14. Isi Hati

1528 Words
Hari sudah menjelang sore, Serly, Aldo, dan Mama Nita masih asyik berbincang-bincang di ruang keluarga. Ruangan yang cukup luas dan mewah di sana terdapat sofa letter u plus meja, televisi 65 inch, hiasan dinding sesuai tema ruangan, rak yang menyimpan majalah, kemudian tanaman hias yang menambah kesan nyaman di ruang keluarga tersebut. “Mama Cantik mengelola yayasan sosial, kan? Aku ingin nyumbang buat panti asuhan sama panti jompo. Boleh kan, Ma?” Sedari tadi memang Serly bergelayut manja dengan Mama Nita. “Boleh, Sayang.” “Boleh 'kan Mas Aldo yang gantengnya keterlaluan?” Serly lanjut meminta izin suaminya. “Ehmmm, boleh.” “Oke nanti aku siapkan uangnya. Selain uang, aku mau nyumbang pakaian sama alat tulis buat anak panti asuhan sama kebutuhan buat lansia di panti jompo. Nanti Mama bantu aku, ya?” “Iya Sayang nanti Mama serahin datanya, biar bisa kamu pertimbangkan apa saja yang dibutuhkan di panti.” “Siap, Mama Cantik.” Aldo yang melihat dua wanita yang sangat dicintainya sedang mengobrol tentang kegiatan sosial itu tersenyum hangat. “Dalam rangka apa kalau Mama boleh tau?” tanya Mama Nita menatap pada Serly. Wanita itu langsung memeluk mama mertuanya. “Karena aku sudah diberi kesempatan buat hidup lagi. Mama pasti tau 'kan kalau aku—” Ucapan Serly terputus karena menahan tangisnya. Serly sudah menanyakan kepada dokter kondisi yang sebenarnya setelah dia kecelakaan mobil. Meskipun sudah tahu bahwa ia meninggal, tapi ia ingin tahu versi lengkapnya. Akhirnya dengan sedikit memaksa, dokter menceritakannya kepada Serly dan juga Wulan yang pada saat itu ada di ruang rawat. “Iya Mama tau, Sayang,” balas Mama Nita yang juga dengan mata berkaca-kaca. Aldo bingung dengan pembicaraan mereka. Apa maksudnya hidup lagi? Namun, sebelum dia membuka suara. Serly kembali berkata, “Ma, aku ke atas dulu ya, mau mandi. Kamarku yang paling ujung lantai dua 'kan, Ma?” “Iya, Sayang,” ujar Mama. “Oke, Mama. Dadah, Mas Aldo." Serly mencium pipi mama mertua dan juga pipi Aldo. Lalu bergegas pergi ke kamarnya. Aldo tersentak kaget dan Mama Nita hanya tersenyum melihat menantunya yang mendadak berubah manis. Sekarang hanya tinggal Aldo dan mamanya di ruang keluarga. “Ma, apa maksud kata-kata Serly, tadi dia bilang punya kesempatan hidup lagi?” “Ini sebenarnya rahasia antara Mama, Rico, dokter, dan juga perawat yang menangani Serly, tapi sepertinya Serly sudah diberitahu.” Mulailah cerita yang sebenarnya. Setelah kecelakaan, Serly mengalami mati otak, nafasnya sudah terhenti hanya denyut jantungnya yang masih ada, tapi sangat lemah. Saat itu ia dipasangkan ventilator untuk pernafasan dan juga obat-obatan lain untuk menunjang kerja jantung. Dokter dari awal sudah mengatakan mereka harus mengikhlaskan Serly. Tentu yang paling hancur pada saat itu adalah Rico. Pria itu berdoa setiap waktu demi kesembuhan Serly. Selama seminggu Rico mengajak Serly bercerita. Walaupun tidak ada respon. Mama Nita juga jadi kasihan melihatnya. Seminggu kemudian tidak ada harapan lagi bagi Serly, jantungnya sudah tidak berdetak. Organ lainnya juga tidak berfungsi. Akhirnya Serly dinyatakan meninggal dan alat bantu dilepas. Dokter juga telah menetapkan waktu meninggalnya saat itu. Namun, tidak lama, suara jantungnya terdengar lagi, bahkan nafasnya juga kembali. Perlahan otaknya mulai bekerja. Ini suatu keajaiban yang diberikan Tuhan. Ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan ilmu medis. Maka dari itu, kejadian ini dirahasiakan dan untung pemilik rumah sakit adalah RAD Company jadi info tentang Serly sudah diubah dari yang sebenarnya. Serly hanya dinyatakan kritis selama seminggu. Aldo yang mendengar cerita itu sangat terkejut. Dia merasa tidak berguna menjadi suami. Dulu setelah Serly dinyatakan kritis, dia hanya menengok sekali, dua kali tanpa tahu yang sebenarnya. Meskipun ia merasa simpati terhadap sang istri, tapi ia tetap mengutamakan pekerjaannya. Hubungan mereka memang tidak baik saat itu. Namun, sebagai suami, ia yang harusnya memperhatikan istrinya. Aldo berpikir pasti Serly berjuang sangat keras agar tetap hidup. Bodohnya ia tidak tahu hal itu dan mengabaikannya. *** Di ruangan lain terlihat seorang wanita yang sedang asyik menelepon seseorang. “Om Rico, aku udah pulang dari rumah sakit. Sekarang di rumah Mas Aldo. Om, jadi pulang lusa, kan?” “Syukurlah kalo begitu. Maaf belum bisa pulang lusa. Seminggu lagi Om baru bisa pulang.” “Om Rico janji palsu nih. Padahal udah kangen banget.” "Nak, maaf ya di sini lagi memantau produk organik perusahaan kita di pasar Inggris.” Perusahaan Rico yaitu RIMO Company dan juga NCM Company memang bergerak dalam bidang produksi makanan dan minuman organik. “Oke, Pak Bos Rico Marcelino, jangan lupa jaga kesehatan dan pulang dengan selamat.” “Siap, Nyonya Revaldo. Oh iya keponakan kesayangan Om, mau oleh-oleh apa nih?” “Terserah yang penting sampai sini Om harus peluk aku.” “Oke.” “Om, mau nggak aku carikan jodoh? Dulu aku yang suka menghambat jodoh om.” “Astaga Serly, Om udah ketuaan.” “Om nggak kelihatan 45 kok, terlihat masih 30an, masih tampan, dan gagah lagi. Cewek-cewek pasti suka. Asalkan Om kurangi sifat gila kerjanya. Nanti aku pilihkan yang terbaik deh. Ya mau yaaaa ....” “Terserah kamu saja, mana mungkin Om nolak keinginan Nyonya Revaldo.” “Hehehehe." “Hubungan kamu sama suami baik, Ser?” “Lebih dari baik, Om." “Yes! Bentar lagi Om bakal punya cucu.” “Hahaha. Aku pengen punya sepupu dulu dari Om. Ya kali nanti Om duluan punya cucu daripada punya anak.” Tanpa disadari oleh Serly, ternyata Aldo sedang memperhatikan pembicaraan mereka. Aldo sekarang tahu, mengapa Serly menjadikan Om Rico orang nomor satu dalam hati dan ingatannya karena memang beliaulah yang selalu ada di samping Serly, apa pun yang terjadi. Serly sekarang terlihat sangat menyayangi Om Rico. Aldo bersyukur hubungan Om dan keponakan itu membaik. Suatu saat dia juga ingin menjadi orang nomor satu bagi Serly. Kemudian tanpa mengganggu Serly, Aldo melangkah menuju kamarnya. *** Hari sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Aldo baru keluar dari ruang kerjanya. Pekerjaannya sangat menumpuk akhir-akhir ini. Dia kemudian menengok Serly di kamar. Terlihat Serly sudah tertidur dengan damainya. Aldo mendekat lalu melingkarkan tangannya di perut Serly, memeluknya dari belakang, menghirup aroma manis tubuh istrinya. Serly yang merasa terganggu, melekuh, dan membalikkan tubuhnya menghadap Aldo. Kemudian perlahan matanya terbuka, lalu mengerjap lucu untuk melihat siapa di sampingnya. Walaupun sebenarnya dia sudah tahu. Ketika melihat wajah Aldo yang terbaring di sampingnya, tangannya langsung bergegas memeluk Aldo, kepalanya dia sandarkan di d**a bidang Aldo, menghirup aroma maskulin dari suaminya itu. “Maaf,” ucap Aldo ketika mereka masih berpelukan erat. Serly menengadahkan kepalanya dan melihat wajah suaminya yang tampak sendu. “Kenapa?” Serly sedikit bingung atas permintaan maaf suaminya. “Karena aku nggak ada saat masa-masa sulit kamu berjuang untuk hidup. Aku merasa jadi suami yang bodoh dan nggak berguna. Bahkan aku nggak tau kalo kondisi kamu separah itu. Aku malah nggak melakukan apa-apa buat kamu. Aku kecewa sama diri aku. Aku minta maaf ya, Sayang?” Serly menggeleng pelan, lalu berkata, “Tapi, Mas Aldo ada saat aku sadar. Saat aku ketakutan karena nggak tau apa-apa tentang dunia ini. Mas yang jelasin siapa aku, siapa Mas Aldo. Hari itu Mas Aldo yang nungguin aku. Mas Aldo yang meluk aku saat mimpi buruk. Mas Aldo juga yang nemenin aku terapi. Tanpa sadar Mas Aldo udah melakukan banyak hal buat aku. Jadi, Mas nggak perlu kecewa sama diri sendiri.” Aldo kemudian mengecup pucuk kepala Serly. Istrinya sekarang memang manja, tapi pemikirannya dewasa. “Serly, I love you, aku cinta sama kamu. Mungkin ini terlalu cepat, tapi aku ingin kamu tahu itu. Aku nggak mau kamu pergi ninggalin aku. Aku mau memulai dari awal sama kamu, membina rumah tangga bahagia. Kamu mau, kan?” Serly mengangguk dalam pelukan Aldo. "Aku juga cinta sama Mas Aldo, tapi harusnya momen menyatakan cinta romantis, Mas. Gak pas aku baru bangun, wajah sama rambut aku masih kusut, Mas," keluh Serly. “Kusut-kusut gini aja tetap cantik kok.” Aldo mengecup singkat bibir manis Serly. Wajah sang istri tampak bersemu merah karenanya. “Mas, nanti kita beli cincin pasangan lagi ya. Habisnya cincin nikahan kita udah aku buang.” “Apa!?" kaget Aldo. Merasa sang suami akan marah Serly mengecup berkali-kali bibir seksi milik suaminya. “Jangan marah ya, Mas." Serly memasang tampang polosnya. “Gimana bisa marah kalo kamu manis banget kayak gini. Nanti kita beli cincin yang lebih bagus. Kamu mau apa lagi, Sayang?” tanya Aldo sambil mengelus lembut rambut istrinya. “Hem. Aku mau beli baju. Aku lihat baju aku kebuka semua. Itu cocoknya cuma dipakai di kamar buat menggoda Mas Aldo.” Benar juga dulu memang Aldo tidak peduli mau seperti apa Serly berpakaian, tapi sekarang tidak mungkin dia membiarkan Serly keluar dengan baju mini berdada rendah. Membayangkannya saja membuat Aldo kesal. “Oke, besok aku kasih kartu unlimited belanja sepuasnya ya, Sayang.” “Makasih, Mas Aldo sayang. Terus satu lagi, aku mau—kita sekamar.” “Iya, Sayang. Nanti kita pindahin barang-barang kamu ke kamar aku. Cieee, yang nggak bisa jauh-jauh dari suaminya,” goda Aldo. “Emang Mas bisa jauh-jauh dari aku, ini aja Mas nyamperin ke kamar aku.” Aldo menggeleng lalu menjawab, “Aku bisa gila kalo jauh dari kamu.” “Gombal!” “Udah yuk, Sayang, kita tidur.” Mereka pun tertidur sambil berpelukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD