23. Kenapa bisa seperti ini?

1510 Words
Dua taring kini menancap di leher Ren dengan rasa sakit yang begitu luar biasa. Napasnya perlahan semakin tercekat, detak jantungnya melemah dan pandangan mata Ren semakin buram. Hingga perlahan Ren pun tak sadarkan diri. "Huuumm.. darah anak-anak memang bukan seleraku." "Ini terlalu manis dan membuatku sangat mual!" Makhluk itu bergidik dengan perutnya yang terasa mual dan tenggorokan yang juga terasa tidak nyaman. Mulutnya penuh dengan darah Ren yang masih segar. Akan tetapi, meski ia terus mengeluh tentang darah Ren yang tidak enak itu. Ia tetap menghisap darah Ren dengan sejadi-jadinya. Bak orang yang kehausan padahal sebelumnya ia juga sudah menghisap darah ayah dan ibu Ren serta membunuh mereka dengan sadis. Tubuh Ren semakin lemah yang artinya Ren akan segera kehabisan darah dan Ren pun meyakini jika itu adalah akhir dari hidupnya. "Uuhuks... Uhukkks...." Makhluk bertaring itu tersedak dan akhirnya menjatuhkan Ren ke lantai bersama dengan genangan darah kedua orang tuanya. Berada di antara ayah dan ibu Ren yang sudah terlebih dahulu tiada. Namun, saat itu Ren juga sudah tak sadarkan diri. Ia tak lagi bisa membuka matanya. Napasnya juga melemah dan Ren pun sudah pasrah dengan hidupnya. Meski ia masih mendengar suara, tapi tubuhnya tak lagi bisa bergerak. Matanya tak bisa di buka dan Ren bahkan tak yakin ia masih bisa bernafas atau tidak. Akan tetapi, di waktu yang sama. Makhluk yang telah melahap habis darah Ren tiba-tiba saja menjerit kesakitan. Napasnya tercekat dan tenggorokannya terasa terbakar. Ia menjerit kesakitan tiada henti sampai suaranya benar-benar serak dan nyaris tak terdengar lagi. "Aaah.. panas.." "Panas.." "Apa yang sebenarnya terjadi.." "Tidak..." Makhluk itu merasakan sakit yang luar biasa, dari mulut, tenggorokan, hingga ke perutnya terasa panas terbakar. Ia meronta dan menjerit kesakitan. Tapi, tentu tak ada yang bisa membantunya. Ia sendiri dalam pembantaian keluarga Ren itu. "Aaargh..." Jeritan itu semakin samar terdengar. Asap pun tiba-tiba keluar dari mulutnya, dari dalam makhluk itu benar-benar terbakar. Di saat yang sama, Ren setengah sadar melihat kejadian tersebut, tentu ia tak bisa berbuat apapun. Malah di hati kecilnya ia bersyukur bisa menyaksikan penderitaan dari makhluk itu. Ren tentu saja berharap jika makhluk penghisap darah itu mati dengan lebih menyakitkan dari apa yang makhluk itu lakukan pada ayah dan ibunya. Ia berdoa agar kesakitan yang saat ini dirasakan oleh makhluk itu bisa langsung merenggut nyawa makhluk itu. Doa dari anak kecil yang sudah tak berdaya dan hanya bisa menyaksikan samar makhluk yang saat ini mulai mengeluarkan banyak asap dari dalam tubuhnya. Doa Ren seolah terkabul, makhluk penghisap darah itu mulai ambruk. Tubuhnya kejang dan ia mulai terkapar di lantai. Makhluk itu tampaknya sekarat dan Ren sedikit bisa tersenyum lega. Ia merasa jika makhluk itu sudah mendapat balasannya. "Ayah, ibu.. tampaknya makhluk itu sekarat. Aku bersyukur jika ia mati bersama kita di sini." Ungkapan hati Ren terus terus terucap darinya di dalam hati. Walau Ren tak mengerti apa yang terjadi pada makhluk itu setidaknya. Ren ingin menyampaikan hal itu pada ayah dan ibunya agar tenang di alam sana. Akan tetapi, semua tak seindah yang Ren bayangkan. Kematian orang tua Ren tak semudah itu berakhir. Makhluk itu memang sekarat tapi apa yang terjadi selanjutnya semakin membuat Ren sakit hati. "Cih.. apa ini berantakan sekali..." "Uuuuch... bau darah!" "Ini menjijikkan." Tiba-tiba saja terdengar suara orang-orang yang tiba-tiba masuk ke rumah Ren. Saat itu Ren mengira jika ia akan selamat dari kejadian ini berkat orang-orang yang baru masuk tersebut. Namun, dugaan Ren salah. Orang-orang yang baru masuk ke rumah Ren itu ternyata satu komplotan dengan makhluk penghisap darah yang telah membunuh ayah dan ibu Ren. "Hei... apa kamu berhasil menemukannya?" Salah satu dari orang-orang yang baru masuk itu berteriak. Teriakan yang membuat Ren sadar jika mereka juga ternyata masih satu komplotan. Harapan Ren saat itu seketika pudar. Ia yang memang sudah lemas dan tak berdaya itu kembali menyerahkan hidupnya yang mungkin sudah tak lama lagi. Ren pasrah bersama teriakan yang terus menggelegar mengisi ruangan yang sudah sepi itu. "Oh, Siaaaal..." Orang-orang itu pun mengumpat hal yang sama saat membuka pintu ruangan di mana keluarga Ren dibantai. Tempat itu penuh dengan darah yang menggenang dengan mayat ayah dan ibu Ren masih tergeletak di lantai. Serta tubuh Ren yang juga semakin lemah dan bisa kapan saja menghembuskan napas terakhirnya. "Aaarh.. benar-benar deh.. Sudah di bilang kerja yang rapih. Apa lagi ini!" "Kenapa dia sampai membunuhnya!" Tampaknya komplotan dari makhluk yang membunuh keluarga Ren itu tidak setuju akan perbuatannya. Mereka juga tidak menyangka dengan tindakan brutal yang dilakukan oleh temannya itu. Tapi, meski begitu mereka tampak seolah memahami tidakan teman mereka yang memang sering di luar kendali. "Ah, sungguh keluarga yang malang." "Hmmm.. jadi di mana dia? Bukankah dia di tugaskan untuk mencari hal itu di keluarga ini?" Dari apa yang Ren dengar, tampaknya mereka sebenarnya bekerja berpencar. Pergi menuju beberapa keluarga yang diperintahkan oleh atasannya untuk mencari sesuatu yang tentu saja tidak bisa dimengerti oleh Ren. Apa yang mereka cari itu tidak jelas rimbanya. Bisa saja memang ada pada keluarga Ren atau malah sama saja. Namun, dari apa yang sebelumnya terjadi justru tampaknya ayah Ren tahu apa yang sedang mereka cari. Namun, sayangnya makhluk yang telah membunuh keluarga Ren itu kini tak lagi bisa bersuara dengan tubuh yang terbakar dari dalam. Ia tidak akan bisa melapor jika ayah Ren terlihat seperti tahu tentang apa yang mereka sedang cari. "Lalu, di mana dia setelah membuat ke kacauan ini?" Salah satu dari mereka yang sejak tadi hanya memerhatikan tubuh ayah Ren yang sejatinya sangat berantakan dan penuh dengan darah. Tidak menyadari jika tubuh setengah terbakar itu adalah teman mereka. Mereka justru mengira jika itu juga merupakan salah satu dari korban yang temannya bunuh. "Ah, dia pakai bakar orang segala. Kenapa tidak sekalian bakar saja satu rumah?" "Setelah kekacauan ini, bagaimana cara kita untuk mengatasinya?" Helaan napas dan juga keluhan terus keluar dari mereka. Sesekali mereka menendang mayat ibu atau ayah Ren saat kesal sambil berpikir cara memberesihkan seluruh kekacauan itu. Kala itu, Ren cukup panik dan berdebar. Ia takut ketahuan jika dirinya masih idup. Ren yang memang sudah sangat lemas itu kembali lagi hanya bisa berdoa pada Tuhan. Ia berharap jika Tuhan tidak meninggalkan dia di saat ini dan memberikan keajaiban untuknya bisa selamat dari keadaan ini. "Aduuuuh... di juga membunuh anak kecil?" "Wah.. kacau sudah!" Omelan itu tiada henti, mereka pun berusaha mendekati Ren. Mungkin untuk memeriksa kondisi Ren. Kala itu, jantung Ren yang sudah lemah berdetak seakan kembali berdetak kencang. Pikiran Ren kalut dan terus beroda untuk keselamatannya. Hingga salah satu dari mereka tak sengaja menendang tubuh yang masih penuh asap itu. "Ya ampuuuun!!!" "Tidaaaak.. Ini!!!" Mereka tampak terkejut dan tidak percaya pada apa yang mereka lihat. Mereka tidak menyangka jika yang mereka kira mayat biasa itu ternyata adalah teman mereka sendiri. "Apa-apaan ini?" "Kanapa bisa seperti ini?" Semua terkejut melihat tubuh teman mereka yang terus mengeluarkan asap. Sesuatu yang mungkin juga baru pertama kali mereka lihat dan itu membuat mereka semakin ketakutan. Perlahan mereka berjalan mundur. Tak berani menyentuh mayat temannya itu. Asap kian mengepul dari tubuh makhluk itu. Hanya asap tanpa api namun tubuh itu gosong dan nyaris menjadi debu. Sebagian tubuhnya gosong bak arang hitam, sebagian lagi tubuhnya benar-benar sudah menjadi debu yang putih. Kejadian yang bahkan membuat mereka berlari ketakutan. "Sial, kita bisa di marahi atasan jika seperti ini. Sebenarnya apa sih yang sedang terjadi?" Salah satu dari mereka terlihat hendak langsung pergi meninggalkan segalanya begitu saja. Namun, ada beberapa dari mereka yang mencegah kepergian orang-orang itu. Alasannya sederhana karena kekacauan yang terjadi di rumah Ren belum di bereskan. "Hei, mau kemana?" "Kita bereskan ini dulu." "Jika tidak, kita bisa kena masalah. Bukan cuma oleh atasan tapi oleh para pemburu vampir." Jujur Ren masih tak mengerti akan apa yang terjadi. Namun, Ren setidaknya tahu jika selain mereka yang mematuhi sebuah perintah, mereka juga memiliki musuh bernama pemburu vampir. Setidaknya meski samar dan sekuat tenaga menahan kesadarannya. Ren bisa menggali banyak informasi yang sebenarnya ia butuhkan bila mana ia berhasil selamat dari musibah kali ini. "Yah.. itu juga kalau aku berhasil selamat!" benak Ren yang saat itu juga sempat terlintas untuk mengejar seluruh orang yang terlibat dalam kematian orang tuanya. Walaupun harapan Ren tipis akan keselamatannya namun akhirnya Ren salamat. Melihat kondisi teman mereka yang gosong. Tampaknya mereka benar-benar ketakutan dan ingin segera keluar dari rumah Ren. Ren selamat saat mereka memutuskan untuk membakar rumah Ren begitu saja. Tanpa membawa mayat yang ada di dalam sana. Sebuah tindakan yang mungkin menurut mereka yang paling efektif untuk menutup segala jejak. Termasuk jejak teman mereka yang sudah gosong itu. Begitu mereka pergi dan mulai membakar rumah Ren dari luar. Ren menyeret tubuhnya untuk keluar dari rumah tersebut. Sekuat tenaga dengan sisa kesadarannya Ren menarik tubuhnya. Bergulingan di lantai hingga ia berhasil keluar dan tertidur di halaman belakang rumahnya. Malam itu Ren menyaksikan rumahnya yang terbakar dengan kobaran api yang besar dan kesadaran Ren kembali hilang saat ia mendengar ada warga yang datang untuk mulai memadamkan api. "Kebakaran.." "Kebakaran.." "Cepat padamkan apinya!" "Hei... di sini ada anak kecil." Teriakan itu lah yang terakhir kali Ren dengar. Lalu, bersamaan dengan kenangan yang terasa begitu nyata itu Ren mendengar berkali-kali namanya di panggil. "Reeen ...."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD