hukuman." Aku menundukkan kepala. "Aku tidak bermaksud untuk membuangnya." "Jadi akhirnya kamu mengakui perbuatan mu." Louis membalikan badannya. "Jika kamu ingin menebus kesalahan. Mulai selama satu minggu ini kamu harus bersedia menjadi asistenku." Setelah Louis mengatakan persyaratan. Sena tidak menjawab perkataan Louis. "Kalau kamu tetap diam. Aku akan menganggap jika kamu setuju dengan persyaratan yang aku berikan." Louis kemudian membalikkan badannya kembali. Tetapi sosok Sena sudah tidak ada. "Ternyata kamu berani kabur dariku. Menarik!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD