17. Shopping

1848 Words
Tiga sekawan sudah sampai di salah satu mall terbesar Jakarta. Tidak tanggung-tanggung mereka benar-benar berburu pakaian, sepatu, tas, make up, dan bayarnya memang tinggal gesek blackcard suami tercintanya Serly yaitu Aldo. Mereka tampak sangat bahagia apalagi Mila yang baru pertama kali diajak berbelanja di mall. Padahal ia sudah tiga tahun di Jakarta, tapi kalau belanja pasti selalu di pasar kaget. Sementara Wulan pernah sesekali ke Mall kalau diajak oleh teman-teman komplek. Serly bukanlah seseorang yang suka barang mahal dan harus merk terkenal. Dia sama seperti kita yang suka barang diskonan. Apalagi kalau dapat banyak. Maka dari itu, ia memilih barang yang kualitasnya bagus, tapi harga terjangkau. Lalu, bisa membelikan Wulan dan Mila barang yang sama atau model yang sama. Mereka tidak kenal lelah dalam memburu apa saja yang ada di Mall, apalagi jika ada tulisan ‘sale’, itu kesukaan mereka. Belanjaan yang banyak tentu saja bukan mereka yang bawa, tapi dipegang oleh tiga orang bodyguard yang sejak masuk mall mengekori Serly dan kawan-kawan. Sekarang mereka sudah berada di toko yang menjual gaun dan dress cantik. Walau toko ini sedikit mahal tidak masalah bagi Serly. Dia mengambil beberapa dress dan gaun untuk pesta atau acara-acara formal. Tidak lupa dia membelikan untuk Wulan dan Mila. Awalnya mereka berdua sempat menolak, tapi siapa yang bisa membantah Nyonya Revaldo, lagi pula sebenarnya mereka juga suka. Meskipun Wulan dan Mila berpikir tidak ada kesempatan untuk memakainya, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Serly melihat beberapa gaun yang sangat cantik berwarna soft. Dia memotret dan mengirim pesan kepada suami tercintanya. Serly : -Foto- Mas, ini kalau aku yang pakai cantik, nggak? Aldo : Kamu mau pakai apa saja tetap cantik, Sayang. Tapi, gaunnya memang cantik apalagi kamu yang pakai pasti bakal kayak bidadari. Serly tersenyum bahagia membaca balasan Aldo. “Cieee yang senyam-senyum sendiri, bahagia banget nih?” goda Wulan. “Apaan sih ganggu deh.” “Dari Tuan Revaldo, kan? Bilang dong sama masmu kita ngucapin makasih sudah dibelanjain juga pakai uangnya.” “Udah aku bilang katanya tidak masalah.” “Ya udah yuk ke tempat lain! Udah selesai 'kan belanja di sini,” ajak Wulan. “Yuk, eh, si bocah ke mana?” tanya Serly . Saat dicari ternyata Mila sudah di luar toko duduk santai bersama para bodyguard. “Yaelah Mil kita cari juga,” gerutu Serly. “Capek, Bu Bos." Mila malah menjawab santai. "Nih anak mulai ngelunjak," batin Serly. Serly mengedarkan pandangannya ke sekitar, matanya tertuju pada toko yang lumayan besar dan menjual pakaian dalam wanita. Lalu, ia berbisik kepada Wulan dan Mila mereka juga semangat untuk pergi ke sana. “Kita ke situ dulu ya, tunggu di sini aja,” ucap Serly pada ketiga bodyguard-nya. Ya, tidak mungkin mereka ikut ke sana. Serly sebenarnya tidak begitu menyukai bodyguard mungkin karena trauma masa lalu, tapi menurutnya membawa pengawal penting untuk keselamatan. Dulu Marcelia pun selalu membawa bodyguard. Para bodyguard Aldo memang tampangnya tidak sesangar bodyguard Dion, tapi mereka adalah orang-orang profesional dan terlatih. Sebenarnya bukan hanya Serly yang enggan terhadap bodyguard, terlihat Wulan juga enggan berdekatan dengan bodyguard. Alasannya sama seperti Serly, walaupun Wulan tidak menyadarinya. Untunglah ada si bocah Mila yang bisa mencairkan suasana mereka. *** Di dalam toko, mereka memilih beberapa pakaian dalam yang diherankan ukuran tiga sekawan ini hampir sama. Serly, Wulan, dan Mila memiliki tubuh mungil, tinggi mereka sepantaran sekitar 155 sentimeter, pantasnya mereka disebut Triplet. Serly mengedarkan mata ke seluruh toko, matanya tertarik akan berbagai macam lingerie, otak m***m Serly mulai aktif. Dia memotret 5 macam yang terlihat menarik, dari yang berbahan satin sampai yang terlihat transparan dengan berbagai warna. Dia mengirimkan foto itu ke Aldo. Serly : -Foto- Mas, kalo aku tidur pakai kayak begini cantik, nggak? Setelah menunggu tidak ada balasan dari Aldo, mungkin suaminya sedang sibuk. “Kak, itu pakaian dalam juga?” tanya Mila memandangi berbagai macam lingerie. “Sejenis baju tidur seksi gitu Mil, kamu mau dibelikan juga?” tawar Serly. “Mau, Kak, kelihatannya cantik.” “Ya udah pilih.” Wulan yang baru saja selesai memilih dalaman ikut bergabung dengan mereka. “Astaga bocah, kamu mau beli yang kayak gitu juga!?” Wulan kaget karena Mila memilih lingerie. “Ya Kak, ini keliatannya cantik, lagian dibelikan Bu Boss.” Wulan menepuk jidatnya sepertinya Mila sudah tercemar otak mèsum Serly. “Mil, ingat pesan Kakak ya, jangan pakai ini di sembarang tempat, cuma boleh saat tidur dan itu kalau kamu memang sendiri ataupun nanti dengan suami kamu." Wulan sudah terlanjur cemas akan Mila. Kemudian, wejangan itu hanya ditanggapi dengan manggut-manggut oleh Mila. Mila memang polos, tapi masih waras untuk tidak memakai baju seperti itu ke luar. Wulan hanya bisa menghela nafas, lalu melihat Serly yang masih asyik memilih-milih. “Kak, ini cocok loh buat Kak Wulan,” ucap Mila dengan mata berbinar sambil menunjukkan gaun tidur pendek bahan satin berwarna peach berdada rendah pastinya. Wulan ingin menolak, tapi suara Serly menginterupsi. “Terima aja kali, Lan, udah dipilih capek-capek sama adik kita tercinta." Serly menaik turunkan alisnya. Benar- benar menyebalkan, pikir Wulan. Namun, memang itu tampak cantik sehingga dia terima saja tawaran Mila. “Ya udah buat aku satu aja." “Yang ini juga, Kak,” tawar Mila lagi. Wulan hanya bisa pasrah. Semoga otak Mila tidak akan terlalu tercemar seperti otak Serly sahabatnya. *** Di lain tempat di sebuah restoran terlihat dua orang pria yang sedang asyik menikmati makan siang. Sebenarnya hanya satu yang menikmati makanannya sedangkan satunya lagi sedang berkutat dengan ponselnya. “Ternyata Pak Bos kalau lagi kasmaran bisa kayak gini juga,” ucap Joe disela makannya. Aldo mendelik tajam ke arah Joe. “Kayak gini gimana maksud kamu?” “Ya kayak sekarang aja. Pak Bos bukannya makan justru lihat ponsel sambil senyum-senyum. Bu Bos itu cantik banget ya, Pak Bos?” “Banget." Aldo menjawab singkat, padat, dan jelas. Kemudian lanjut menscroll foto-foto yang dikirimkan istrinya saat bidadarinya itu makan siang. Joe mulai mengingat wajah Bu Bos yang dulu kelakuannya super duper bar-bar. “Iya sih Bu Bos cantik, tapi sayang suka pakai dandanan tebal jadi kelihatan nggak natural.” “Sekarang dia tidak begitu!” Aldo memperlihatkan foto Serly yang tersenyum manis sedang menunggu makan siangnya datang. Di foto itu ia mengingatkan Aldo untuk jangan lupa makan siang. “Pantas aja Pak Bos betah mandangin ponsel berjam-jam.” Joe tanpa sadar terus memperhatikan foto Serly. Aldo menarik ponselnya menjauh dari Joe. “Jangan lama-lama!” “Emang Bu Bos pergi ke mall sama siapa Pak Bos?” “Sama teman ceweknya dua orang.” “Cantik dan jomblo nggak temennya Bu Bos? Kenalkan ke saya, Pak Bos.” Joe pria berusia 28 tahun itu memang sudah jomblo selama setahun. “Saya tidak mau teman istri saya di permainkan oleh kamu,” ucap Aldo sambil mengetik balasan pesan yang dikirimkan istrinya. “Saya sekarang mau serius Pak Bos nggak main-main lagi kasih lihat dong foto temannya Bu Bos.” Aldo mendelik ke arah Joe. Dulu memang asistennya terkenal playboy, tapi selama setahun ini, dia tampak sudah insaf. Aldo mencari foto Serly bersama dua temannya. Mungkin yang memotret fotonya adalah salah satu bodyguard. “Nih,” kata Aldo sambil memperlihatkan foto tiga orang wanita. “Cantik, manis, kelihatan masih muda, siapa Bos namanya?” tanya Joe sambil menunjuk salah satu gadis dalam foto. Aldo mengernyitkan dahinya dia sepertinya tahu siapa itu, tapi— “Nanti saya tanyakan pada Serly." Aldo kembali melanjutkan makannya sambil sesekali menatap layar ponselnya siapa tahu ada pesan dari kekasih hatinya. Bunyi pesan kembali masuk saat Aldo sedang meminum jus jeruk pesanannya. "Uhuk! Uhuk!" Aldo tersedak melihat isi pesan tersebut. Serly : -Foto- Mas, kalo aku tidur pakai kayak gini cantik, nggak? Aldo jadi membayangkan Serly memakai lingerie yang seperti di foto. Aldo merasa pipinya memanas dan jantungnya berdebar. Aldo memijat pelipisnya. Mana dia ada rapat setelah makan siang ini lagi. Memang susah punya istri manja dan penggoda. Joe yang melihat itu tampak menggeleng. Dia paham orang yang sedang kasmaran tingkahnya pasti aneh-aneh yang ia tidak paham ternyata bosnya bisa seperti itu. Padahal dengan mantan yang dulu saja bosnya tidak pernah seperti ini. Mungkin Bos memang cinta sekali dengan istrinya, pikir Joe. *** Aldo memasuki ruangan kerjanya. Ruangan CEO yang cukup besar, terlihat meja kerja dengan papan namanya, ada juga sofa yang tampak nyaman, rak-rak yang menyimpan beberapa dokumen. Lalu, jendela yang memperlihatkan pemandangan gedung-gedung tinggi. Di samping kanan ada sebuah pintu yang di dalamnya adalah kamar tidur. Di sana ada tempat tidur, lemari, sofa, televisi, dan juga terdapat kamar mandi. Benar-benar ruangan yang didesain minimalis dan modern. Aldo menduduki kursi kerjanya dan menghela nafas lega akhirnya dia dapat menyelesaikan rapat yang melelahkan. Kenapa melelahkan? Karena konsentrasinya terbagi antara isi rapat dengan istri cantiknya. Sedang apa Serly sekarang? Apa dia sudah pulang dari acara belanjanya? Ternyata istri cantiknya bukan penyuka barang-barang branded terbukti dari tagihan kartunya tidak mencapai ratusan juta. Ponsel Aldo berdering terlihat nama 'My lovely wife' di sana. “Halo,” sapa Aldo mencoba bersikap biasa, padahal dari ekspresinya dia sudah sangat senang karena istri cantiknya menelepon. “Mas Aldo,” balas Serly dengan nada manja. “Iya, Sayang.” Pertahanan Aldo yang mau bersikap biasa langsung gagal karena balasan manja sang istri. “Mas, lagi apa? Sibuk nggak? Mama tadi nelpon aku, katanya nggak pulang nanti malam karena nginep di tempat tante Nisa." “Mas baru selesai rapat. Mama juga sudah bilang ke Mas tadi. Kamu sudah pulang, Sayang?” “Udah baru aja sampai. Mas pulang jam berapa? Makan malam mau dibuatkan, apa? Nanti aku deh yang buatkan.” “Ehmmm, biasanya jam 6 sudah sampai rumah. Oh, iya kamu mau masak? Terserah kamu kalau gitu.” "Ehmmm gimana kalau nasi goreng seafood. Mas harus percaya masakan aku lumayan enak kok, walaupun nggak seenak masakan Mama.” “Iya percaya kok, Sayang.” “Mas, kenapa pesan aku yang terakhir nggak dibalas? Aku cantik nggak kalau tidur pakai kayak gitu?” Serly kembali dengan suara manjanya. Astaga kenapa diingatkan lagi, tidak tahukah dia bahwa suaminya sekarang sudah ketar-ketir, panas dingin karena membayangkan sang istri dengan lingerie seksinya. Mana Aldo masih ada pekerjaan yang belum selesai. “Ehemm iya tadi sudah keburu rapat, Sayang. Cantik kok kalau kamu pakai tidur.” Aldo berusaha untuk biasa. “Mas Aldo suka yang mana? Warna apa?” “Kamu mau pakai apa aja tetap cantik, aku pasti suka," balas Aldo. "Kalau kamu tidur nggak pakai apa-apa juga aku bakalan suka," batin Aldo. Berlanjut lagi pikiran liar Aldo. “Ya udah deh, Mas, aku mau mandi dulu. Bye bye Mas Aldo.” “Bye, Sayang” Setelah panggilan telepon terputus, Aldo harus berusaha menenangkan dirinya karena masih ada pekerjaan yang belum selesai. Namun, ternyata itu susah juga, sebentar-sebentar Aldo akan tersenyum sendiri mengigat kelakuan istri manjanya. Setelah menyelesaikan pekerjaan dengan serius karena mengingat istrinya menunggu, Aldo bersiap untuk pulang. Beberapa pesan masuk ke ponsel Aldo, dia melihat sekilas ternyata dari nomor yang tidak dikenal. Namun, setelah membuka pesannya. Aldo menggebrak meja, rahangnya mulai mengeras, tangannya mengepal, nafasnya tidak beraturan karena emosi. Sorot matanya yang tadi terlihat bahagia sekarang tampak penuh amarah. Apa yang terjadi dengan Aldo?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD