Bab 3

1495 Words
Sebuah topeng ada untuk menyembunyikan segala sesuatu, seperti tawa yang menyembunyikan kesedihan, keangkuhan yang menyembunyikan kesendirian dan sebuah senyuman yang membungkam seribu kesedihan. Jika sebuah kenyataan antara dirinya dan Ania terungkap, Daniel tidak akan mampu berdiri di sekolah ini sekarang. Dia akan mendekam dirumah atas kebodohannya tetapi, dia juga sedikit tidak terima dengan keputusan Ania semalam. Secara tidak langsung itu menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang lelaki. “Apa kau sudah mengeluarkannya dari sekolah ini?” tanya Devan sembari berjalan. Daniel menipiskan bibirnya, “Aku tidak akan mengeluarkannya, kupikir akan lebih senang menggagggunya sampai dia sendiri yang angkat kaki dari sini.” Kata-kata Daniel membuat tiga orang yang berjalan bersamanya kaget, “Apa kau bercanda? Jangan-jangan kau mulai menyukainya.” goda Dion. “Singkirkan pemikiran bodoh kalian,” ucapnya lalu meninggalkan tiga orang itu di depan pintu kelas. Tatapan mereka berdua bertemu begitu Daniel melangkahkan kaki masuk ke dalam kelas. Ania hanya menaikkan alisnya lalu memandang ke arah lain, sedangkan Daniel duduk di kursinya. Arvinge Internasional High School adalah sekolah bertaraf internasinal dengan sebagian saham milik keluarga Daniel dan itulah yang menjadikan Daniel selalu bertindak semaunya. Sebuah notifikasi masuk di ponsel Ania, dia meliriknya malas lalu mengambil benda pipih itu. Ternyata sebuah pesan dari Daniel, Rooftop saat jam istirahat. Ania mendengus pelan, apakah kata-katanya semalam membuat kesadaran lelaki sombong itu kembali? pikirnya dalam hati. “Siapa?” tanya El saat melihat wajah Ania terlihat kesal setelah membaca pesan di ponselnya. Dia menengadahkan kepala, melihat El sedang menatapnya penasaran. “Bukan siapa-siapa, hanya pesan spam.” Elly melirik sebal, “Kupikir itu pesan dari Daniel, aku melihatnya memegang ponsel dan dia juga menatapmu.”  “Kau cocok menjadi detective.” Ania terkekeh pelan. Elly menggeleng, “Aku ingin mejadi anggota FBI atau CIA, mungkin.” “Jangan bermimpi, masuk ke sana sangat sulit.” “Aku tidak bercanda, lihat saja nanti aku akan masuk ke salah satu dari instansi itu!” ucapnya penuh tekad. Mereka  terus mengobrol hingga kelas pertama selesai, kebetulan saat itu guru sedang tidak ada dan membuat kelas bebas.  Saat bel tanda istirahat mereka berdua telah berada di kantin, tidak ada seorangpun yang tidak membicarakan Ania tentang apa yang terjadi semalam. Walaupun dia dapat membuat tubuh Daniel penuh luka, dia tidak lepas dari cemoohan dari beberapa siswa dan yang menyuruhnya terang-terangan keluar dari sekolah ini. Mereka sedang makan ketika sebuah pertanyaan terlintas di benak Ania. “El, kenapa kau tidak pernah menanyakan tentang identitasku? Atau tentang kekayaan dan keluargaku” tanya Ania setelah meminum jus jeruknya. Elly memandang Ania lama, memastikan apa yang dia dengar memang keluar dari mulut gadis di depannya. “Aku tidak terlalu tertarik dengan identitas seseorang An, teman itu bukan karena materi. Melainkan seseorang yang tulus berteman dan ada di dalam keadaan apapun.” “Sejujurnya aku memang penasaran tapi, aku ingin kau yang terlebih dulu menceritakannya kepadaku. Bukankah itu teman yang sesungguhnya?” Elly tersenyum kepadanya. Ania menaikkan alisnya terkejut, hati kecilnya bertanya-tanya benarkah apa yang dikatakan Elly atau itu hanya sebuah kata-kata agar dia percaya kepadanya. “Aku menghargai keputusanmu untuk tetap merahasiakan identitasmu, tidak semua rahasia harus dibagi kepada seorang teman.” sambungnya ketika Ania hanya menatapnya lama. Ania menatap Elly tapi pandangannya  seolah-olah menembus tubuh gadis itu. Pikirannya menerawang, “Di saat yang tepat, kau pasti akan tahu identitasku yang sebenarnya dan di saat itu aku akan menghargai keputusan yang kau ambil.” ucapnya tersenyum. “apa kau tidak penasaran kenapa aku kalah setelah membuat kondisi Daniel seperti itu?” “Ya! Aku melupakan itu. Bagaimana bisa? Kau pasti berpura-pura kalah dari lelaki licik itu.” Ania menghabiskan jus jeruknya terlebih dahulu, “Ya, aku memang sengaja mengalah. Harga diri lelaki itu terlalu tinggi, dia akan hancur bila banyak orang yang mencemoohnya.” Elly mengangguk dalam diam, kau terlalu baik ucapnya dalam hati. “Tapi kau yang mendapat efek negative An,” protesnya. “Aku tidak masalah dengan itu semua, mereka hanya bisa berkomentar dan tidak tahu apa yang terjadi.” ucapnya lalu beranjak untuk membayar makanan. “tunggu sebentar, aku akan membayar ini.” Tanpa persetujuannya, Ania telah berlari menuju kasir. Elly tersenyum melihat Ania, dia akhirnya mendapatkan sosok teman yang dia inginkan dari Ania yaitu seorang teman yang tidak menjaga image. Seberapa buruk rahasiamu nanti, An. Aku berjanji kepada diriku sendiri kita akan selalu menjadi teman. Baik dalam keadaan sekarang ini atau suatu saat nanti kau mengalami keadaan yang susah, dengan apa yang aku bisa lakukan aku akan berusaha membantu karena kau telah menjadi seorang teman yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya. Elly adalah salah seroang siswi yang tidak pandai berteman dengan sesama siswi lainnya. Dia menjadi pendiam sejak sering di manfaatkan teman-temannya dulu dan itu alasan yang membuat dia menjadi seorang yang penyendiri. Dia sudah muak di manfaatkan baik dalam hal kepintaran ataupun hartanya. Dia larut dalam lamunannya dan tidak menyadari kalau Ania telah berdiri di samping gadis itu, “El, aku melupakan sesuatu. Kau bisa kembali ke kelas duluan, nanti setelah urusanku selesai aku akan menyusulmu ke kelas.” ucapnya membuat Elly tersadar. Elly bahkan belum berkata apa-apa namun, Ania telah menghilang dari pandangannya. …. “Kenapa kau mengajakku ke tempat ini?” ucap Ania pelan mengagetkan sosok lelaki yang berada lima langkah dibelakangnya. Daniel terkejut, “Padahal aku sudah memelankan langkahku tapi kau bisa mengetahuinya.” “Hanya insting! Jawab saja pertanyaanku,” Dia berdiri tepat di samping Ania, memandang beberapa bangunan tinggi yang berdiri tepat di sekitar sekolahnya. “Aku ingin belajar beladiri kepadamu.” “Kenapa?”  Ania masih melihat jelas kuatnya hasil pukulannya semalam. Luka-luka yang ada di wajah Daniel masih memerah dan tidak lama lagi akan berubah menjadi biru. Ketika Daniel ingin menjawab pertanyaan Ania, angin bertiup kencang ke arah mereka membuat keduanya menikmati saat-saat itu. “Hanya ingin belajar tekhnik yang kau gunakan, aku belum pernah melihat tekhnik yang kau gunakan sebelumnya.”  jawab Daniel. “Aku akan mengajarkannya kepadamu tetapi, kau harus merahasiakannya. Tekhnik yang kugunakan terlarang dari semua beladiri yang ada di dunia ini. Sampai sekarang, hanya aku yang bisa menggunakannya dan seorang lagi,” “Siapa?” “Seorang laki-laki, aku sangat menyayanginya. Dia sudah ku anggap sebagai keluargaku sendiri walaupun tidak ada hubungan darah di antara kami berdua.” jawab Ania pelan. Dia mengingat kenangannya bersama lelaki itu dan membuat dadanya sesak. Perpisahan mereka berdua sangat buruk dan itu yang membuat Ania menyesal karena membiarkannya sendiri. Ania menghela napas kasar mencoba menghilangkan rasa sesak itu namun tidak berhasil. “Kenapa kau tidak menemuinya atau mencarinya?” tanya Daniel menatap Ania. Dia tersenyum, “Takdir akan mempertemukan kami kembali, seperti saat kami di pertemukan beberapa tahun yang lalu.” “Jika kau menunggu takdir, mungkin kalian akan bertemu sangat lama.” Ania mengangguk, “Tidak apa-apa. Oh ya, kau ingin kulatih di mana?” tanyanya mengalihkan pembicaraan. “Di tempat kemarin. Aku tidak akan mengundang banyak orang lagi, hanya kita berdua dan seorang pelatih pribadiku.” Daniel masih menatap Ania, entah kenapa dia tidak merasa bosan melihat gadis di sampingnya. “Baiklah, aku akan datang di jam yang sama seperti kemarin mungkin minggu depan setelah semua lukamu membaik.” Ania berbalik berniat turun dari tempat itu. Daniel mencekal lengannya, “Mereka belum tahu,” “Aku akan merahasiakan ini, tenang saja. Mereka tidak akan tahu kecuali kau yang mengatakannya sendiri kepada teman-temanmu dan juga bila kita ketahuan. Aku harap kau yang menjelaskannya kepada mereka.”  ucapnya ketika mengerti maksud dari perkataan Daniel. Ania berjalan cepat meninggalkan Daniel di rooptop, jantungnya berdegup kencang. Dia merasakan lengan tempat Daniel mencekalnya tadi menghangat. Apa itu karena suhu badanku berubah? tanyanya dalam hati. “Apa yang terjadi denganku?” Daniel bertanya kepada diri sendiri. Semenjak kejadian kemarin lusa, saat kerah bajunya di tarik Ania, jantungnya berdetak cepat ketika ia berada dekat dengan gadis itu. “Ah, sudahlah. Mungkin karena aku berada ketinggian,” kali ini ucapannya sangat tidak yakin. Daniel membayangkan apa yang terjadi hari itu, dia mencium wangi lemon dari rambut Ania dan itu membuatnya sangat relaks. Ketegasan Ania ketika dia berbicara dengan mata bening hijau yang menatapnya tajam membuat jantungnya lagi-lagi berdetak cepat padahal dia tidak berada di dekatnya sekarang. Dia juga melihat tubuh Ania dari dekat semalam, semuanya terlihat proporsional dengan bentuk sempurna. Otot gadis itu terlihat ketika siap melayangkan pukulan ke arahnya, rambutnya yang saat itu telah basah karena keringat tidak membuat gadis itu kehilangan kecantikan di mata Daniel. “So sexy.” gumamnya tidak sadar. Daniel merasa tubuhnya memanas, dia mengusap wajahnya kasar dan berusaha menghilangkan Ania dari dalam pikirannya. “s**t! kenapa bayangannya selalu berputar-putar di kepalaku!” Dia membaringkan tubuhnya di lantai dan menatap langit, seluruh tubuhnya terasa sakit hingga ke tulang akibat pertarungan semalam. Dia masih merasakan rasa ketika Ania memukulnya, tenaga gadis itu terasa seperti tiga orang lelaki yang memukulnya secara bersamaan. Tiba-tiba dia teringat sesuatu, masih dengan posisi berbaring Daniel merogoh ponselnya dan menghubungi seseorang. Ketika terhubung, Daniel segera memposisikan wajahnya di layar. Di sisi lain seorang lelaki yang dihubunginya melakukan hal yang sama. “Ada apa? Bukankah sekarang,” lelaki itu menghentikan ucapannya lalu melihat Daniel dengan pandangan menyipit. “kau membolos lagi?!” Daniel mendengus kasar, “Werren, datanglah nanti malam. Ada seseorang yang ingin ku kenalkan kepadamu. Clue pertama dia seorang gadis dan clue kedua dia hebat dalam berkelahi dan memakai s*****a, mungkin.” ucapnya mengabaikan Werren. Lelaki yang di panggil Werren itu melebarkan matanya lalu terkekeh pelan, “Baiklah, tapi aku mungkin akan terlambat.” jawabnya lalu mematikan sambungan terlebih dahulu. “Dia selalu saja seperti ini!” gerutu Daniel ketika sambungan video call terputus. Dia membiarkan ponsel itu tergeletak di samping tubuhnya dan kembali menatap langit. Pasti kau akan kagum ketika melihatnya nanti tapi, tidak akan ku biarkan orang lain menyukainya batin Daniel. Dan mulai saat itu, sadar atau tidak sadar dia mempunyai rasa yang lebih kepada Ania setelah membencinya sejak saat menjadi murid baru di dalam kelasnya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD