MASA LALU HANA

637 Words
Hana dan Vin duduk berdampingan di kamar mereka—kamar luas dengan tirai putih yang berayun pelan tertiup angin AC, cahaya pagi yang lembut menembus jendela besar. Di antara senyum dan candaan kecil, ada tawa yang mengisi ruang itu… tawa hangat yang tak pernah terdengar di tempat lain dalam rumah itu. “Kau ingin pergi ke taman?” tanya Vin sambil mengelus rambut Hana. Hana tersenyum, tetapi senyumnya mengandung getir yang samar. “Tidak… aku memalukan jika pergi ke sana bersamamu. Biarkan aku di dalam rumah saja. Aku tak ingin orang-orang membicarakanmu… hanya karena aku.” Nada suaranya berubah pelan. Ada luka yang masih menganga di balik tutur halusnya. Senyap sejenak menggantung. Hana menunduk—dan tanpa bisa dicegah, kenangan itu menyeretnya kembali ke masa lalu. Bayangan gelap itu hadir lagi. [Hana berada di sebuah ruangan klub yang penuh asap, lampu neon berkelap-kelip membuat kepalanya berdenyut. Musik keras menggedor telinganya, membuat jantungnya berdetak tidak karuan. Orang-orang mabuk mondar-mandir, tertawa, menatapnya dengan mata yang tidak pernah mengenal rasa hormat. Di sampingnya, seorang pria duduk—Julian. Pria yang pernah ia cintai, sekaligus pria yang paling ia takuti. ‘Kau siap, Hana?’ bisik Julian. Tatapan dinginnya menusuk jantung Hana. Hana menatap pria itu—kekasihnya dulu. Orang yang ia pikir akan melindunginya. 'Julian… kenapa kau begitu jahat padaku…' suara Hana bergetar, matanya sudah basah. Julian tertawa kecil, mengangkat dagu Hana dengan kasar. 'Oh baby girl. Dari awal aku sudah bilang… aku tidak mencintaimu. Kau yang memaksa. Kau yang rela memberikan semuanya hanya demi diriku.' 'Ta—' baru ingin Hana menjawab, Julian menarik rambutnya dengan keras. 'Aku sudah menjualmu, sayang,' ucap Julian dengan senyum miring yang mengerikan. 'Dan kau tidak menolak. Jadi untuk apa kau menangis sekarang? Kau yang melacurkan dirimu padaku, datang memohon agar aku mencintaimu.' 'Julian… jangan lakukan ini… hikss… Aku hanya… memberikan tubuhku untukmu… bukan untuk orang lain…' Hana menahan rasa sakit di kulit kepalanya. Julian mendekat, suaranya melekat di telinga Hana. 'Aku tidak peduli. Dan kau! Kau masih bertemu Rasya! Pria miskin itu' 'Aku dan Rasya hanya teman… dia sahabatku…' jawab Hana tulus. Sahabat kecilnya. Satu-satunya orang yang pernah memperlakukannya sebagai manusia. Julian terkekeh. 'Kau yakin? Hari ini dia akan menikah… dan aku penasaran. Akankah dia memilih pengantinnya—atau kau, kekasih gelapnya?' Hana memejam, menahan napas ketika Julian tiba-tiba melepas rambutnya. Ia menghirup udara cepat, hampir tersedak. Julian berdiri, menatapnya dengan dingin. 'Kalian. Pasung p*****r itu.' Tangan-tangan kasar menyeret Hana, mengikatnya ke kursi. Tubuhnya hanya dibalut bra dan g-string hitam… tubuh yang dulu ia jaga, kini dipajang seperti barang dagangan. Lampu remang memantulkan kilau sedih di kulitnya. Hana hanya menunduk. Air mata jatuh satu-satu, tak terdengar.] “Hana…” Suara Vin menariknya kembali ke masa kini. Hana tersentak kecil. Ia mendapati dirinya telah menangis, bahunya bergetar halus. Vin langsung memeluknya erat, wajahnya menegang melihat butiran air mata itu. “Jangan menangis, Sayang… aku tidak ingin kau menangisi pria sialan itu,” bisik Vin, suaranya dipenuhi kegelisahan yang ia sembunyikan dari dunia. Hana menggenggam baju Vin, sekuat tenaga—seperti seseorang yang takut tenggelam. “Aku… aku membunuh Rasya…” suaranya pecah, tersendat. “Jika aku tidak melawan… jika aku rela dilelang… Rasya pasti masih hidup…” Ucapan itu membuat Vin merasakan sesuatu yang menusuk dadanya. “Dengarkan aku,” ucap Vin sambil mengusap punggung Hana lembut. “Dengarkan aku, Sayang… aku mencintaimu. Aku akan selalu mencintaimu. Tidak akan ada seorang pun yang melukaimu. Aku akan melindungimu.” Hana hanya mengangguk, wajahnya masih terbenam di d**a Vin. Ia tak mampu berkata apa pun lagi… hanya menangis. Dan Vin, dengan tangan yang selalu hangat untuk Hana, memeluknya lebih erat—seerat seseorang yang takut kehilangan satu-satunya cahaya dalam hidupnya. Sementara itu di tempat lain… ada seseorang yang merindukan pelukan itu, memohon hanya sedikit kehangatan yang sama. Namun cintanya hanya berbalas dingin… Dan luka itu semakin dalam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD