2. kamu milikku

1044 Words
Sherina Ukhiren, gadis cantik berambut ikal berumur 20 tahun. Tinggi semampai berkulit putih dan bermata bulat. Terbiasa hidup mandiri sejak SMA dulu. Memutuskan untuk bekerja setelah lulus, walau orang tuanya menyuruhnya untuk kuliah, ia tetap kekeh bekerja. Seperti pagi ini, Sherina sudah berada di swalayan tempatnya bekerja. Dengan seragam warna mustard dan celana jeans warna hitam ia keluar dari dalam gudang. Mendorong troli yang penuh dengan berbagai macam sayuran. Langkahnya berhenti tepat distand sayur-sayuran. Ia memilih sayur yang sudah layu, mengganti dengan yang masih baru. Sesekali tangannya menutup mulut yang menguap tanpa henti. “She, lo semalam begadang? Masih pagi udah mangap-mangap.” Grece, yang sedang mengisi stok minuman dirak samping Sherina berkomentar. “Semalam gue hampir nggak tidur.” Kembali tangan Sherina menutup mulut yang menguap lebar. “Memang kenapa?” tanya Grece lagi. Sherina memasukkan sawi yang hampir busuk ke keranjang. “Semalam gue kan ikut lembur. Pulang jam 11, tiba-tiba aja rantai sepeda gue los. Dah gitu ....” Sherina sedikit menggeram dengan hembusan nafas kasar mengingat kejadian semalam yang membuatnya tak bisa tidur. Mengingat pria yang tak dikenalnya itu mencium bibirnya dengan tiba-tiba. Dia yang melotot diam terpaku karna sangat terkejut. Untuk pertama kalinya ada seorang pria yang mencium bibirnya. “Mulai detik ini, kamu milikku, dan aku milikmu.” Tegas cowok yang dengan seenak jidat menciumnya. Sherina kembali terkejut dengan kata-kata si cowok, ingin sekali ia memukul kepala cowok didepannya ini dengan batu agar otaknya waras. “She!” panggil Grece berteriak. Sherina terlonjak kaget, sampai paprinka ditangannya jatuh menggelinding. “Aduh, ngagetin lo.” Omelnya. “Salah siapa malah ngelamun. Mikirin apa sih?” “Semalam gue nyelametin orang sinting yang mau bunuh diri di jembatan. Nyesel udah selametin dia. Harusnya gue biarin aja nyebur. Pura- pura nggak liat itu lebih baik.” Manyun, dengan tangan yang sibuk menata paprinka. “Tuh, kasir suruh briving dulu.” Leon, yang berjaga di bagian sayur dan buah datang menghampiri. Sherina yang memang aslinya ada dibagian kasir segera beranjak. Naik kelantai dua untuk ikutan briving bersama manager dan beberapa partner kasir lainnya. “Ini kita ada promo barang-barang khusu ya. Jadi, nanti dikaleng wafer itu ada kertas voucernya. Setelah kalian scan barcodenya, lalu total semua, kalian scan barcode yang ada divoucer itu. Kumpulin buat laporan akhir kalian.” Jelas pak Joko senior kasir yang piket hari ini. “Sekarang kita berdoa dulu, lalu mulai bersiap untuk ke lapangan. Berdoa, mulai.” Setelah berdoa selesai semua anak mengambil tas diloker masing-masing. Tas yang berisi uang modal untuk buka kasir diloker yang telah ditentukan oleh senior. “She, kamu ngisi yang di stand rokok ya.” Perintah pak Joko. Sherina ngangguk. Karena distand rokok, ia nggak perlu ngambil lakban dan yang lainnya. Hanya tukar uang receh untuk kembaliannya nanti. Lalu keluar dari ruang kasir menuju stand yang diisi. Menghidupkan layar, memasukkan nomor pinnya. Lalu menata uang kedalam laci. “She, lo disini?” sapa Rega, lelaki yang sudah lama berteman dengannya, dia juga menjadi kasir, tapi khusus untuk bagian makanan siap saji. Yang memang kebetulan ada disebelah stand rokok. “Iya, keknya Pak Joko tau kalo gue lagi nggak enak badan. Jadi suruh ngisi disini.” Sherina ngambil sobekan kertas, mulai menulis srok rokok yang kosong. Lalu pergi ke gudang untuk menambil stok barang. Seharian ia bekerja, tak terlalu rame. Sangat bersahabat dengan keadaannya yang ngantuk berat. Pukul tiga, sudah waktunya ia berkemas. Karena ada yang akan segera datang menggantikannya. “A-mild merah satu.” Ucap seorang pembeli. Sherina yang menunduk menghitung uang, langsung mengambil rokok yang dimaksud si pembeli. Lalu menscannya. “Sembilan belas ribu.” Ucapnya. Menaruh rokok itu diatas meja. Nggak langsung bayar, tapi si cowok ini ngambil rokok, langsung membuka dan ngambil sebatang, kemudian menyelipkannya di mulut. “Aduh, lupa nggak bawa dompet.” Mendengar ucapan si cowok, Sherina meletakkan kalkulator. Mendongak, menatap wajah pembelinya. Seketika mata melotot melihat cowok yang sekarang berdiri didepannya. Vasco, cowok yang semalam ia selamatkan. “Elo?!” suara melengking karna keterkejutan. Vasco nyengir dengan rokok yang terselip di mulut. Cowok tampan berambut sedikit pirang dengan seragam SMA yang tak dimasukkan. “Bayari ya, yaang.” “Hah?!” kembali Sherina kaget. Tanpa menunggu jawaban Sherina, Vasco segera pergi membawa rokok yang belum dibayar. “Arrgh! Dasar setan!” teriak Sherina kesal. Rega terkekeh melihat yang baru saja terjadi. ** Usai tandatangan laporan, Sherina segera keluar dari ruang kasir. Turun dari lantai atas menuju loker penyimpanan tas dan barang bawaannya tadi. Nagmbil jaket dan memakainya. “She, lo kesambet apa sih, cemberut gitu. Serem amat.” Grece yang memang satu shif dengannya juga berkemas di loker. Membuka bedak dan tuch up. “Gue kesel, hari ini minus.” Jelas minus, karna harus bayarin rokoknya Vasco. No minus selama sebulan yang akan dapat voucer free seratus ribu itu melayang bersama harapan kosong. “Kok bisa? Biasanya lo paling hati-hati.” “Au, ah. Gue mau pulang. Pen cepet-cepet ngebo.” Sherina segera membawa tasnya keluar dari area kantor. Berjalan naik kejalan raya, lalu berjalan menyusuri trotoar. Andai sepedanya tak rusak, ia akan pulang dengan menaiki sepeda. Tapi sebelum memiliki sepeda, ia sudah sering pulang jalan kaki. “Ayo, naik.” Suara yang cukup mengagetkannya. Membangunkan Sherina dari lamunan. “Elo?!” kembali ia harus berhadapan dengan manusia yang sekarang paling ia benci. Vasco menghentikan motor ninja merah tepat disamping Sherina, tersenyum sambil memberi isyarat melalui kepala agar gadis disampingnya ini naik ke boncengan. “Enggak! Pergi sono! Jan recokin hidup gue.” Kembali Sherina berjalan meninggalkan Vasco yang sangat menyebalkan. Vasco menjalankan motornya, lalu berhenti tepat ditengah jalan, menghalangi pengendara lainnya. “Hey! Lo gila ya! Ngapain berhenti disitu?!” “Woi! Singkirin motor lo!” “Woi, setan! Buruan, gue bisa telat masuk kerja!” Tin! Tin! Ttiinn! Suara riuh para pengendara tertuju pada Vasco yang ada ditengan jalan. Dengan tanpa bersalah Vasco menatap Sherina yang berdiri mematung dipinggir jalan. “Bentar ya, bapak-bapak, emas-emas, pacar saya baru ngambek. Dia nggak mau saya boncengin. Nunggu dia naik keboncengan dulu, baru ini motor gue singkirin.” Jawab Vasco dengan sangat santai. “Astaga, mbak ... marahannya jangan begini dong. Kita yang dikejar waktu jadi korbannya nih.” “Duh, dasar anak muda, marahannya jangan begini dong.” “Mbak, buruan naik keboncengannya. Gue bisa dipecat kalo telat masuk.” Mereka menatap Sherina dengan tak ramah, bahkan menyalahkan Sherina atas kelakuan Vasco. Sherina memejamkan mata sejenak, lalu membuang nafas kasar untuk mereda emosi. Dengan sangat terpaksa ia melangkah menuju tengah jalan, lalu naik keboncengan ninja merah milik Vasco. Vasco tersenyum lebar. “Makasih ya, bapak-bapak, emas-emas. Saya permisi.” Cepat, Vasco menjalankan motor. Lalu jalanan kembali normal seperti tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD