Awal Perkara
Minggu, 27 November 2016, pukul 22.00 WIB
Langit malam itu lebih gelap dan lebih berkabut dari biasanya dan hujan deras membuat suasana jalanan sangat basah dan sangat sepi. Djenar Saskia berada di balik setir mobil hatchback putih kecil sewaannya dan menggigil kedinginan. Tubuhnya terasa sedang demam.
Ia mengecilkan AC mobil yang dikendarainya, menutup tubuh bagian atasnya dengan selimut tipis di mobil tersebut, dan menekan lebih dalam pedal gas di bagian bawah kakinya. Ia tidak tahan untuk segera sampai di rumah kontrakannya dan berbaring. Kepalanya terasa berat dan seluruh punggungnya masih terasa nyeri.
Jalanan di daerah pedesaan bagian kanan atas Palagan terasa suram saat itu. Semakin naik menjauh ke atas, suasana jalanan semakin sepi. Biasanya ada satu dua motor yang lalu lalang, tetapi saat itu ia tidak melihat satu pun motor melintas.
Hujan di akhir tahun memang sering turun tanpa henti dan sebenarnya Djenar menyukainya. Namun jika itu terjadi di saat Djenar sedang menyetir, hujan jelas terasa menyebalkan dan sangat mengganggu baginya. Kali ini, guyuran air dari langit semakin deras membasahi jalanan dan mata Djenar harus memicing untuk menembus kaca depan mobilnya yang diwarnai pergerakan cepat wiper.
Karena merasa matanya kesusahan melihat jalanan dan tidak ada mobil dari arah berlawanan dengannya, Djenar pun mulai menyalakan lampu jauh. Namun sekitar berapa ratus meter ke depan saat belok melintasi daerah persawahan, wanita itu terkejut melihat adanya kecelakaan tak jauh darinya.
Bagian depan sebuah mobil sedan Eropa berwarna silver metalik tergelincir masuk ke pinggir sawah dan ada satu mobil hitam lainnya yang berjenis MPV berukuran sedang di sana. Mobil MPV tersebut seperti telah menyeruduk mobil sedan tadi dari belakang dan mengakibatkan terjadinya kecelakaan di antara keduanya.
Baik sedan silver dan MPV hitam itu mesinnya seperti masih dalam kondisi hidup. Lampu kedua mobil tersebut masih menyala dan pintu pengemudinya sama-sama terbuka. Bola mata Djenar terbelalak saat melihat ke arah depan ban belakang mobil MPV hitam. Dari posisi Djenar, ia melihat seperti ada orang tergeletak di jalanan basah.
Djenar tercengang sesaat sebelum akhirnya menelaah apa yang sedang terjadi di depannya. Dengan reaksi spontan, ia pun meraih gagang ponselnya dari dalam tas samping jok pengemudi dan segera menekan nomor 119. Suara Djenar masih terdengar sedikit bingung saat berbicara dengan petugas layanan darurat di seberang teleponnya -- untuk memberi tahu kecelakaan yang baru saja terjadi di depannya.
"Pusat Komando Nasional dengan Ayu, ada yang bisa dibantu?" tanya operator dari nomor layanan darurat 119 tersebut.
"Ah, saya mau melaporkan kecelakaan," jawab Djenar sambil terus memandangi kedua mobil di depannya.
"Dengan Ibu siapa saya bicara?"
"Saya Djenar. Posisi saya sedang ada di Jalan Persawahan dekat kawasan Palagan, Sleman, Yogyakarta."
"Baik. Ibu mau melaporkan kecelakaan?"
"Ya."
"Ibu sebagai saksi atau salah satu korban?"
"Saksi. Di depan saya ada dua mobil. Satu mobil jatuh ke sawah dan yang satu mobil lagi sepertinya menabrak mobil tadi dari belakang," ucap Djenar kepadanya. "Tidak ada kendaraan lain yang lewat. Saya hanya sendiri di sini jadi saya butuh bantuan secepatnya."
"Posisi Ibu tepatnya di bagian mana?"
"Saya di belakang dua mobil tersebut dan tidak bisa turun untuk memeriksa karena hujan deras, tapi ... sepertinya ada korban."
"Baik, kami akan segera mengirim bantuan medis dan tim dari kepolisian Sleman terdekat. Posisi tepat Ibu tadi benar di Jalan Persawahan dekat Jalan Palagan? Ada patokan khusus?"
Djenar tidak segera menjawab petugas tersebut. Ia menangkap sesuatu di matanya dengan cepat. Ada genangan darah yang terlihat melalui cahaya lampu jauh mobil Djenar.
"Ada ... darah,"
"Ibu Djenar, apakah Anda melihat ada korban luka berat di sana?" tanya operator bernama Ayu tadi.
Belum sempat ia menjawab, tubuh Djenar mendadak mematung setelah melihat lebih jelas ke arah ban belakang mobil MPV. Ada sosok yang terlihat tergeletak di jalanan dan mendadak bergerak secara perlahan.
"Ibu Djenar?"
"Tunggu sebentar," jawab Djenar mendadak. "Sepertinya ada yang bergerak. Saya akan coba lihat kondisinya. Tolong kirim saja bantuan dengan cepat ke sini!"
Dengan tergesa-gesa, Djenar mematikan sambungan teleponnya dan meletakkan selimut dari bahunya. Karena tidak menemukan payung atau jas hujan di mobilnya, ia mengambil sebuah kantong kresek hitam bekas belanjanya dan segera melapisi kepalanya dengan plastik tersebut.
Dalam hitungan detik, Djenar turun dan berlari ke arah tempat kejadian dengan menerobos hujan dingin yang langsung mengguyur tubuhnya. Ia bergerak cepat ke arah bagian depan mobil MPV dan mematung seketika di tempatnya.
Sosok yang tergeletak tadi sudah dalam posisi setengah terduduk dan bersandar di samping ban belakang kanan. Sepertinya sosok yang ternyata adalah pria berusia sekitar tiga puluhan tersebut telah bersusah payah mengangkat tubuhnya. Dari tempatnya berdiri, wanita itu melihat pria itu menggerakan tangan kanannya dengan lemah ke arah Djenar.
"Pak...?! Bapak tidak apa-apa?" teriak Djenar dalam kondisi basah kuyup sambil setengah berlari ke arah sosok yang menggunakan masker mulut menutupi wajahnya tersebut. "Saya sudah telepon bantuan. Mereka dalam perjalanan ke sini, Pak! Bapak bisa bertahan sebentar lagi?"
Langkah kaki Djenar mendadak terhenti seketika setelah melihat sesuatu yang ganjil. Firasatnya mendadak buruk. Ia menatap lurus ke arah laki-laki dengan masker tersebut yang seolah sedang meminta pertolongan dari Djenar.
Darah mengucur dari balik tangan kiri pria itu yang tengah menekan perut di bagian atasnya. Ia melihat suatu benda hitam kecil yang familiar tergeletak tak jauh dari tangan kanan pria tersebut.
Dengan cepat, Djenar menoleh ke arah sedan silver metalik yang bagian depannya terjungkal ke sawah. Dugaannya segera terjawab. Ia melihat sosok mayat lainnya dalam posisi setengah telungkup di dekat pintu pengemudi sedan yang terbuka. Kakinya setengah berlutut di sawah dan bagian atas badannya terlihat menelungkup jatuh ke pinggir jalanan beraspal.
Djenar berjalan mendekat dan melihat darah tengah bersimbah dari bawah bagian tubuh pria itu dan perlahan tersapu derasnya genangan air hujan ke arah sawah. Rambut sosok mayat tersebut berwarna keperakan dan tubuhnya masih mengenakan jaket yang terlihat mahal.
Tembakan, ujar Djenar dalam hati dengan mata melebar. Ini semua luka tembakan, mereka baru adu tembak di sini!
Wanita itu melirik ke arah posisi tangan kanan pria berambut perak yang menyentuh pinggiran aspal jalanan tersebut. Sebuah pistol colt masih melekat di tangan mayat pria berambut kelabu muda itu. Ia pun mendekati mayat pria tersebut dan sedikit berjongkok di tepi sawah untuk mengangkat sedikit wajah pria itu.
Pria itu berusia sekitar enam puluh tahun dan memiliki wajah yang cukup familiar. Djenar memiringkan kepalanya untuk melihat lebih jelas wajah pria tua itu. Setelah beberapa saat mencermatinya, ia kemudian langsung mematung. Mendadak ia teringat sesuatu dan langsung terdiam hening di tempatnya.
Setelah beberapa detik otaknya berusaha mereka sesuatu, Djenar kemudian memandang ke arah pintu jok belakang mobil sedan tersebut. Dengan gerakan cepat, ia berjalan ke arah bagasi sedan yang posisinya masih mendongak ke pinggir jalan itu.
Wanita itu bergerak hati-hati dengan memijak pinggiran jalanan yang berbatasan dengan sawah, lalu mengecek bagian dalam mobil mewah tersebut dari kaca belakangnya dengan seksama. Ia lalu kembali terdiam sejenak di tempat setelahnya.
"To-tolong aku," rintih pria bermasker di belakangnya tadi segera membuyarkan pikiran mengawang Djenar.
Djenar menoleh dan menatap pria tak berdaya tersebut. Dari kejauhan, Djenar bisa mendengar suara sayup-sayup sirine ambulans tengah mendekat. Ia pun menatap lurus ke arah pria lemah di depannya dengan nanar dari posisinya.
Sekitar tujuh sampai sepuluh menit, ucap Djenar kepada dirinya sendiri dengan wajah yang masih basah kuyup karena hujan. Ia mencoba memikirkan sesuatu dan memutar otaknya dengan cepat di tempat.
Aku hanya punya waktu tujuh menit untuk melakukannya sebelum tim medis dan kepolisian tiba di tempat ini, gumam Djenar dengan wajah serius, sambil mengangkat senjata di tangan mayat pria di dekatnya.