5. Mimpi Buruk

1096 Words
Selesai makan, Serly meneguk air putih sambil melirik suaminya. Wanita itu masih penasaran ini sebenarnya di mana? Tapi, kenapa ada pria bak pangeran negeri dongeng di sini. “Mas Aldo," panggil Serly. “Hem.” “Sekarang aku boleh nanya?” “Hem.” Aldo terus bergumam sambil menatap layar laptopnya. “Nama lengkap sama umur aku berapa?” "Serly Novianti Marcelia 25 tahun.” "Nama dan umurku sama persis sebelum aku meninggal," batin Serly. “Orang tuaku siapa? Sekarang di mana mereka?” Aldo yang sedang fokus dengan laptopnya mengalihkan pandangannya kepada Serly. “Orang tuamu Bapak Nicholas dan Ibu Nabila, mereka sudah meninggal sejak kamu SMA,” ungkap Aldo hati-hati. "Ternyata orang tuaku meninggal sejak aku SMA bukan saat aku berumur 22 tahun, aku kira masih bisa bertemu Ayah dan Bunda lagi, tapi ternyata tidak," batin Serly. “Terus bagaimana dengan Om Rico?” Aldo cukup heran mendengar pertanyaan Serly. Tadi sepertinya istrinya itu lupa semua, tapi sekarang ia ingat Om Rico. Apa dia pura-pura lupa? “Kamu ingat Om Rico?” tanya Aldo dan Serly hanya mengangguk dengan tampang polosnya. “Om Rico di London, dia sempat menjagamu saat kritis, tapi setelah kamu melewati masa kritis dia kembali ke London. Aku telah mengabarinya kalau kamu sudah sadar dan baik-baik saja." "Syukurlah Om Rico baik-baik saja, aku ingin cepat-cepat bertemu dengannya," batinnya. "Kalau dipikir ini dunia yang berbeda. Jangan-jangan ini seperti novel yang aku pernah baca saat remaja dulu, ya aku pernah baca novel tentang ... apa ya namanya?” tanya Serly dalam benaknya. Ia mencoba mengingat. "Aku ingat, tentang Dunia Paralel, kehidupan lain yang berjalan sejajar dengan kehidupan realita, tapi tidak ada yang tahu karena masih sebuah misteri. Sudahlah, yang jelas aku harus lebih banyak bersyukur karena sudah diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki hidup. Aku harus melindungi orang-orang yang aku sayangi sekarang dan tidak boleh salah langkah seperti dulu," batin Serly menyemangati dirinya. Aldo hanya menatap heran ekspresi sang istri, sesekali kening wanita itu mengernyit, seperti berpikir keras. Entah apa. “Mas, aku dirawat kenapa ya?” “Kamu kecelakaan mobil. Aku heran menurut keterangan kamu menyetir dengan kecepatan sangat tinggi. Sebenarnya kamu mau ke mana waktu itu?" Aldo tak habis pikir. Istrinya seperti menantang maut. Serly menopang wajah dengan tangannya. "Aku juga heran, Mas. Kenapa tidak ingat, ya?" Aldo mendelik malas ke arah istrinya itu. Percuma saja dia menanyakan, sepertinya benar lupa. Kalau tidak, mana mungkin sikap Serly sangat berubah. Serly berpikir, ternyata ia kecelakaan mobil bukan jatuh dari atap RSJ. Kemungkinan besar dirinya di sini tidak gila. Serly kembali merasa bersyukur. “Kamu mau tanya apa lagi?” Aldo yang melihat Serly diam, mulai bersuara. “Mas Aldo umur berapa?” Sekarang waktunya mencari informasi tentang sang suami. “32 tahun.” “Terus, Mas Aldo kerja di mana?” “RAD Company.” “Wow! Bukannya itu perusahaan di bidang perhotelan yang terkenal ya Mas, kalo nggak salah masuk top 5 se-Asia, kan? Selain hotel juga ada pusat perbelanjaan sama yayasan sosial.” “Hem.” “Mas kerja jadi apa di sana?” “CEO.” Serly terdiam mematung dengan mulut sedikit terbuka. Bodohnya dia lupa nama CEO RAD Company adalah Revaldo. “Sekarang cepat tidur!” titah Aldo. “Baik, Mas.” Serly tersenyum canggung, lalu merebahkan dan menyelimuti dirinya sendiri. Dalam hati dia berdoa semoga kejadian hari ini bukan hanya mimpi. *** Serly PoV Alam mimpi Mataku terbuka menatap layar besar di depanku. Layar tersebut menampilkan sosok diriku yang tentu berbeda dari diriku di kehidupan dulu. Hatiku terasa sakit, tanpa sadar air mataku menetes ketika melihat diriku di sana membentak seseorang yang sangat aku sayangi. Ya, aku membentak Om Rico. Bagaimana mungkin aku bisa menuduh Om Rico mengambil perusahaan ayah, padahal Om Rico hanya melakukan merger agar perusahaan tidak mengalami kebangkrutan akibat meninggalnya Ayah. Aku melihat diriku dengan pakaian tidak pantas, dandanan tebal mencolok saat pergi keluar rumah dan aku juga sering mabuk-mabukan di club malam. Aku sering kali membentak para ART di rumahku terutama Bi Surti yang ikut mengurusku dari kecil dan Wulan teman sepermainanku serta sahabat sejatiku dulu. Aku berharap ini hanya halusinasiku. Namun, ternyata ini adalah ingatan tubuh ini. Aku terus memukul-mukul dadaku dan menangis. Kenapa bisa diriku melakukan hal tercela dan tidak bermoral seperti itu? Hatiku kembali teramat sakit menatap nanar layar itu lagi. Ketika aku menikah, aku tidak berubah malah semakin terlihat tidak sopan dan kasar. Aku sering membentak Mas Aldo, suamiku dan juga menghina Mama Nita, ibu mertuaku. Aku tidak menyukai Mas Aldo karena dia adalah orang yang dijodohkan Om Rico denganku. Mas Aldo sering memperingatkanku, tapi akhirnya dia bosan dan tidak memedulikanku lagi. Hal yang membuat aku merasa teriris adalah saat aku melihat Dion menghasutku untuk menjatuhkan perusahaan suamiku, lalu aku menyetujuinya. Di mulai dengan aku mabuk-mabukan di pesta perusahaan dan menggoda kolega suamiku, membuat suamiku sangat malu. Aku juga berencana mencuri dokumen-dokumen milik suamiku dan memberikannya kepada Dion, untunglah itu belum terjadi karena aku mengalami kecelakaan mobil. Meskipun ini bukan sepenuhnya diriku, tapi anehnya aku merasakan bahwa itu aku. Dadaku sakit seperti tertusuk dengan puluhan pisau yang amat tajam, bagaimana bisa aku berlaku seperti itu kepada orang-orang yang harusnya aku sayangi. Om Rico, Mas Aldo, Bi Surti, Wulan, Mama Nita dan lainya, apa kalian bisa memaafkanku? Apa ini karma? Apa kehidupanku di dunia ini mempengaruhi kehidupanku yang lama membuat aku tersiksa selama tiga tahun, kemudian mati? Aku menangis. Namun, setelahnya aku merasa dekapan hangat seseorang pada tubuhku. *** Aku kembali tersadar. Saat aku membuka mata, aku melihat tatapan kekhawatiran di mata Mas Aldo, suamiku. Dia mendekapku erat. Aku menangis dan menyembunyikan wajahku di dadanya. “Serly, kamu kenapa? Apa kamu mimpi buruk?" Mas Aldo terdengar panik. “Aku sebenarnya orang jahat ya, Mas. Sikapku kurang ajar sama Mas Aldo, Om Rico, dan yang lainnya ....” Suaraku tercekat karena tangisanku. “Mas Aldo pasti benci aku. Om Rico, Bi Surti, Wulan, Mama Nita dan yang lain juga pasti nggak suka sama aku." Mas Aldo mencoba mengangkat kepalaku, aku menatap iris gelap pria itu dengan masih sedikit terisak. Diusapnya pelan kedua pipiku yang basah dengan tangan hangatnya. “Maaf." Aku tahu bukan sepenuhnya diriku yang melakukan itu, tapi aku merasa harus meminta maaf. Mas Aldo tersenyum sangat tipis kepadaku, tapi itu terkesan sangat tulus. “Ya, aku maafkan. Sekarang tidur lagi, masih tengah malam. Jangan lupa baca doa." Aku mengangguk dan Mas Aldo ikut membaringkanku. Aku memejamkan mata dan merasa kecupan hangat di keningku. Setelah itu aku tak tahu karena aku sudah terlelap dengan damai. Dalam hati aku bersyukur, di kehidupan ini aku bisa merasakan memiliki suami seperti Mas Aldo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD