12. Kisah Cinta Aldo

1653 Words
Revaldo PoV Hari ini aku harus keluar kota tepatnya ke Bali untuk mengurusi proyek di sana. Ketika aku membuka mata kulihat Serly masih tertidur dengan damai. Untunglah dia sepertinya tidak bermimpi buruk, wajah tidurnya pun sangat cantik. Setelah itu, aku langsung bergegas masuk ke kamar mandi. Tak lama, aku keluar dari kamar mandi dan melihat Serly sedang menangis dengan memegang ponselku, apa yang terjadi? Pikirku saat itu. Ternyata yang menelepon adalah Om Rico dan Serly menangis hanya karena rindu dengan sang paman. Sekarang memang Serly sangat cengeng, tapi tampak menggemaskan. Setelah menangis, lalu terdengar Serly menggombali Om Rico. Aksi gombalnya berakhir ketika mendengar dehemanku. Om Rico ternyata tidak ada perlu denganku, mungkin dia hanya ingin mendengar kabar Serly hingga menghubungiku. Aku melihat ekspresi Serly sangat bahagia. Tampak dari cara bicaranya dia sangat menyayangi Om Rico, tapi mengapa dulu dia terlihat sangat membencinya. Entahlah aku juga tak tahu. Awalnya aku hanya mau menggoda bagaimana pendapatnya tentangku, tapi tidak disangka ia mengakui perasaannya padaku. “Mas pernah bilang 'kan tidak akan pisah dariku, tapi aku belum tenang kalau tidak mengatakan ini, sebenarnya aku—aku menyukai Mas Aldo, bukan hanya karena ketampanan, tapi juga perhatian yang Mas berikan. Jantungku selalu berdegup kencang setiap kali berhadapan dengan Mas Aldo. Aku ingin Mas Aldo yang menjadi cintaku dan kunci kebahagiaanku di masa depan. Jadi, maukah Mas Aldo berusaha memaafkanku? Melupakan yang lalu dan memulai dari awal denganku? Dengan Serly Novianti Marcelia yang berdiri di hadapan Mas Aldo saat ini,” tutur Serly tanpa ragu. Belum sempat aku menjawabnya, mukanya berubah menjadi merah, kuyakin ia malu, lalu Serly langsung memelukku erat, menyembunyikan wajahnya di dadaku. “Mas, jangan jawab sekarang ya. Aku belum siap ditolak. Nanti aja Mas jawabnya kalau udah bisa nerima aku. Aku tau Mas masih ragu.” Aku mengangkat kepalanya, meminta dia menatap mataku. “Tau dari mana aku bakalan nolak kamu sekarang?” tanyaku, sembari menggodanya. “Jadi, Mas bakal langsung nerima aku.” Matanya tampak berbinar. “Ya nggak juga sih pikir-pikir dulu.” Aku ingin tertawa melihat ekspresi cemberutnya. “Aku senang sama pengakuan kamu,” lanjutku. “Kalau senang peluk lagi dong, Mas," pintanya dengan nada manja. Aku merentangkan tanganku, dia memeluk pinggangku erat, menyandarkan kepalanya di dadaku, sedangkan aku juga memeluknya tak kalah erat, mengecup pucuk kepalanya. Rasanya sangat nyaman, walau detak jantungku menggebu-gebu. Keromantisan kami berakhir ketika mengingat aku harus segera berangkat ke bandara. Kenapa di saat seperti ini aku harus ada pekerjaan di luar kota. Sial! Kalau aku tidak berangkat sekarang mungkin aku akan telat, tapi meninggalkan istriku yang manis ini rasanya tidak rela. “Sayang, kamu tau aku harus ke Bali, ada rapat penting hari ini.” Aku mengelus pipinya dengan lembut. “Mas, mau berangkat sekarang? Aku ingin ikut. Nanti kalau aku kangen, gimana? Aku nggak bisa meluk Mas Aldo.” Dia berkata sambil memajukan bibirnya yang mungil, tapi seksi. Rasanya aku ingin mencicipi bibir itu. Namun, harusku tahan karena akan membuatku enggan untuk pergi. “Kamu masih ada pemeriksaan dari dokter. Nanti Wulan bakalan menemani kamu. Besok aku langsung jemput pulangnya. Kalau aku selesai rapat, nanti aku video call. “Janji ya, Mas. Nanti kalau sudah sampai di Bali, jangan lupa chat aku.” “Iya Sayang, aku berangkat dulu.” “Hati-hati, Mas,” ucapnya sambil mencium telapak tanganku. Seorang Revaldo adalah orang yang dingin, walau begitu ketika jatuh cinta akan menjadi hangat. Aku sudah beberapa kali berpacaran dari zaman SMA. Hanya satu kali aku tulus mencintai seorang wanita. Dulu aku pernah berprinsip, akan menerima wanita yang mengejarku dan mencintaiku terlebih dahulu, lalu aku akan berusaha balik mencintainya. Meski banyak yang mengejarku waktu itu, tapi aku tidak pernah selingkuh. Aku memilih wanita yang kemungkinan aku akan menyukainya jika menjalin suatu hubungan. Tipe idealku adalah wanita yang cerdas, masalah dari keluarga mampu atau tidak, aku tak peduli. Aku berpikir wanita cerdas yang mengejarku dan mengatakan mencintaiku, tidak akan pernah selingkuh atau mengkhianatiku. Namun, perkiraanku salah, mereka akan tetap selingkuh, walau mereka mengatakan sangat mencintaiku. Alasan dari mereka sendiri, aku kurang perhatian karena terlalu sibuk. Bukankah mereka bilang sangat mencintaiku harusnya mereka memaklumi kekuranganku dalam hal ini. Mungkin benar sikapku kurang perhatian, tapi kalau mereka tidak suka, harusnya mereka katakan kepadaku ataupun langsung meminta putus, bukannya malah berselingkuh dan masih memakai uangku dengan selingkuhan mereka. Itu sama saja mereka mencintai uangku. Aku termasuk cowok yang loyal akan uang, pacarku dulu bisa menikmati kartu kreditku secara cuma-cuma. Ternyata mereka bukan cerdas, tapi licik. Setelah itu prinsipku berubah aku harus mencari seorang wanita yang benar-benar aku cintai dan dia bisa balik mencintaiku juga menerimaku apa adanya. Ternyata aku menemukannya namanya Melly, dia dulu sekretarisku. Ia mandiri, ramah, sederhana, dan pintar. Aku berusaha mengejarnya dan aku berhasil mendapatkannya. Dia menerima pernyataan cintaku. Dia adalah satu-satunya wanita yang mendapatkan pernyataan cinta dariku. Aku sangat mencintainya, aku juga selalu berusaha untuk perhatian kepadanya. Ketika ia tidak ikut bertugas di luar kota atau luar negeri, aku selalu menyempatkan diri untuk menghubunginya. Dia sangat profesional dalam bekerja, walau dia kekasihku. Dia tidak pernah menggunakan kartu unlimited-ku untuk keperluan pribadinya. Benar-benar wanita yang sederhana. Aku juga sudah memperkenalkannya kepada Mama. Setelah setahun menjalin kasih aku berniat melamarnya, Mama juga bahagia karenanya. Ketika lamaran itu berlangsung, dia menangis dan meminta maaf karena tidak bisa menerima lamaranku. Sebenarnya dia tidak mencintaiku. Dia masih mencintai mantan pacarnya yang pergi melanjutkan kuliah S2-nya di luar negeri. Mantan pacarnya sudah kembali dan mereka menjalin hubungan selama tiga bulan di belakangku. Pantas saja selama tiga bulan ini ia seperti menghindar dariku. Betapa bodohnya aku. Dulu saat pertama kali aku memintanya menjadi kekasihku, dia juga tidak memiliki perasaan kepadaku. Melly menerimaku karena takut akan ada masalah dalam pekerjaannya atau keluarganya. Apa dia berpikir aku orang yang akan menghancurkan pekerjaan dan keluarga seseorang karena seseorang itu menolakku? Aku tidak mengerti jalan pikirannya. Aku sangat marah, tapi hanya marah dalam diam. Aku tidak bisa menyakiti orang yang aku cintai. Melly meminta maaf dan memilih resign. Dia pindah bekerja di perusahaan kekasihnya. Aku merasa sangat terpuruk karena tidak bisa melihatnya lagi. Harapanku memiliki kehidupan rumah tangga bahagia dengannya telah hancur. Bagiku semua ini dikarenakan terlalu mencintai seseorang. Kisah percintaanku yang lama tidak seburuk ini, walau mantan kekasihku selingkuh, aku hanya kesal dan akhirnya aku lupakan mungkin karena mereka yang mengejarku. Namun, tidak dengan Melly, aku mengerjarnya, tulus mencintainya, setelah itu apa yang aku dapat, hatiku benar-benar hancur karenanya. Apalagi setelah kabar Melly akan menikah dengan kekasihnya. Apa aku harus datang menghancurkan pernikahannya? Itu semua tidak mungkin aku lakukan karena alasan mencintainya, aku tidak ingin merusak kebahagiaannya. Beberapa bulan kemudian aku dijodohkan dengan Serly Novianti Marcelia. Aku setuju karena mamaku setuju, toh aku sudah tidak niat akan cinta dan pernikahan. Ternyata Serly adalah orang yang kurang ajar, aku menyesal menerimanya dulu. Yang lebih parah lagi ia ingin merusak reputasi dan menjatuhkan perusahaanku. Begitulah pemikiranku selama tiga tahun menjalani pernikahan. Namun, setelah 3 hari dia sadar dari koma akibat kecelakaan, aku merasa sesuatu yang aneh dalam diriku. Aku tau perasaan apa itu, tapi aku berusaha untuk menepisnya dan ternyata tidak bisa. Saat berjauhan sebentar pun aku selalu memikirkannya. Contohnya saat ini, aku sudah tiba di Bali untuk rapat membicarakan soal proyek. Rapat akan dimulai sebentar lagi, tapi aku masih sibuk melihat pesan yang dikirimkan Serly. Dia mengirimkan foto-fotonya yang diambil hari ini, mulai dari dia yang sedang sarapan, makan siang, makan puding, makan kue, astaga semuanya tentang makanan, tapi hal ini membuat perasaanku menghangat. Fotonya dengan wajah polos dan pakaian rumah sakit tetap memberikan kesan cantik dan manis. Ada satu foto Serly yang tersenyum cerah di kamera dengan tulisan kalau dia merindukanku. Tidak dapat dipungkiri aku juga merindukannya. Suara deheman mengalihkan aktivitasku dari menscroll foto Serly. “Ehm, Bos rapatnya harus di mulai jangan ngeliatin foto istri mulu,” bisik Joe. Pria itu adalah orang kepercayaanku sekaligus asistenku. “Oke. Mari di mulai rapat hari ini." *** Rapat berjalan dengan lancar dan hasilnya pun baik. Aku makan malam bersama rekanku di sini. Sesudahnya aku kembali ke kamar hotel membersihkan diri kemudian bersiap untuk melakukan video call. “Halo, Sayang. Gimana hari ini?” Serly terlihat cantik dengan rambut sedikit berantakan, mukanya sudah mengantuk, mungkin karena sudah menunjukkan pukul sepuluh malam di sana. “Mas, kenapa lama banget aku nunggu sampai ngantuk nih.” Mukanya ditekuk, tapi itu terlihat manis di mataku. “Iya tadi ada makan malam bersama dulu. Maaf ya.” “Oke nggak masalah. Mas Aldo aku kangen," “Oh ....” “Kenapa cuma bilang Oh. Mas Aldo nggak kangen aku memangnya?” “Gimana ya?” Aku pura-pura berpikir. “Mas Aldo nyebelin! Ya udah besok aku nggak mau pulang bareng Mas Aldo. Aku mau pulang bareng Wulan aja ke rumahku.” “Kok gitu, iya aku kangen kok, apalagi lihat foto kamu jadi tambah kangen.” Sebenarnya aku tidak pernah bilang kangen seperti ini pada mantan-mantanku. Dengan Melly pun seingatku tidak karena dia perempuan yang mandiri, tidak pernah bermanja-manja terhadapku. Ada mantanku yang terlihat manja, tapi aku tidak terlalu memedulikannya. Berbeda dengan istriku sekarang yang sangat manja. “Hehe. Aku cuma bercanda Mas. Aku tungguin kok besok. Mas nyanyiin aku lagu dong buat pengantar tidur. “Apa!? Kamu jangan aneh-aneh dong Serly.” “Mas Aldo gak asyik nih." “Ya sudah sana tidur, good night Sayang.” “Good night Mas Aldo tampan.” Aku hanya bisa tersenyum dan menutup video call kami, lalu aku menaruh ponselku di atas meja. Sebelum aku sempat merebahkan badanku di ranjang, aku mendengar bunyi di ponselku sepertinya itu pesan masuk. Aku mengambilnya ternyata dari Serly. Serly: Mas Aldo jangan lupa mimpiin aku ya. Aku tersenyum dan sedetik kemudian aku menjadi panas dingin setelah melihat foto yang dia kirimkan. Foto selfie dengan muka polos menggoda, kancing atas bajunya dibuka dan diturunkan memperlihatkan leher jenjang dan bahunya yang putih mulus, lalu yang paling membuatku pusing, belahan dadanya yang cukup besar dan padat terekspos begitu saja. Serly, bagaimana aku bisa tidur kalau kamu mengirim foto seperti ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD