6. Bertemu Wulan

1127 Words
Sinar matahari masuk melalui celah jendela di ruang rawat Serly. Wanita itu kembali terbangun, lalu mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan pencahayaan di ruangannya. Saat Serly mengedarkan pandangan, ia melihat sesosok pria tampan sedang bercermin memperbaiki kemejanya. Siapa lagi kalau bukan Aldo, suaminya. "Sepertinya dia akan pergi ke kantor, tidak mungkin dia menungguku terus, apalagi dia CEO perusahaan besar," batin Serly. “Mas Aldo, mau aku bantu pakaikan dasi?” Serly menawarkan ketika melihatnya sedang mengambil dasi. Lumayan bisa memandang wajah suaminya dari dekat. Serasa mendapat vitamin di pagi hari. Aldo melirik ke arah Serly dan menatap heran. “Ternyata kamu sudah bangun. Memangnya kamu bisa?” “Bisalah, sini-sini aku pakaikan.” Serly berjalan ke arah suamiku, lalu mengambil dasi dari tangan pria itu. Serly berjinjit sedikit untuk menyesuaikan tingginya dan dengan telaten ia memakaikan dasi melingkar di kerah kemejanya. Tak perlu waktu lama simpulan dasi yang rapi pun terbentuk. Serly menatap Aldo lalu memamerkan senyum manisnya. Dulu Serly benar-benar belajar menjadi istri yang baik. Belajar mengurus rumah tangga dengan baik. Namun, kenyataan pahit, rumah tangganya terdahulu hanya sebuah ajang balas dendam. Serly sekarang bertekad bisa merealisasikan pembelajarannya. Lalu, menjadi istri yang baik untuk Aldo. "Gimana, Mas? Hebat, kan aku? ” Memuji diri sendiri sedikit sepertinya tidak apa-apa. “Hem, lumayan.” Bibir Serly mengerucut, sedikit kesal karena hanya dikatakan lumayan. Namun, beberapa detik kemudian Aldo mengusap pucuk kepala istrinya itu, lalu tersenyum tipis. "Suamiku sepertinya berbakat merusak kerja jantung. Jantungku benar-benar berdegup kencang. Pipiku memanas, aku yakin sedang merona sekarang," batin Serly. Dia yang salah tingkah karena malu, dengan cepat mengambil jas Aldo dan membantu memakaikannya. Serly memandangi tampilan suamiku. Bagaimana bisa pria itu selalu terlihat perfect. “Serly, sebentar lagi Wulan datang membawakan kamu sarapan. Nanti siang aku balik lagi ke sini buat menemani kamu terapi. Oke, aku berangkat dulu ke kantor," pamit Aldo. Sekarang pria itu mulai berbicara panjang. Tidak irit seperti kemarin. Mungkin karena kejadian dini hari tadi. “Mas memangnya sudah sarapan? Kalau Mas balik lagi nanti siang, apa tidak merepotkan?” “Aku nanti sarapan di dekat kantor saja. Tidak apa-apa aku juga tidak ada rapat siang ini.” “Oke kalau gitu, hati-hati di jalan ya, Mas.” Serly mengambil telapak tangan Aldo dan mencium punggung tangannya. Suaminya itu terdiam sesaat, tapi setelahnya Serly merasa kecupan di keningku. Degup jantung wanita itu semakin cepat seiring berjalannya Aldo keluar dari ruangan. "Sepertinya aku juga harus mencari Spesialis Kardiologi untuk memeriksa jantungku," benak Serly. Bicara soal Wulan, di kehidupan Serly yang lalu, dia adalah sahabat Serly dari SMA. Juga merupakan kopanakan Bi Surti, ART di kediaman Marcelino. Awalnya Wulan hanya tamatan SMP dan ingin menjadi ART mengikuti Bi Surti. Namun akhirnya, ayah Serly membiayai sekolah Wulan agar masuk SMA. Serly dan Wulan belajar di sekolah yang sama. Saat kuliah pun Serly juga mengajak Wulan, tapi gadis itu menolak karena ingin fokus melakukan hal-hal yang ia suka. Wulan gadis manis yang pandai membuat kue. Kue-kue buatan Wulan sangat enak mulai dari jajanan pasar sampai cake ia bisa membuatnya. Serly juga sering membantunya. Mereka mempunyai usaha kue kecil-kecilan yang keduanya promosikan di media sosial. Pesanan-pesanan online terus berdatangan dari kalangan remaja sampai ibu-ibu komplek. Serly akan selalu tersenyum mengingat kebersamaan dengan Wulan. Kesenangan bersama Wulan berakhir saat Serly mengajak untuk tinggal di kediaman Dion. Karena tidak tega melihat Serly disiksa, Wulan ingin membantu Serly kabur. Namun, mereka tertangkap oleh bodyguard Dion. Serly dikurung selama tiga hari tanpa diberi makan dan minum. Awalnya ia tidak tahu nasib Wulan, tapi setelahnya ia mendengar dari ART di sana kalau Wulan dianiaya dan diperkosa oleh bodyguard-bodyguard Dion. Kemudian sahabatnya itu dibuang ke jurang. Hati Serly bagai teriris ketika mendengar itu. Serly ingin mencarinya, tapi ia tidak bisa pergi dari sana. Ia hanya bisa mendoakan Wulan dan berharap suatu saat mereka bisa bersama lagi melalui hari-hari yang menyenangkan. Sementara itu, sesuai ingatan yang Serly lihat melalui mimpi, ia dan Wulan mempunyai hubungan yang berbeda dengan kehidupan lama. Wulan tidak melanjutkan SMA bersama Serly. Wulan juga tidak mempunyai usaha kue bersama Serly. Intinya mereka tidak dekat Wulan hanya seorang ART keponakan Bi Surti sejak Serly mengenyam bangku SMA, juga Serly sangat sering memarahinya. “Apakah Wulan membenciku?" Serly bingung, bagaimana reaksi yang harus ia tampilkan ketika bertemu Wulan nanti? Ingin memeluk, meminta maaf, dan menceritakan kesedihannya, tapi itu pasti akan terasa aneh untuk Wulan di kehidupan ini. Setelah lama berkutat dalam pikiran sendiri. Serly mendengar ketukan di pintu ruang rawatnya. "Apa itu Wulan? Bagaimana ini?" paniknya. “Masuk,” ucap Serly dari dalam ruangan. Saat pintu dibuka terlihat sosok yang selama ini ia rindukan Wulan Anggraeni, sahabatnya. “Selamat pagi, Nyonya. Saya membawakan sarapan Anda dan beberapa keperluan Anda di sini," salam Wulan sekaligus mengungkapkan apa yang ia bawa. Ucapannya persis seorang pelayan kepada majikannya. Serly tak suka itu. Serly tidak bisa menahannya, apalagi ketika memandang wajah Wulan. Air mata tak terbendung lagi, dia menangis. Wulan melangkah ke arah majikannya itu dan tampak cemas. “Nyonya kenapa? Apa Anda sakit? Saya akan panggilkan Dokter." Serly menggeleng pelan dan langsung memeluk Wulan erat. “Wulan, maafkan aku—aku yang dulu, tidak bisa melindungi kamu.” Mungkin Wulan akan bingung dengan ucapannya, tapi Serly sudah terlanjur sangat merindukan dan ingin meminta maaf kepada gadis itu. “Wulan jangan benci aku …," lirih Serly. Ia juga merasakan Wulan mengusap punggungnya pelan. “Saya tidak benci Nyonya. Saya sebenarnya tidak tahu Nyonya minta maaf karena apa, tapi saya akan memaafkan Nyonya,” balas Wulan. “Ya sudah sekarang Nyonya sarapan dulu. Ini Bi Surti buatkan soto ayam untuk Nyonya, mumpung masih hangat, saya siapkan ya,” lanjutnya. Serly melepas pelukan dan menghapus air matanya. Wulan selalu sebaik ini. Namun, ia merasa aneh sekali dipanggil Nyonya, dirinya belum tua walaupun sudah menikah. “Wulan, aku ingin dipanggil Serly tanpa embel-embel nyonya, kita ‘kan seumuran.” “Kalau begitu saya panggil Nona Serly saja ya.” “Serly aja Wulan! Pokoknya tidak ada bantahan. Kalau membantah kena hukum.” Serly mulai menggunakan kekuasaannya. “Baiklah, Serly.” Ragu-ragu Wulan memanggil nama majikannya. Kenapa Serly sangat berbeda. Seperti orang lain, tapi tak terlalu asing. “Gitu dong, hehe.” Serly merasa puas, senyum manisnya terbit dan dibalas senyuman tak kalah manis dari Wulan. Lalu, waktu yang ditunggu-tunggu Serly telah tiba yaitu menyantap soto ayam buatan Bi Surti. "Jadi kangen Bi Surti," ungkap Serly sembari melahap makanannya. Wulan heran mengapa majikan agak rakus sekarang. Mungkin karena dua minggu koma, pikirnya. "Wulan, kamu sudah punya cowok?" tanya Serly santai. Wulan mengernyit bertanya kembali dalam benaknya kenapa majikannya jadi bersahabat begini. "Belum, Serly." "Kasian deh." Mendengar jawaban Serly ini, Wulan merasa tersindir. Sepertinya majikan yang sok dekat ini tidak mudah. Wulan tahu Serly hilang ingatan, tapi dia tak menyangka Serly berubah seperti ini. "Mungkin otaknya rada geser," batin Wulan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD