10. Rico Marcelino

1430 Words
Kalau ada pepatah yang mengatakan benci itu bisa jadi cinta, itulah yang dirasakan Aldo sekarang. Buktinya, dia sedang duduk di sofa dengan sang istri yang duduk di pangkuannya. Serly juga tidak lupa mengambil kesempatan dengan bermanja-manja sambil memeluk Aldo. Bagi Serly yang mendengar pengakuan Aldo bahwa mereka tidak akan pisah, membuat dia semakin berharap rumah tangganya kali ini akan terjalin dengan baik dan penuh cinta. “Mas, kenapa sih sampai emosi begitu sama Kak Silvia, 'kan dia jadi takut sama Mas Aldo?” Serly menatap Aldo dengan kedua tangannya melingkar indah di leher suaminya itu. Aldo sebenarnya bingung kenapa dia harus sangat marah atas kata-kata Silvia, padahal awalnya ia memang ingin pisah dari Serly dan baru kemarin dia berpikir ingin tetap bersama Serly. Bisa jadi faktor karena melihat sahabatnya itu tidak ramah pada istrinya padahal tujuan mereka kesana menjenguk istrinya. Mungkin saja itu yang membuat dia terbakar emosi. “Sebagai peringatan aja, jangan sampai ada rumor seperti itu. Lagi pula dia bilang begitu di dekat kamu pakai bawa-bawa cewek lain segala. Tidak sopan kelihatannya,” jawab Aldo. “Kak Silvia sudah minta maaf, Mas. Justru dia bilang mau kasih kalung yang di desain khusus buat aku. Jadi, Mas jangan marah lagi ya,” ujar Serly sambil tersenyum manis di depan Aldo. Sementara Aldo semakin kepincut dengan senyuman manis Serly. Melihat istrinya yang tersenyum seperti itu membuat perasaannya tenang dan bahagia. Aldo sendiri tidak habis pikir dalam dua hari perasaan benci yang dulu dia rasakan terhadap Serly selama hampir tiga tahun berubah menjadi perasaan sayang dan mungkin akan mengarah ke cinta. “Senang deh, Mas Aldo bilang nggak akan pernah pisah sama aku, jadi kita bisa selamanya kayak gini kan, Mas? Aku bakalan berjuang biar Mas Aldo nggak direbut cewek lain, secara ketampanan Mas Aldo di luar batas normal." Aldo kemudian tersenyum mengusap lembut rambut Serly, seketika wanita itu malu dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher suaminya. Aldo hanya bisa terkekeh geli melihat kelakuan menggemaskan istrinya. Momen romantis mereka terganggu karena beberapa pesan di grup yang masuk ke ponsel Aldo. “Siapa, Mas?” “Biasa di grup butuh penjelasan Nathan mengenai anaknya sama calon istrinya.” “Gak nyangka ya, Mas, Kak Nathan sudah punya bayi kembar, aku jadi pengen lihat.” “Kita bisa punya sendiri, Sayang." Aldo menaikkan alisnya menggoda Serly. “Ih apaan sih genit banget." Serly malu-malu sambil memukul d**a Aldo. “Eh, tapi kamu tadi ngeliatin Nathan sampai segitunya tanpa berkedip.” “Gak gitu juga kali Mas, aku berkedip kok. Kak Nathan itu wajahnya familiar jadi aku sambil mikir.” “Familiar? Sama suami aja nggak ingat sama cowok lain bilang familiar. Paling karena dia cakep, kan kamu kayaknya senang banget ngeliatin cowok cakep.” “Iya sih Kak Nathan ketampanannya sebelas dua belas kayak Mas Aldo, tapi karena hati aku udah kepincut sama Mas Aldo, tetap bagi aku Mas Aldo nomor satu. Ibarat kata, walau di luaran sana banyak yang bersinar, tapi bagi aku yang paling bersinar terang bercahaya itu suami aku, Mas Revaldo,” gombal Serly. “Kamu tuh jadi tukang gombal ya sekarang." Aldo mencubit pelan pipi istrinya. Gemas melihat kelakuan istrinya, bagaimana mungkin Serly bisa semanis ini. “Ini bukan gombal Mas, ini fakta!” tegas Serly. Membuat Aldo hanya bisa terkekeh geli. “Ya sudah. Jadi, kamu sudah ingat pernah ketemu Nathan di mana?” “Belum sih, Mas, tapi mungkin sebelum kita nikah aku ketemu dia, hehe,” ujar Serly sambil menampilkan cengiran khasnya. Sebenarnya Serly sudah ingat siapa Nathan tapi ya bukan di kehidupan ini, di kehidupan yang dia jalani dulu. Nathan adalah kolega ayah Serly, bahkan Nathan sempat beberapa kali ke rumah untuk membicarakan bisnis. Dia juga pergi ke acara pernikahan Serly waktu itu. Meskipun hanya beberapa kali bertemu dan mengobrol, menurut Serly, Nathan adalah pria yang terkesan cuek tapi dia peduli akan sesama dan juga bertanggung jawab. "Sepertinya sifat Kak Nathan yang dulu dan sekarang sama, cuek tapi tetap peduli," batin Serly. “Nathan sama kayak kamu,” ungkap Aldo di tengah kediaman Serly. “Sama? Maksudnya?” Serly dibuat bingung. “Berubah tiba-tiba, beda banget sama dulu. Sekarang dia bukan lagi Nathan yang egois dan kasar. Dia berubahnya juga baru akhir-akhir ini sama kayak kamu." Aldo mencolek hidung mungil Serly. “Oh gitu, aneh ya,” balas Serly sembari berpikir. “Mas sebenarnya tau 'kan kalau Kak Nathan sudah punya bayi kembar dan dia mau nikah? Habisnya tadi Mas keliatan nggak kaget,” lanjut wanita itu. “Iya, Mas sudah tau.” “Kenapa nggak kasih tau yang lain?” “Mending orangnya sendiri yang ngasih tau.” Di tengah kediaman mereka suara perut Serly memecah keheningan. “Mas, aku lapar," rengek Serly. “Ini tuh sebenernya terbuat dari apa sih kok bisa nampung makanan banyak banget." Aldo menusuk–nusuk perut Serly dengan jari telunjuk. “Geli, Mas. Bentar lagi malam jadi lapar. Tadi aku nggak makan banyak kok, cuma pagi soto ayam, siang ayam penyet, lanjut habis satu kotak brownies bakar bareng Wulan, jadi masih kuat nampung— sate padang gimana, Mas?” “Hah!?" kaget Aldo. “Ya sudah Mas belikan." Aldo benar-benar baru tahu kalau Serly itu doyan makan, tapi badannya tetap kurus, aneh memang. “Makasih, Mas Aldo baik banget." Serly memeluk mesra suaminya itu. Kecupan kilat dilayangkan Serly di pipi Aldo. Pria itu mematung seketika dan merasa desiran aneh di hatinya. Degup jantungnya juga berpacu di atas normal. “Mas, aku ke kamar mandi dulu ya.” Serly bergegas kabur ke kamar mandi karena malu. "Serly, semoga ini bukan pura-pura, kamu akan selamanya seperti ini," batin Aldo. *** London 01.00 AM Di sebuah kamar hotel mewah terlihat seorang pria dewasa berusia sekitar 40an, sedang tertidur dengan gelisah. Keringat tercetak di dahinya, nafasnya juga tidak beraturan dan dia menggumamkan satu nama. “Serly!!!” teriak pria tersebut, kemudian membuka matanya dan berusaha mengatur nafasnya. “Apa yang barusan aku mimpikan, kenapa Serly menderita seperti itu di mimpiku, kenapa dia disiksa, dibuat menjadi gila dan akhirnya jatuh dari atap, lalu mati bersamaku. Siapa sebenarnya yang menyiksa Serly? Kenapa aku tidak bisa jelas melihatnya? Tidak mungkin kalau itu Aldo. Semoga ini hanya mimpi bukan pertanda buruk akan terjadi.” Pria itu mengambil foto di dompetnya, foto saat dia berusia 20 tahun yang menggendong seorang bayi mungil berusia 3 bulan. “Serly, keponakan kesayangan om,” gumam pria itu. Pria itu adalah Rico Marcelino, pria berusia 45 tahun yang saat ini masih melajang. Bukan karena wajahnya yang tidak tampan, tapi karena terlalu gila kerja, banyak wanita yang tidak akan betah bersamanya. Satu lagi yang membuat ia gagal dalam mencari jodohnya adalah Serly yang selalu menjelekkannya kepada para wanita. Serly keponakan kesayangannya itu sangat membencinya karena salah paham bahwa dia merebut perusahaan ayah Serly. Dia sudah berusaha meluruskan kesalahpahaman itu, tapi sia-sia, Serly dengan sikap keras kepala semakin membangkang, suka keluar malam dan mabuk-mabukan. Dia juga menikahkan Serly dengan Aldo untuk membuat Serly berubah, tapi ternyata tidak berhasil. Rico tahu Aldo sudah lelah dengan Serly dan ingin pisah. Dia juga tidak akan memaksa jika itulah jalan yang terbaik. Dua minggu yang lalu Serly mengalami kecelakaan mobil dan hampir meregang nyawanya. Dokter mengatakan bahwa Serly mengalami mati otak. Mati otak mengacu pada kondisi tidak adanya distribusi darah maupun oksigen ke otak termasuk batang otak, saraf, dan bagian-bagian otak lain yang mengatur aktivitas-aktivitas penghidupan seperti pernafasan dan denyut jantung. Mati otak ini mengakibatkan tubuh hanyalah sekumpulan organ yang dapat hidup melalui alat dari luar. Jika alat itu dilepas, maka tanda-tanda kehidupan pun akan hilang. Begitulah penjelasan Dokter yang Rico dengar. Dokter meminta Rico untuk pelan-pelan mengikhlaskan Serly, tapi Rico tidak bisa. Rico merasa saat itu dunianya hancur karena melihat satu-satunya keluarganya, keponakan kesayangannya yang sudah dia anggap sebagai putrinya sendiri terbaring lemah dengan banyak alat yang menempel ditubuhnya. Nita, mamanya Aldo pun tahu kondisi Serly, tapi dia juga tidak memberitahu ke orang lain termasuk Aldo. Satu minggu Rico menunggui Serly di sana bergantian dengan Nita tanpa harapan yang jelas. Namun, tiba-tiba Dokter dibuat terkejut Serly menunjukkan perkembangan, fungsi otaknya pelan-pelan kembali bekerja, jantungnya kembali berdetak, dia juga kembali bisa bernafas tanpa bantuan alat. Dokter menyebut ini adalah sebuah keajaiban. Rico merasa kembali hidup mendengar itu semua. Meskipun masih dalam keadaan koma Dokter mengatakan bahwa Serly akan segera sadar. Rico sangat bersyukur karena Tuhan mengabulkan doa-doanya, apa jadinya dia jika kehilangan Serly seperti kehilangan kakak dan kakak iparnya. Rico memang ikut mengurus Serly dari kecil karena dulu dia tinggal bersama kakaknya sebelum dia mempunyai usaha sendiri. Rico mengambil ponsel di atas meja mencoba menelepon Aldo untuk mengurangi kecemasan dihatinya akibat mimpi buruknya tadi. “Halo Aldo."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD