BAB 2

1552 Words
Elly menarik Ania masuk ke dalam mobil pribadinya, memaksa gadis itu untuk naik ke dalam kendaraan. Walaupun telah mendapat penolakan tegas dari Ania tetapi dia bersikeras, setelah mobil berjalan, Elly membalikkan tubuh Ania yang sedang menatap ke luar jendela. “Apa kau sudah gila?!” ucap Elly kesal. Ania menaikkan sebelah alisnya sembari mengerutkan kening, “Aku jelas-jelas tidak gila, El! Apa maksudmu bertanya seperti itu?” “Kau baru saja menerima tantangan Daniel untuk bertanding di Black Ring! Ya tuhan, tempat itu bukan tempat yang bermain Ania, kau bisa mati!” Elly mengusap wajahnya frustasi, kepalanya sakit memikirkan keputusan yang baru saja di ambil oleh Ania, apalagi melihat ekspresi Ania yang biasa-biasa saja. “Black Ring adalah sebuah tempat yang dimiliki private oleh keempat anak itu, di sana mereka akan melakukan hal apapun untuk menghabisi orang-orang yang melawan mereka. Mereka tidak pandang bulu, guru maupun siswa yang menentang mereka akan berakhir di sana.” Ania menyimak kata-kata Elly, dia menatap sosok yang sudah dia anggap sahabat itu. “Sudahlah, El. Jangan dipikirkan lagi, aku menerima tantangannya bukan karena tidak ingin mengaku kalah tetapi, memang aku sanggup melawan apapun yang akan dia lakukan di tempat itu.” “Baiklah! Tapi jika terjadi sesuatu kepadamu jangan minta tolong kepadaku karena aku sudah memperingatkanmu.” ucap Elly pasrah. … Sesuai dengan kesepakatan mereka kemarin dan salah satu teman Daniel juga sudah memberi tahukan kepada Ania tempat dan jam berapa pertandingan itu di lakukan, maka dia datang untuk menepati janjinya. Suara riuh menyambutnya begitu keluar dari mobil pribadi Elly, “Terimakasih, kau yakin ingin menemaniku masuk?” tanya Ania pelan. Elly mengangguk untuk mengiakan pertanyaan Ania, mereka jalan bersisian menuju pintu masuk sebuah gedung, “Ini adalah bangunan khusus yang hanya di ketahui beberapa orang dan Daniel pasti mengajak semua siswa di sekolah untuk menonton pertandingan kalian. Lihat betapa liciknya lelaki itu!” “Sudahlah, ayo masuk.” Mereka di sambut dengan riuh teriakan, pandangan Ania langsung tertuju ke arah Daniel yang telah  berdiri di atas black ring, menunggunya. Elly telah pergi ke kursi penonton, meninggalkannya sendiri menjadi pusat perhatian semua orang. Dari yang ia lihat, rata-rata penonton yang datang adalah siswa di sekolahnya. Ania naik ke atas ring merunduk untuk masuk ke posisi yang sama dengan Daniel. “Ternyata kau sudah merencanakannya dengan baik.” ucap Ania sakartis. Daniel terkekeh, “Tentu saja, aku ingin momen ini tidak akan telupakan untuk kita berdua. Kau terlalu sombong untuk menjadi lawanku!” “Cih, kau juga sangat sombong dengan harta yang dimiliki kedua orang tuamu.” balasnya tidak takut. “Percuma kita berbicara! Bagaimana jika kau cepat bersiap-siap, aku tidak sabar memberimu pelajaran dan selanjutnya kau jangan berharap untuk kembali sekolah yang sama denganku.” Ania hanya menaikkan alisnya sembari tersenyum tipis, “Aku sudah siap.” “Bernarkah?” Daniel meneliti pakaian yang dikenakan Ania. “hanya memakai training dan hodie?” Dia mengangguk, “Kau tahukan di sini boleh memakai tekhnik dan s*****a apapun?” “Tentu saja tapi, tunggu dulu! Bagaimana jika kita membuat kesepakatan terlebih dahulu?” Daniel menyeringai, “Kesepakatan apa?” “Jika kau menang aku akan keluar dari sekolah ini,” “Aku setuju,”  Ania belum menyelesaikan ucapannya begitu Daniel menjawab. “sebaliknya, jika aku menang maka kau dan ketiga temanmu harus berteman denganku. Bagaimana?” “Deal! Tapi itu tidak akan terjadi karena aku akan menang dan akan menendangmu dari sekolah.” Tanpa menunggu lama Daniel segera membuka jacket memperlihatkan tubuh bagian atasnya dan membuat tempat itu kembali riuh karena teriakan. Mereka saling menatap dengan tajam, menilai kekuatan satu sama lain. …. Ania mencabut sebuah katana yang berada di dinding lalu berlari menerjang ke arah Daniel. Dia memperhatikan Daniel yang tampak tidak bereaksi apapun sembari menyembunyikan kedua tangannya dibelakang membuatnya waspada. Semua orang menyipitkan mata, suasana di tempat itu kian mencekam ketika Daniel menggerakkan benda yang tersembunyi di balik punggungnya. Sebuah handgun ia pegang dengan sangat erat hingga jarinya memutih. Di tempat ini, terlebih yang sedang bertarung bisa menggunakan s*****a apa saja. Apalagi ruangan yang digunakan Daniel di tunjang dengan peredam suara jadi apa yang mereka lakukan, sebesar apapun letusan yang terdengar di dalam ruangan itu tidak akan terdengar keluar. “Ania! Daniel memegang s*****a!” teriak Elly dari bangku penonton. Seruan Elly tidak dapat didengar oleh Ania karena jarak mereka cukup jauh. Ania tetap  maju dengan katana di tangannya. Dia semakin yakin ada sesuatu yang disembunyikan Daniel, dia mengira itu adalah sebuah pemukul atau s*****a yang sama seperti yang dia gunakan namun, Ania tidak dapat melihatnya.  Mungkinkah? Itu sebuah s*****a api? gumam Ania dalam hati. Daniel tersenyum tipis begitu Ania hampir sampai di hadapannya, dia tetap tenang dan percaya pada rencana yang telah di susunnya. Kau akan segera lari ketika mendengar suara letusan handgun ini, ucap Daniel dalam hati. Dia tidak bergerak sedikitpun, dia juga percaya bahwa Ania menarik acak s*****a yang ada di sekeliling dan tidak dapat menggunakan katana itu. Handgun yang dia pegang bukan untuk di arahkannya kepada Ania, s*****a itu hanya untuk menakut-nakuti Ania agar dia segera pergi dan mengakhiri ini. Kurang dari dua meter serangan Ania akan mengenai Daniel, dia akhirnya mengeluarkan sebuah handgun yang sejak tadi disembunyikan di balik tubuhnya dan mengacungkannya tepat ke arah Ania. Dia tidak terlalu kaget dengan gerakan tiba-tiba Daniel, handgun adalah salah satu benda yang dia prediksi. Daniel memgegang Glock 20 yang bentuknya  tipis dan ringan namun,  s*****a ini sangat mematikan. Ania mengancangkan pegangannya pada katana dan berusaha menyerang Daniel sembari berusaha menghentikan serangan yang dilakukan Daniel dan menghindar, tepat saat Daniel menarik pelatuk handgun-nya. Penonton yang menyaksikan itu menutup mata dan tidak sanggup melihat, suara letusan tembakan terdengar. Beruntung Ania memiliki refleks yang sangat cepat dan dapat menghindar tetapi, dia menatap Daniel tidak percaya ketika lelaki itu menembak bukan ke arahnya. Ania melempar jauh katana yang dia gunakan tadi, lalu berlari menerjang Daniel dan melakukan hal yang sama pada handgun lelaki itu. Dia mencengkram lengannya, “Kenapa kau berani menembak dengan posisi seperti itu! Kau mau terluka?!” “Ck, ku pikir kau akan lari ketika mendengar suara tembakan, ternyata aku salah. Kau berbeda,” Daniel tidak menanggapi ucapan Ania. Ania mendengus, “Aku tidak seperti remaja kebanyakan!” ucapnya lalu melancarkan serangan bertubi-tubi ke arah Daniel yang langsung saja di tangkis lelaki itu. Ania tersenyum begitu Daniel menepis semua serangan yang dia lancarkan, selanjutnya dia melakukan tendangannya memutar mengincar kepala Daniel. Daniel menunduk menghindari tendanganya dan membalas Ania dengan pukulan yang dia arahkan ke perut kiri. Serangan Daniel dengan mudah ditepisnya, dia baru mengerahkan sedikit tenaga untuk melawan Daniel, ternyata kemampuannya lumayan puji Ania dalam hati. Daniel tercengang, dia menatap Ania tajam karena menggagalkan rencananya. Belum sempat bernapas lega, serangan lain dari Ania telah menunggu kesiapan Daniel untuk kesekian kalinya. Kali ini kaki kiri Ania mengincar bagian vital yang paling di lindungi oleh seorang lelaki, satu-satunya cara untuk melumpuhkan lelaki dengan cepat dan tepat, gerakan itu membuat Daniel terbelalak, dia terpaksa menjatuhkan diri ke matras lalu bersalto ke belakang dan menjauhi Ania. Pertarungan di antara mereka semakin sengit, walaupun Ania tidak mengerahkan semua kemampuan, energinya cukup terkuras. Semakin lama mereka bertarung semakin banyak yang menonton mereka karena Daniel yang mengundang untuk datang. Ania maupun Daniel telah basah oleh keringat, bahkan pakaian yang mereka gunakan kini basah. Dua jam mereka ada di dalam ring tetapi, di antara mereka belum ada yang ingin menyerah walaupun kondisi Daniel sudah hampir mencapai batasnya. Saat merasa fokus Daniel terpecah Ania bergerak memutar dan menendang Daniel telak di arah d**a. Tubuh Daniel tersungkur dengan wajah terlebih dahulu menyentuh matras, napas kedua orang yang berada di atas ring saling bersahutan. Selain menyerang Daniel dengan serangan langsung dia juga menggunakan tekhnik tersembunyi untuk menguras tenaga Daniel. Suasana tempat itu mencekam, tidak ada yang berani bersuara ketika Ania kembali menendang Daniel. Semua orang yang telah menyaksikan bagaimana Daniel memkul lawan-lawannya memprediksi jika dia akan menang tetapi sekarang mereka menyaksikan pertandingan Ania dan Daniel, keyakinan mereka berubah. Ania menjauh dan bersantai di tepi ring, dia membasuh keringat yang membasahi tubuhnya menggunakan handuk sembari mengecek luka di tubuhnya namun, dia tidak menemukan luka baik di wajah ataupun di bagian tubuhnya yang lain. Matanya tertuju ke arah Daniel yang masih tengkurap di atas matras. “Apa kau sudah menyerah?” tanyanya setelah meminum air mineral yang tersedia. Daniel menoleh dan menatapnya tajam, matanya memerah karena emosi. Sedangkah staminanya habis karena mati-matian melawan Ania, perkiraannya sangat salah tentang gadis yang sekarang ini berdiri di hadapannya. Dia berusaha berdiri, walaupun tubuhnya terasa remuk dia tidak akan pernah mengalah dari Ania. “Tidak akan pernah!” “Ternyata kau cukup tangguh, aku suka semangatmu tetapi kau akan lumpuh jika terus memaksakan tubuhmu.” ucap Ania mengingatkan. Beberapa orang terkisap begitu Daniel berhasil berdiri, walaupun goyah dia tetap berusaha berdiri tegak. Pelipisnya mengeluarkan darah, kedua sudut bibirnya robek akibat pukulan telak Ania, dan bercak darah yang telah kering terlihat di bawah hidungnya. Dia maju menerjang Ania membawa sebuah katana yang tadi di lemparnya dan mengarahkan pedang itu tepat ke leher Ania. Daniel melebarkan matanya begitu melihat Ania menangkap ujung pedang menggunakan sebelah tangan membuat telapak tangannya mengeluarkan darah. “Kau harus berhenti Daniel!” bentak Ania keras. Dia tahu kondisi Daniel telah sangat lemah, hanya lelaki itu memaksakan tubuhnya. “Aku tahu kau akan malu setelah ini, tetapi kau akan kehilangan tubuhmu jika kau memaksanya!” “Kau tidak lemah! Aku yang membuat energimu terkuras habis, tekhnik yang kugunakan berbeda.” ucap Ania pelan, jarak mereka tidak lebih dari dua meter. “Kau harus berhenti, kumohon!” Daniel terpaku, dia tidak pernah merasakan perasaan setulus ini sebelumnya. Gadis di depannya adalah musuhnya tetapi dia yang memintanya untuk berhenti. Dia tersenyum tipis, “Baiklah, aku mengaku kalah.” Ketika Daniel ingin melepaskan katananya dan berbalik, Ania menggelengkan kepalanya. “Aku tahu kau bertahan karena tidak ingin harga dirimu hancur di depan mereka semua. Ternyata  kau hanya seorang lelaki keras kepala dan sombong, aku tahu itu hanya topengmu agar kau dihargai dan dilihat oleh mereka semua.” Setelah mengucapkan itu, Ania melepaskan pedangnya lalu membiarkan tubuhnya merosot turun berlutut di depan Daniel dan jatuh tidak sadarkan diri membuat lelaki itu menatapnya tidak percaya. …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD