15. Mila Karmila

1916 Words
Pagi yang cerah, sinar matahari mulai memasuki ruangan kamar yang cukup besar. Namun, sepasang suami istri masih enggan untuk membuka mata karena merasakan kehangatan pelukan tubuh masing-masing. Serly merasa terusik dengan sinar matahari yang mengenai wajahnya. Perlahan ia membuka mata. Dia tahu bahwasanya dirinya berada dalam dekapan seorang pangeran negeri dongeng yaitu Aldo, suaminya. Ia menengadah, lalu melihat wajah suami yang baru saja kemarin malam menyatakan cinta padanya. "Mas Aldo memang super tampan, harus gitu ya tidur aja keliatan tampan," batin Serly. Karena gemas dengan wajah suaminya, tanpa tahu malu, dia mengecup keseluruhan wajah Aldo mulai dari kening, mata, hidung, pipi, rahang dan bagian favoritnya yaitu bibir seksi milik suaminya. Ketika sedang asyik mengecup bibir Aldo berkali-kali, tiba-tiba suaminya itu membalas dengan menyesap bibir ranum Serly, lalu menarik istrinya hingga posisi wanita itu berubah berada di atas tubuhnya dan masih dengan bibir yang berpagutan. Setelah lama saling menyesap, Serly melepaskan pagutannya dan mulai mengatur nafas. “Sejak kapan Mas Aldo bangun?” Serly merasa malu sendiri kalau aksi menciumi wajah suaminya ketahuan. “Dari tadi Sayang, ada yang cium wajah aku berkali-kali, gimana nggak bangun.” “Hehehe.” Serly hanya bisa terkekeh karena aksinya benar-benar ketahuan. “Kamu tuh jadi genit, aku jadi takut diterkam,” ungkap Aldo sambil mencubit pipi Serly pelan. “Aku tuh nggak genit, cuma gemas lihat wajah Mas Aldo kalau tidur tetap ganteng,” ujar Serly. “Apa, terkam!? Harusnya aku yang takut diterkam. Mas aja sering tergoda kalau ngelihat aku ya, kan?” lanjutnya. “Aku bukan tipikal cowok yang mudah tergoda, Sayang.” Detik kemudian Aldo menyesali perkataannya itu. Serly yang masih dalam posisi di atas tubuh Aldo, menggerakkan tubuhnya menggoda. Serly mendesah sambil menggigit bibir bawahnya agar terlihat seksi. “Sayang, jangan menggodaku!” Aldo yang tidak tahan, lalu menarik istrinya itu dan posisi sekarang berpindah menjadi Serly di bawah kungkungan Aldo. Aldo menciumi bibir Serly dengan brutal dan Serly menikmati itu. Entah kenapa jiwa wanita itu menjadi liar sekarang mungkin karena jiwanya yang telah bersatu dengan Marcelia. Aldo kemudian berpindah menciumi leher istrinya. Desahan manja keluar dari bibir Serly membuat Aldo semakin semangat. Namun, kegiatan yang baru seperempat jalan itu terhenti karena terdengar bunyi ketukan pintu. “Aldo, Serly, kalian masih tidur, Nak? Ini sudah lewat jam tujuh, ayo bangun! Aldo juga katanya ada rapat penting pagi ini, kan?” Suara Mama Nita mendayu-dayu di telinga Serly dan Aldo. “Aldo? Serly?” lanjut Mama Nita. Serly segera merapikan rambut dan bajunya. Kemudian bergegas membuka pintu. “Iya Ma, aku sudah bangun, ini baru mau mandi,” ucap Serly sambil tersenyum kikuk. “Ya sudah sana mandi. Itu si Aldo juga suruh dia mandi di kamarnya,” titah Mama Nita sambil mengusap surai hitam Serly. Bukannya Mama Nita tidak tahu apa yang dilakukan anak dan menantunya itu, apalagi saat melihat wajah frustrasi Aldo dan tanda merah di leher Serly. Namun, Mama Nita terpaksa harus mengganggu mereka karena Aldo sendiri yang mengatakan kemarin kalau dia ada rapat penting pagi ini. Tidak mungkin Mama Nita membiarkan Aldo lalai atas kewajibannya. Di samping itu, Mama Nita sangat senang melihat hubungan Aldo dan Serly. Mungkin sebentar lagi ia akan menimang cucu. Setelah Mama Nita pergi keheningan melanda di kamar Serly. “Mas, maaf ya aku nggak tau Mas ada rapat penting, malah aku goda. Aku mandi dulu ya. Mas Aldo juga pergi mandi nanti telat loh." Melihat wajah frustrasi suaminya ia mendekat. Ciuman kembali dilayangkan Serly di pipi Aldo. “Nanti malam kita lanjut lagi ya, Mas,” bisiknya, kemudian berlari menuju kamar mandi. Aldo yang mendengar itu kembali frustrasi karena mengigat kata 'nanti malam'. Setelahnya, pria itu melangkahkan kaki keluar kamar dan menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan bersiap ke kantor. *** Di sebuah rumah yang cukup mewah. Terlihat wanita paruh baya dan anak lelakinya sedang sarapan. Namun, dengan suasana yang kurang baik. “Gimana sih kamu ngebunuh wanita jalang kayak gitu aja nggak becus!!!” “Mau gimana lagi, Ma. Saat itu dia sudah dikejar sama anak buah Dion. Justru dianya sendiri yang ketabrak truk. Dion lihat blackbox, kecelakaannya memang parah banget. Dion juga nggak nyangka dia masih bisa hidup.” “Cih! Pokoknya Mama nggak mau tahu, bunuh dia, Mama nggak mau rahasia kita terbongkar gara-gara perempuan jalang itu. Mama benar-benar ingin keluarga Marcelino itu hancur!” “Sekarang susah buat bunuh dia, Ma. Dia benar-benar dijaga sama Revaldo. Walaupun dia kita bunuh, nanti kalau Revaldo cari tahu, gimana? Kita nggak akan bisa selamat, Ma. Mending aku selidiki dulu apa memang Serly ingat rahasia kita atau tidak karena menurut kabar dia hilang ingatan. Meskipun dia ingat, wanita itu tidak ada bukti.” “Tapi, hilang ingatan sementara, kan?! Kalau dia nggak ingat sekarang, suatu saat pasti dia ingat. Padahal rencana kita dulu sudah hampir berhasil, Revaldo sudah mengurus surat cerai, tapi sekarang hubungan mereka jadi membaik.” “Tujuan kita saat ini adalah merusak hubungan Serly dan Revaldo dengan begitu kita bisa melakukan apa saja pada Serly.” “Bagaimana kabar babu-babu yang kita perintahkan di rumah Revaldo?” “Mereka benar-benar tidak berguna, Ma, menurut tukang kebun yang kita suap, keduanya malah tertangkap sedang menghina Serly membuat Revaldo marah besar dan hasilnya mereka tidak boleh menampakkan wajah mereka di depan Serly. Mungkin sebentar lagi mereka akan dipecat.” “Benar-benar babu tidak tau diuntung padahal kita bayar mahal! Bagaimana dengan menyuap babu yang dekat dengan Serly di rumah itu?” “Sebenarnya ada, tapi harus dipikir ulang kalau mau menyuap dia, alasannya pertama karena dia bodoh, kedua karena dia tidak punya keluarga yang bisa kita ancam.” “Anak yatim piatu memang benar-benar menyebalkan!” Begitulah sepenggal obrolan ibu dan anak yaitu Fina dan Dion, yang sedang merencanakan kegiatan jahat mereka. *** “Mila Karmila!” Suara cempreng Serly menggelegar dari jendela lantai tiga ruang baca ketika ia melihat ART favoritnya (maksudnya favorit Marcelia) yang sedang menyapu di dekat kolam renang. “Iya, Nyonya muda,” sambil mendongkak ke atas melihat sang nyonya yang sedang tersenyum ke arahnya. “Ayo ke sini,” perintah Serly. Setelah Aldo berangkat ke kantor dan Mama Nita pergi membantu masak-masak untuk acara tetangga, Serly memutuskan pergi ke ruang baca. Ruang baca yang didesain minimalis dan modern membuat kesan nyaman orang yang ingin membaca di ruang ini. Sayangnya tidak ada novel romansa favorit Serly di sini. Ketika Serly menengok ke jendela, ia melihat Mila pelayan yang setia kepada Serly (Marcelia) sepanjang tiga tahun di rumah ini. Kenapa ia bisa setia? Alasannya adalah karena Mila adalah gadis lugu dan polos bin ajaib. Tiga tahun lalu, Mila seorang gadis desa yang pergi merantau ke Kota Jakarta saat usianya menginjak 18 tahun. Dia adalah ART termuda dikediaman Revaldo. Sebagai ART termuda dia diperintahkan untuk mengurus kebutuhan nyonya mudanya yang pemarah, siapa lagi kalau bukan Serly Novianti Marcelia. Mila tidak bisa menolak hal itu karena perintah dari senior. Hampir setiap hari Mila dimarahi oleh Marcelia walaupun ia tidak bersalah, tapi Marcelia akan membuat Mila merasa bersalah. Namun, Mila tidak pernah mengeluh, mungkin dia tipikal gadis berhati baja. Sempat pada saat Marcelia tidak sengaja mendengar percakapan para ART lain yang menggunjingnya, Mila memberi tahu ART lain kalau nyonya mudanya bukan seburuk yang mereka bicarakan. Marcelia marah karena memang ada kesalahan yang ia lakukan dan menurut Mila itu adalah sifat tegas dari nyonyanya. Walau nyonya mudanya pemarah, tapi dia tidak pernah memukul Mila. Itulah ungkapan Mila kepada para ART. Namun, ART yang lain tidak peduli akan ucapan Mila. Marcelia yang mendengar itu hatinya mulai menghangat, walau suka berbicara ketus kepada Mila, tapi Marcelia sudah jarang memarahi pelayan setianya itu. Dia sudah menganggap Mila sebagai adiknya meski itu tidak pernah terungkap akibat sifat egois dalam dirinya. Begitulah sedikit kisah antara Marcelia dengan Mila Karmila, pelayan setianya. Serly pun juga merasakan itu, merasa kasih sayang seorang kakak kepada adiknya setelah melihat Mila. Tentu saja karena jiwanya dan jiwa Marcelia sudah menyatu. Mila berjalan tergesa-gesa menuju Serly yang berada di ruang baca. “Nyonya muda ada perlu apa?” tanya Mila takut-takut. “Kamu kenapa dari kemarin nggak nyapa saya?! Kamu nggak senang saya sudah balik?!” tegas Serly yang awalnya ingin mengerjai Mila. Namun, sedetik kemudian terdengar isakan dari Mila yang masih tertunduk. Serly menepuk jidatnya, apa dia salah bicara? “Eh, kenapa nangis? Aku cuma becanda,” ucap Serly hati-hati. Mila kemudian menatap Serly takut-takut, lalu berkata, “Maafkan Mila Nyonya. Nyonya sampai kecelakaan karena salah Mila. Mila telat antar sarapan ke Nyonya hari itu, Nyonya langsung pergi dengan perut kosong. Nyonya nggak sarapan makanya terjadi kecelakaan. Maafkan Mila Nyonya, Mila lalai dalam mengemban tugas.” Mila menjelaskan panjang kali lebar sambil sesegukan. Serly mengerutkan keningnya karena penjelasan Mila. Benar-benar bocah polos bin ajaib. Ia menghela nafas lalu berkata, “Ya ampun Mila jadi kamu pikir gara-gara aku nggak sarapan makanya aku kecelakaan. Ya enggaklah. Kamu tuh salah paham.” Mila menatap kembali ke arah Serly. Sesekali isakan gadis itu masih terdengar. “Sini deh duduk dulu.” Serly menepuk sofa di sampingnya lalu Mila perlahan duduk di samping Serly. “Gini deh, ada hal-hal yang membuat aku kecelakaan, tapi kamu belum boleh tahu sekarang. Nanti kalau sudah waktunya akan aku ceritakan.” “Udah deh nangisnya, pakai tisu dulu.” “Maaf Nyonya, ” ujar Mila, sambil menghapus air matanya dan juga air yang keluar dari hidungnya. Serly hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Mila. Setelah gadis itu tenang, Serly mulai bersuara kembali. “Mil, Kamu tau nggak dua pelayan yang suka bersih-bersih di ruang tamu? Yang dandanannya rada tebal.” “Oh, itu Mbak Dini sama Mbak Dona namanya Nyonya.” “Kayaknya Mas Aldo nggak suka deh sama pelayan itu kenapa ya Mil?” Serly mulai mengorek informasi dari Mila. “Jadi, kemarin Mbak Dini sama Mbak Dona kepergok, ehmmm ... kayaknya lagi menjelekkan Nyonya Serly, saat bersih-bersih kamar Nyonya. Tuan Revaldo langsung marah besar membentak mereka, kita juga takut kemarin, belum pernah Tuan Revaldo semarah itu.” “Oh begitu,” ucap Serly sambil manggut-manggut. “Oke. Sekarang aku ada tugas buat kamu untuk ngawasin si double D kalo ada yang mencurigakan kasih tau aku.” Bukan tanpa alasan Serly menyuruh mengawasi Dini dan Dona karena setahu Serly di kehidupan yang lalu mereka adalah pelayan di rumah Dion dan sifat mereka memang buruk. “Double D tuh siapa ya, Nyonya?" “Dini sama Dona, Mila,” balas Serly. “Ya sudah nanti Mila bakalan mengawasi Mbak double D. Nyonya tenang saja urusan memata-matai Mila jagonya,” ucap Mila dengan matanya yang berbinar. Mila memang sangat senang dengan hal yang berbau mata-mata, agen rahasia ataupun detektif. Dia memang penggemar film seperti itu dan Serly tahu tentang itu. “Oke, jangan sampai ketahuan.” “Siap, Nyonya,” ujar Mila semangat sambil berpose hormat. “Eitsss, sebagai mata-mata kamu harus manggil aku kakak.” “Oke, Kak Serly,” jawab Mila mantap. “Good!" Serly mengacungkan jempolnya. “Ayo sekarang kita pergi. Kamu ganti baju sana yang bagus buat pergi jalan-jalan.” “Ke mana, Kak? Tugas aku bersih-bersih kolam belum dikerjain.” “Masih banyak ART lain. Nanti aku kasih tau yang lain buat bersihin kolam. Kamu juga jangan mau kalau disuruh kerja ini itu. Bilang sama yang lain kalo kamu sekarang asisten pribadi Nyonya Serly jadi yang bisa nyuruh kamu cuma aku. Oke, Mila cantik?” “Siap Kak Serly yang lebih cantik dari Mila.” “Yuk siap-siap.” “Tapi, kita mau ke mana, Kak?” “Nanti juga kamu tau.” Akhirnya Serly dan Mila pergi ke kamar masing-masing untuk bersiap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD