16. Trio

2303 Words
Hari menunjukkan pukul 08.30 pagi, di sebuah kamar yang tidak terlalu besar terlihat gadis mungil sedang memilih-milih baju. “Mana ya baju yang cocok buat pergi bareng Kak Serly?” Gadis itu adalah Mila yang sudah menjadi asisten pribadi Serly. Akhirnya ia memilih kaos warna coklat muda yang mulai pudar dengan rok hitam sampai betis. “Eh, Udik lo mau ke mana?” “Eh, Mbak Dini, ini mau pergi sama Kak, eh, maksudnya Nyonya Serly.” “Iya, tapi mau ke mana?” “Hehe Mila juga nggak tau, Mbak.” “Cih, dasar bodoh!” hardik Dini. “Siapa yang bodoh?!” Suara bentakan mengagetkan dua orang di dalam kamar yang tidak terlalu besar itu. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Nyonya Revaldo alias Serly. “Maaf Nyonya,” ucap Dini sambil menunduk. Dia juga takut akan aura mengintimidasi dari Serly. Dini berpikir, ternyata nyonya mudanya tidak berubah hanya di depan Tuan Revaldo dan Nyonya Nita, wanita itu bersifat manis. “Nama kamu Dini, kan? Dengar ya, sekarang Mila asisten pribadi saya. Jadi, nggak ada seorang pun yang bisa menghina dia seenaknya. Kalau saya lihat kejadian ini lagi, kamu ataupun yang lainnya harus berurusan dengan saya. Mengerti!” seru Serly penuh penekanan. “Me—mengerti Nyonya,” jawab Dini gugup. Serly melihat penampilan Dini dari atas sampai bawah lalu fokus ke gelang di tangannya dan ponsel yang dia pegang. "Huh dia pakai gelang emas, ponselnya juga mahal, kaya juga dia," batin Serly. Terus beralih menatap tampilan Mila dari atas ke bawah tanpa sadar ia menepuk jidatnya lagi. Entah sudah berapa kali Serly menepuk jidat karena ulah Mila. “Oke, sekarang Dini saya tugaskan untuk membersihkan kolam renang, mengerti, Din?" “Iya, Nya.” Dini bergegas pergi setelah menjawab karena ketakutan akan aura mengintimidasi Serly. Setelah Dini pergi Serly menatap Mila. “Mil, kamu nggak ada baju lain?” Mila menggeleng. “Cuma ini paling bagus, Kak. Nih lihat isi lemari Mila." Mila memperlihatkan isi lemarinya. Serly menghela nafas saat melihat isi lemari Mila hanya kaos, kemeja, dan rok sebetis. “Ya sudah nanti sampai rumah aku, kita cari baju dulu karna di sini kebanyakan baju seksi semua. Kamu nggak mungkin pakai itu, aku aja susah cari baju yang bisa aku pakai,” ujar Serly. Serly sekarang memakai kaos putih polos dan jeans biru dongker yang cukup ketat. Namun, sedikit tertutupi oleh cardigan biru muda yang ia gunakan. “Jadi, kita mau ke rumah kak Serly?” “Iya yuk cepat udah hampir jam sembilan nih!” Serly dan Mila pun pergi diantar oleh sopir dan diikuti oleh tiga orang bodyguard Aldo, atas permintaan Serly. *** Sementara di kediaman Marcelino seorang gadis manis sedang asyik menata cake yang ia buat sambil bersenandung kecil. “Nduk, ini kok banyak sekali kuenya? Memang bakalan habis nanti kamu makan bareng Non Serly?" “Ini memang pesanan Serly Bi, kalo nggak habis 'kan bisa buat yang lain. Bi Surti juga bisa makan." Bi Surti hanya bisa menggeleng melihat keponakannya yang memang hobi membuat kue itu sangat semangat dari jam dua dini hari, ia sudah bangun untuk membuat kue. Di atas meja makan sudah terdapat Strawberry shortcake, Tiramisu cake, Cheesecake, Chocolate mousse cake, dan ada Vanila Panna cotta dengan saus strawberry ataupun saus Chocolate. Bi Surti saja bingung dengan nama makanan yang Wulan buat. Belum tahu juga rasanya akan sesuai dengan selera Bi Surti atau tidak. Tiba -tiba terdengar suara mobil di depan rumah. “Itu pasti Serly,” ucap Wulan girang. “Ayo Nduk, kita ke depan,” ajak bi Surti. “Wulan, aku kangen,” ungkap Serly sambil memeluk Wulan. “Baru juga sehari nggak ketemu. Lebay ih." Wulan terkekeh geli. Ketika Serly melihat Bi Surti, mata Serly sudah mulai berkaca-kaca. Setelahnya, kembali lagi melodrama ala Serly ditampilkan. Dia memeluk Bi Surti dan meminta maaf atas kelakuannya selama ini. Bi Surti tentu saja memaafkan karena ia sangat sayang dengan Serly, ia juga ikut merawat Serly sejak kecil. Tatapan Wulan berpindah dengan gadis manis di belakang sahabatnya yang dari tadi tersenyum. “Eh, siapa tuh?” tanya Wulan. “Oh kenalin ini Mila, asisten pribadiku,” jawab Serly. Mila langsung menyalami tangan Wulan dan bi Surti. “Yuk kita ke meja makan aku udah buatin kue pesanan kamu, Ser,” ajak Wulan. Mereka pun langsung bersama-sama pergi ke ruang makan. Kalau kalian ingin tahu apakah Wulan melanjutkan sekolah jawabannya iya. Di kehidupan ini Wulan melanjutkan ke SMK tata boga. Setelah itu, ia tidak melanjutkan kuliah, tapi ia lebih sering ikut kursus-kursus membuat kue. “Wahhhhh apa ini Kak Wulan yang buat semua?” Mila berdecak kagum dengan aneka dessert yang ada di depannya. “Iya, hehehe,” jawab Wulan malu-malu meong. “Ayo kita makan," ajak Serly yang langsung duduk di depan banyaknya cake. “Ini enak banget loh, Lan. Tampilannya juga bagus, kayaknya kita bakalan sukses mau usaha kue.” Serly akui cake buatan Wulan yang dulu dan sekarang sama-sama enak, tapi masalah bentuk dan hiasannya Wulan yang sekarang memang lebih jago. “Iya, tapi kamu udah minta izin belum sama suamimu, Ser?” “Oh, iya lupa.” “Huh, sama Om Rico pasti juga belum deh.” “Hehe, tapi kalau sama Om Rico nanti aja kita tanya kalau udah balik dari London. Siapa tahu Om Rico mau bantuin usaha kita.” “Ser, aku pernah mimpi kita buka usaha kue kecil-kecilan ternyata sukses banyak yang pesan. Anehnya di mimpi itu kamu masih kuliah.” Jantung Serly berpacu lebih cepat mungkin yang dimimpikan Wulan keadaan di dunia sebelumnya. Jadi benar Wulan di dunianya sudah meninggal juga dan alam bawah sadar Wulan di dunia ini mengingat kejadian saat itu. Itulah pikiran Serly sekarang. “Aneh sih, tapi mungkin itu pertanda usaha kita bakalan sukses kedepannya,” ucap Serly setenang mungkin. Wulan hanya manggut-manggut mendengar perkataan Serly. “Mil, kamu juga bakalan bantu, kan?” tanya Wulan. “Siap, Kak Wulan. Kalo bikin kue enak kayak gini Mila nggak ngerti, tapi kalo urusan bersih-bersih, nyapu-menyapu, cuci-mencuci, lap-mengelap Mila jago, Kak,” jawab Mila. “Bagus,” ucap Serly dan Wulan bersamaan sambil mengacungkan jempol mereka. “Eh, Nduk itu nggak ditawarin sopir di depan sama tiga orang yang badannya keker-keker?” tanya Bi Surti yang baru datang entah dari mana. “Oh iya, Bi ini tolong dikasih ya ke mereka yang di depan,” ucap Serly sambil memindahkan kue yang masih tersisa ke beberapa piring. “Siap, Non,” balas Bi Surti. “Ya ampun Nduk, ini kalian bertiga yang makan, udah sampai ludes semua? Kecil-kecil kok makannya segentong,” lanjut Bi Surti karena melihat piring-piring di meja sudah hampir kosong. “Bi Surti!” kesal Serly dan Wulan, sedangkan Mila masih sibuk memakan cake miliknya dengan santai. “Yo wes jangan lupa habis ini gosok gigi ya bocah-bocah.” Belum sempat mendengar jawaban tiga bocah yang ada di meja makan, Bi Surti sudah berlalu ke halaman depan. Selesai makan tiga trio yang baru terbentuk itu pergi ke kamar Serly. Mereka lalu asyik tidur-tiduran di atas ranjang king size milik Serly. “Kita buat grup chat yuk!” ajak Serly. “Boleh,” balas Wulan dan Mila bersamaan. “Oke, namanya mau apa nih?” tanya Wulan. “Gimana kalo Trio kinyis-kinyis,” saran Serly. “Hah! Panggilan kinyis-kinyis cuma cocok buat gadis-gadis kayak aku sama Mila. Mana mungkin Nyonya Revaldo yang udah nikah tiga tahun mau dibilang kinyis-kinyis.” “Eitsss, jangan salah aku masih gadis tau, tapi nggak tau juga besok udah ganti status mungkin.” “Apa!? Beneran!?” kaget Wulan. “Santai aja kali, Lan, iya sih aku dulu senang main sama banyak cowok dan pasti orang nganggapnya aku udah nggak virgin, tapi benaran deh aku nggak pernah melakukan sejauh itu. Intinya aku masih segel.” Serly tahu Marcelia memang sering ke club mabuk-mabukan atau bermain dengan para pria, tapi ia tidak pernah melakukan hal yang merenggut keperawanannya. Selain ia tahu bahwa itu dosa besar, dia juga takut akan penyakit yang diderita akibat melakukan seks bebas. “Aku salut, ternyata Serly yang dulu tidak seburuk itu.” “Kakak-kakak lagi ngomongin apa sih kok Mila nggak ngerti ya,” celetuk Mila yang masih rebahan santai di kasur empuk Serly. “Anak kecil nggak perlu tau,” balas Serly. “Aku tuh udah 21 tahun, Kak, udah dewasa.” “Kedewasaan seseorang tidak diukur dari usianya, tapi dari pola berpikirnya, wong pola berpikir kamu masih bocah, walaupun udah 21 ya tetep bocah Nduk ... Nduk ....” Serly meniru gaya bicara Bi Surti. Tawa Wulan lepas karena melihat ekspresi Mila. Bukan hanya Serly yang merasa punya adik dengan adanya Mila, tapi Wulan pun sudah menganggap Mila adiknya walau baru pertama kali bertemu. “Jadi, nama grup kita mau apa nih?” tanya Serly lagi. “Gimana kalau itu loh Kak, tiga cewek cantik agen rahasia apa tuh nama filmnya.” “Charlie’s angels,” ucap Serly dan Wulan berbarengan. “Iya itu,” kata Mila dengan menampilkan senyum sumringah. “Oke, itu aja deh setuju 'kan semua.” “Setuju!” Setelah itu Serly memasukkan Wulan dan Mila ke grup chat. “Girls, ngomong agen rahasia pasti punya musuh, kan? Apa kalian mau tau musuh terbesarku dan mungkin akan jadi musuh kalian juga?” Serly menampakkan wajah serius. Wulan dan Mila menjadi penasaran akan kata-kata wanita itu. Mereka menatap Serly yang sedang mengambil tablet dan mengetikan sesuatu, posisi mereka sekarang duduk di tepi ranjang dengan Serly di tengah diapit oleh Wulan dan Mila. “Orang ini musuh terbesarku!” tegas Serly sambil memperlihatkan foto seseorang. Ada kebencian dan luka saat dirinya menatap foto di layar tabletnya. Namun, bukan hanya Serly yang seperti itu, tapi ada Wulan yang mengepalkan tangannya dan menatap foto itu penuh kemarahan. “Siapa dia, Kak?” tanya Mila. “Dia si berengsek Dion Pratama!” jawab Serly ada rasa enggan untuk menyebut namanya. “Apa yang dia lakukan, Kak?” tanya Mila lagi. “Dia pernah melecehkanku!” Itu bukan jawaban dari Serly, tapi dari Wulan. Serly dan Mila langsung menoleh ke arah Wulan. Terlihat mata Wulan yang sudah berkaca-kaca. “Apa!?” Ini tanda tanya besar bagi Serly karena dia memang tidak tahu. “Dia melecehkanku, Ser. Dua tahun yang lalu saat kamu membawanya ke rumah, Om Rico juga tidak ada di rumah, Bi Surti pun juga pergi ke pasar. Saat itu dia pergi ke dapur, dia menciumku dengan paksa dan hampir memperkosaku. Untunglah kamu memanggilnya dan dia langsung bergegas pergi. Kamu tau Ser, karena kejadian itu aku takut jika melihatnya. Setiap kamu bawa dia ke rumah ini, aku—aku selalu mengurung diri di kamar dan menguncinya. Pernah sekali ia ingin masuk ke kamarku dan Bi Surti yang mencegahnya." Wulan terisak, ia tidak bisa membendung lagi air matanya. Serly yang mendengar hal itu ikut menangis, dia memeluk Wulan dengan erat. Mila yang melihat itu juga ikut memeluk Wulan ia bisa merasakan kesedihan yang amat dalam dari ungkapan Wulan. “Ma—maaf ...,” lirih Serly. Dalam benaknya, Serly merasa bahwa dia adalah penyebab semua ini. Tidak cukupkah ia membuat Wulan menderita di kehidupan sebelumnya. Apa dulu Dion juga melecehkan Wulan seperti di kehidupan ini? "Wulan maafkan aku, aku benar-benar sahabat yang tidak berguna membuatmu sengsara dan menderita, tapi aku berjanji akan membalas semuanya." Janji tegas Serly dalam batinnya. “Sudahlah itu sudah berlalu, entah kenapa aku juga tidak merasa takut sekarang. Bahkan setahun ini bisa dibilang aku sangat membencinya justru ingin membunuhnya, tapi rasa traumaku kepadanya malah berkurang. Jadi, kalau kamu ingin balas dendam harus mengikutsertakan aku." Wulan menghapus air matanya. Bagaimana Wulan bisa setegar ini? Wulan memang wanita panutan, pikir Serly. “Terus apa yang dia lakukan padamu, Ser? Dulu hubungan kalian sangat baik,” lanjut Wulan. “Dia ingin membunuhku, kecelakaanku kemarin juga ada hubungan dengannya. Saat itu anak buahnya mengejarku untuk membunuhku dan karena aku benar-benar ngebut terjadilah kecelakaan, aku yang tertabrak oleh truk.” “Kenapa bisa begitu?” tanya Wulan memburu. Serly menghela nafas. “Aku tidak sengaja mengetahui kejahatan besar dia dan ibunya.” “Kejahatan apa?” Serly berbisik menjelaskan kejahatan apa yang dilakukan ibu dan anak tersebut. “Dasar pria menjijikan, biàdab, bàjingan, berengsek, pembunuh!” Itu bukan umpatan yang keluar dari bibir Serly ataupun Wulan, itu adalah umpatan yang keluar dari bibir Mila Karmila. Serly dan Wulan jadi heran ternyata Mila bisa mengumpat. Serly lalu menunjukkan lagi foto-foto musuhnya. “Ini Fina, ibu dari Dion. Dia otak dari sebagian besar kejahatan yang dilakukan Dion.” “Dasar nenek lampir!” Terdengar lagi umpatan dari Mila. Wulan hanya bisa geleng-geleng kepala. “Ini Bella Nirmala, kekasih Dion yang tidak diketahui publik, dia seorang model yang sangat licik dan suka merendahkan orang lain. Teman-temannya setahuku tidak ada yang baik salah satunya ini, Sheila.” Sambil menunjukan foto Bella dan Sheila bersamaan. “Dasar plastik, k—" “Udah dong Mil jangan ngumpat lagi, mulut kamu jadi tercemar kalau gitu,” ucap Serly yang diangguki Wulan. “Habis kesal Kak, ayo kita ungkap sekarang.” “Kita belum punya bukti, makanya aku minta kamu awasi Double D kemungkinan mereka orang yang disuap Dion.” “Oh gitu ya Kak, Mila jadi semangat melaksanakan tugas itu.” “Siapa sih Double D ?” tanya Wulan. “Dini dan Dona, ART dikediaman Revaldo. Aku curiga mereka suruhan Dion.” Wulan pun hanya mengangguk mendengar itu. “Girls, masih jam dua belas kita jalan, yuk!” ajak Serly. “Ke mana?” tanya Wulan. Serly mengambil kartu dalam tasnya. “Taaaaraaat! shopping yuk ke mall!” ajak Serly lagi sambil memamerkan kartu unlimited yang ia keluarkan dari dompetnya. “Dibayarin, nih?” ujar Wulan dan Mila dengan senyum sumringah. “Iyalah, tapi kalian berdua ganti baju dulu. Mil, pilih baju di lemari aku. Let’s go girl!" pekik Serly penuh semangat. “Oke, Bu Bos,” balas Wulan dan Mila serempak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD