Bab 4 - Mengulang Ciuman

1630 Words
Pada akhirnya, Bina bersedia menjadi pacar pura-pura sepupunya. Mereka kemudian makan malam, pulang lalu mandi. Setelah sama-sama siap, mereka berangkat menuju kelab malam yang menjadi tempat Niko janjian dengan Velia untuk bertemu. “Kenapa harus di kelab malam, sih?” tanya Bina saat dirinya dengan Niko sedang antre untuk masuk ke sebuah kelab malam yang cukup populer. Antrean cukup panjang karena dengar-dengar malam ini ada DJ terkenal yang akan menjaga energi lantai dansa untuk tetap hidup. Penjaga keamanan pintu tampak sibuk menyeleksi antrean. Dua pria berbadan besar itu tentunya sudah berpengalaman sehingga bisa menilai mana yang diperbolehkan masuk dan mana yang tidak layak untuk menghabiskan waktu di kelab. “Enggak tahu nih, padahal gue udah ngatur tempat di kafe. Dia malah seenaknya tiba-tiba ganti tempat,” jawab Niko. “Mau pulang lagi, tanggung. Apalagi gue udah bawa lo,” tambahnya. “Ya udah gue jabanin aja. Toh sebentar doang. Lo nggak keberatan, kan?” tanya Niko kemudian. “Kalau keberatan, aku nggak mungkin antre di sini. Penasaran juga suasana kelab malam kayak gimana.” “Lo bercanda, kan?” tanya Niko. “Lo nggak pernah?” “Sirkel pertemanan aku anak rumahan semua. Paling banter itu tempat karaoke. Ini pun kalau ada acara kantor aja. Enggak pernah tiba-tiba ke karaoke kalau nggak habis makan malam kantor,” jelas Bina. “Jadi di usiaku yang udah lewat dari seperempat abad ini … bisa dibilang mainku kurang jauh,” tambahnya. “Gila. Gue nggak tahu soal ini. Tapi bagus, sih. Pergaulan lo terjaga. Enggak sembarangan,” kata Niko. “Tapi lo punya pacar?” “Bisa dibilang punya, walaupun aku merasanya nggak punya.” Niko mengernyit. “Kok gitu? Rencananya gue mau jelasin baik-baik kalau malam ini gue pinjem lo dulu.” “Pinjem? Dikira aku barang, Kak?” “Maksudnya, gue yakin dia bakal keberatan lo jadi pacar pura-pura gue. Sekalipun kita ini sepupuan. Jadi buat menghindari dia marah karena salah paham, gue bersedia jelasin. Takutnya hubungan kalian jadi bermasalah gara-gara gue.” Niko melanjutkan, “Tapi kalau dia nggak tahu, itu lebih baik, sih. Enggak usah jelasin nggak apa-apa. Toh ini beneran sebentar doang.” “Enggak apa-apa. Nanti aku bilang sendiri kalau aku pergi ke kelab sama cowok,” kata Bina. “Jujur ya, belakangan aku berusaha mutusin dia, tapi dia-nya nggak mau terus.” Bina melanjutkan, “Jadi kalau ini bisa sekalian bikin kami putus … aku bakalan bersyukur banget. Intinya aku sengaja mencari masalah supaya dia mau putus.” Niko mengernyit. “Kok gitu?” Namun, Bina belum sempat menjawab karena secara otomatis pembicaraan mereka berhenti karena mereka lolos antrean sehingga diperbolehkan masuk ke kelab. Tentu saja suara dentuman musik langsung terdengar saat mereka masuk, tapi Niko menahan Bina selama beberapa saat lantaran penasaran pertanyaannya belum terjawab. Pria itu bahkan sengaja mengajak Bina ke tempat yang lebih nyaman untuk mengobrol sebentar. “Sori Bina, gue telanjur penasaran. Kenapa lo sengaja nyari masalah supaya bisa putus dari pacar lo?” “Soalnya semakin dijalanin, semakin nggak nyaman. Permintaannya itu aneh-aneh, padahal pacaran juga belum lama.” “Contoh permintaan aneh-anehnya?” tanya Niko lagi. “Contohnya … pas tahu bapak sama ibu lagi ke luar kota, dia maksa pengen menginap. Apa-apaan coba?” ucap Bina. “Dia juga pernah ngajak aku mampir ke kosannya padahal itu kosan khusus cowok semua. Ya aku nggak mau-lah.” “Gila, berani banget,” balas Niko. “Berengsek memang, putusin aja cowok kayak gitu.” “Makanya aku ngajak putus tapi dia nggak mau terus. Aneh.” “Kamu kenal cowok se-redflag itu dari mana, sih, Bin?” “Temanku yang kenalin. Aku juga tadinya nggak mau pas diajak pacaran, tapi dia maksa terus. Terus dia lumayan ganteng, mungkin itu yang bikin aku akhirnya mengiyakan yang pada akhirnya aku sesali,” jelas Bina. “Serius, semakin dijalanin, semakin sadar kalau aku nggak nyaman. Aku bahkan selalu mencari alasan kalau dia ngajak jalan. Jujur, aku pacaran sama dia, tapi aku juga takut sama dia.” “Makanya jangan sembarangan. Pacaran sama cowok baik-baik aja,” balas Niko. “Pacar lo tahu kalau lo punya sepupu cowok?” “Kayaknya nggak tahu. Aku nggak pernah bahas itu, sih.” “Bagus. Setelah urusan sama Velia berjalan lancar dan gue berhasil lepas dari dia, setelah itu gue bantu lo putus dari pacar lo … dengan cara yang sama, berpura-pura jadi pacar lo.” “Ide bagus, Kak.” “Kalau gitu ayo. Velia udah nunggu di dalam. Gue perkirakan kita nggak akan lebih dari sepuluh menit,” tambahnya. Setelah itu, Niko meraih tangan Bina dan menautkannya. Ia juga tidak lupa menjelaskan kalau mereka sebaiknya bergandengan tangan selayaknya orang berpacaran normal. Aroma alkohol, asap rokok dan parfum bercampur menjadi satu. Niko menggandeng Bina menaiki tangga menuju lantai dua di mana Velia sudah menunggunya di sana. Lantai dua itu seperti balkon yang dibatasi oleh pagar logam dan kaca buram cukup rendah sehingga orang-orang yang berada di atas sana bisa menyaksikan pemandangan di bawah, yakni orang-orang yang berbaur tanpa kenal gender di dance floor. Sejenak Bina menoleh ke lantai dansa yang penuh sesak oleh orang-orang yang sedang meliukkan tubuh mengikuti irama musik. Jujur, Bina sampai merinding pria dan wanita seolah tidak ada batasan. “Kak Niko sering ke tempat ini?” tanya Bina, agak keras agar suaranya bisa terdengar. “Enggak sering, kalau lagi pengen aja,” jawab Niko. Tiba di lantai atas, Niko berkata, “Itu Velia. Arah pukul sebelas. Dia juga sudah menyadari kedatangan kita.” Bina langsung menoleh ke arah yang Niko sebutkan. “Dari ekspresinya, jelas dia kaget Kak Niko datang sama cewek.” “Itu pasti,” balas Niko. “Santai aja ya, Bin. Jangan tegang.” Tak lama kemudian, Bina dan Niko semakin mendekat ke arah tempat duduk Velia. Bahkan, Velia tampak berdiri untuk menyambut mereka. “Kamu bawa siapa, Sayang?” tanya Velia yang bisa-bisanya tetap memanggil Niko sayang setelah ketahuan berhubungan badan dengan pria lain. “Jangan panggil sayang. Kita udah putus,” jawab Niko dingin. “Itu sebabnya aku datang sama pacar baruku.” Velia tentu kaget. “What?” “Enggak butuh waktu lama bagi aku buat menemukan pacar baru, jadi stop sampai di sini ya, Vel. Jangan pernah datang ke rumah lagi. Kita udah sepenuhnya selesai.” Velia tersenyum. “Kamu pikir aku bodoh? Ini pacar bayaran doang, kan?” “Beneran. Kami baru jadian.” “Enggak masuk akal, Niko. Sumpah, kentara banget kamu lagi mengada-ada,” jawab Velia yang memang terlihat tidak percaya. Lagian siapa yang percaya? Ucapan Niko memang cenderung tidak masuk akal. “Coba buktikan kalau kalian beneran pacaran. Ciuman misalnya,” tantang Velia. Sontak Bina dan Niko berpandangan lantaran sama-sama kaget dengan ucapan Velia. “Kaget, kan, kalian?” kekeh Velia. “Niko, dari ekspresi kalian aja udah menunjukkan kalau perempuan di samping kamu ini hanya seseorang yang kamu suruh buat pura-pura jadi pacar kamu. Kaget kalian itu natural banget loh.” “Kami kaget karena kalau mau ciuman … kami biasanya memilih tempat yang sepi. Rasanya belum pernah kami melakukannya di hadapan orang lain,” kilah Niko. “Bilang aja nggak bisa membuktikan,” ledek Velia. “Serius, dikiranya aku percaya kalian pacaran hanya dengan bergandengan tangan kayak gitu? Niko please, jangan naif begini. Aku yakin hubungan kita masih bisa diperbaiki. Empat tahun loh—” Ucapan Velia terhenti dan spontan menutup mulut saat melihat Niko mencium wanita yang bahkan ia sendiri tidak tahu namanya. Ya, saat ini Niko sudah melumat bibir Bina. Tentu saja Bina terkejut, sempat ingin menghindar tapi Niko segera mendekapnya. Ada sensasi aneh yang Bina rasakan. Di satu sisi ia ingin membantu Niko putus dari Velia, tapi di sisi lain … kenapa caranya se-gila ini? Bahkan, sampai detik ini mereka masih berciuman. Perlahan tapi pasti Bina mulai merasakan kenyamanan saat bibir Niko menelusuri setiap detail bibirnya. Sampai-sampai wanita itu memejamkan matanya. Saat Niko mulai membuat jarak sebagai tanda ciuman telah selesai, sejenak pria itu menatap Bina sambil menyentuh ujung bibir sepupunya itu. Detik berikutnya, Bina membuka mata, sontak mereka saling menatap satu sama lain. Tatapan mereka sama-sama sulit diartikan. “Kalaupun kalian beneran pacaran, aku penasaran perempuan macam apa yang kamu pacari, Nik. Kok se-gampang itu mau jadi pacar kamu? Padahal sampai tadi malam kita masih baik-baik aja. Hubungan kita pun bukan waktu yang sebentar. Pertanyaannya … kenapa perempuan ini mau? Juga, kalian PDKT-nya kapan?” Kali ini Velia menatap Bina. “Soalnya aku yakin Niko nggak mungkin selingkuh dari aku, jadi kamu sebenarnya siapa?” Jujur, Bina gelagapan. Ia tidak punya jawaban dan kalaupun punya jawaban … wanita itu terlalu gugup untuk berbicara. Otaknya masih mencerna ciuman tak terduga yang ia dan Niko lakukan barusan. “Kamu bertanya kenapa dia se-gampang itu mau jadi pacarku? Padahal bukan urusan kamu,” balas Niko yang sadar Bina tidak menguasai situasi. “Aku juga nggak nanya, kan, kenapa kamu se-gampang itu telanjang buat pria lain?” “Niko….” “Intinya nggak ada jalan buat kita balikan. Titik,” pungkas Niko lalu meraih tangan Bina. “Ayo, Sayang. Kita pergi dari sini.” “Sebentar, Sayang,” jawab Bina sambil menahan Niko, membuat sepupunya itu antara kaget dengan bingung. Kaget karena Bina akhirnya bisa berakting dan bingung kenapa menahan tangannya seperti ini. “Kenapa?” tanya Niko kemudian. Alih-alih menjawab, Bina malah berjinjit agar bisa menyamakan tingginya dengan tinggi Niko. Detik berikutnya, Bina menghapus jarak di antara mereka dengan melumat bibir sang sepupu. Kejadiannya hampir sama seperti tadi, bedanya kali ini Bina yang memulai untuk mengulang ciuman. Bina bahkan sengaja melingkarkan tangannya di leher Niko. Sementara itu, Niko memang bingung dan butuh penjelasan kenapa Bina begini. Hanya saja, pria itu tetap mengutamakan untuk mengimbangi ciuman Bina dulu. Sungguh, kali ini ciuman mereka lebih panas, liar dan jauh lebih menggebu-gebu. Tunggu, sebenarnya adegan macam apa ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD