Sanya membeku seketika saat bibirnya tak sengaja mendarat di pipi Ardika. Detak jantungnya melonjak, d**a terasa sesak. Ia tidak mampu menahan rona merah yang merebak di wajahnya. Seluruh tubuhnya seolah dikunci oleh rasa malu dan kaget yang bercampur menjadi satu. Ardika terdiam menatapnya. Sanya sempat menatapnya sekilas, matanya langsung tertuju pada kuping Ardika yang memerah samar. Sanya kembali membeku sementara Ardika dengan tenang memasangkan seatbelt untuknya. Lelaki itu tampak santai, seolah tidak terusik. Berbeda dengan Sanya yang menelan ludah saja susah, Ia berusaha menenangkan dirinya, namun panas di pipinya sulit dihalau. Keheningan memenuhi ruangan sejenak, hanya suara napas mereka yang terdengar. Sanya sadar, satu kesalahan kecil itu telah mengubah atmosfer di antara me

