bc

Oh, My MVP!

book_age18+
1.2K
FOLLOW
8.7K
READ
billionaire
arrogant
CEO
boss
sweet
office/work place
enimies to lovers
colleagues to lovers
athlete
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Mengubah pemain NBA menjadi CEO yang mampu memimpin sebuah perusahaan besar?

Mimpi apa Anya semalam! Tugas yang nyaris mustahil itu dibebankan pada Anastasia Raffles atau yang biasa dipanggil Anya. Ditunjuk langsung oleh Jeremy, sang pemain NBA yang adalah seorang MVP untuk menjadi asistennya di Diamond Group milik Ibunya, Sally Kurniawan. Jeremy terus didesak menjadi pewaris Sally, walau itu hal yang paling dibenci Jeremy.

Anya pun berjuang keras menghadapi keras kepala dan sikap kekanak-kanakan Jeremy hingga akhirnya pria itu bertekuk lutut di hadapannya. Makin ia memahami Jeremy, ternyata Sang MVP itu menyimpan begitu banyak rahasia. Dan rahasia itu hanya Anya seorang yang tahu. Semakin lama mengenal Jeremy, Anya sadar dan tak bisa memungkiri bahwa ia jatuh cinta pada Jeremy.

======

“Tu-tunggu… pekerjaan di Amerika? A-aku tidak melamar pekerjaan apapun. Aku…”

“Bukan kau yang melamar pekerjaan tapi aku yang memintamu. Jadilah asisten pribadiky di Amerika, karena hidupku bergantung padamu, Anya.”

chap-preview
Free preview
Prolog
    Ibu dan anak itu kini saling bersitatap penuh dengan permusuhan. Pertikaian ini tidak bisa diselesaikan dengan mudah sejak dulu. Sally tidak pernah bisa mengutarakan rasa sayangnya pada putra sulungnya itu karena hati Jeremy seolah telah membatu. Ia membentengi dirinya dari campur tangan Sang Ibu dalam kehidupannya. Semua yang Sally lakukan dan ucapkan selalu berakhir dengan tanggapan sinis atau bahkan perilaku acuh putranya.     Padahal yang Sally sedang usahakan saat ini sebenarnya adalah bentuk cintanya pada Jeremy. Dengan memberikannya kepercayaan sebagai penerusnya di perusahaan miliknya, ia pikir dapat membuat Jeremy mulai merasa memiliki dan berubah. Ia ingin menunjukkan bahwa Jeremy pun mendapat porsi dan prioritas dalam hidupnya, bukan hanya Jonathan, putra keduanya yang sejak kecil menjadi alasan rasa iri Jeremy.      Nyatanya, anak itu malah membuat reputasi baik Sally tercoreng. Sally dianggap gegabah dalam menentukan penerus, yang adalah putra sulungnya sendiri. Para direksi dan pemegang saham membanjiri telinganya dengan ucapan-ucapan pedas yang menuding Sally. Mereka mengatakan bahwa Jeremy adalah pembuat onar, tidak becus bekerja, tidak bisa dipercaya, suka malas-malasan, tidak professional dan semua hal buruk lainnya. Lama kelamaan telinga Sally panas dan hatinya pun tersulut emosi bukan?      Seumur hidup Sally, baru kali ini ia benar-benar merasa dilecehkan. Bukan dari orang lain tapi dari putranya sendiri!      Jika kalian menganggap Sally akan mengalah pada putranya, pasti kalian salah. Dari sejak dulu Sally bukanlah orang yang bisa diam dan tidak melakukan apapun jika ada yang meragukan keputusan dan pilihannya. Ia malah terdorong untuk terus membuktikan bahwa dirinya tidak pernah salah.      Itu sebabnya ia terus menekan Jeremy agar berubah. Menunjukkan pada semua orang yang meremehkan Sally bahwa pilihan Sally tidak salah. Mengembalikan reputasi Sally yang selama ini diragukan. Bagi Sally, reputasi adalah segalanya.      Tapi kejadiannya malah di luar kontrol! Jeremy sudah terlalu lama menutup hati untuk semua ucapan Ibunya. Sepertinya akar pahit dari masa lalunya yang membuatnya berperilaku seperti itu pada Ibunya. Layaknya anak yang durhaka pada Ibunya, Jeremy selalu ketus, sinis dan mengacuhkan apa yang Ibunya katakan. Seperti sekarang.      “Jadi, apa mau Mama?” Jeremy berusaha melendekkan amarahnya. Ia tidak punya pilihan lain. Mengikuti egonya hanya akan membuat dirinya hancur. Kekuasaan Ibunya terlalu besar untuk ia atasi.      “Ikuti perintah Mama maka kau bisa tetap bermain basket. Asal pekerjaanmu di kantor tidak terbengkalai. Mama akan mencarikan seseorang yang akan membantumu melaksanakan tugas itu.”      “Baik. Tapi aku akan cari sendiri orangnya dan setelahnya Mama tidak boleh mengganggu karir basketku dan hidupku!”      “Deal!” jawab Sally dengan bersidekap.      Sudut mata Jeremy menangkap sosok wanita 24 tahun yang cantik dan baru saja dikenalnya. Wanita cantik dengan kulit kuning langsat, mata lebar nan menawan, hidungnya dan mulut mungil, dengan rambut sedikit bergelombang yang digerai begitu saja. Wanita itu baru saja hendak melewatinya setelah sebelumnya tersenyum ramah padanya. Jeremy menarik tangan wanita itu hingga wanita itu terkesiap.      “Aku sudah menemukannya, Ma!”      Satu ucapan Jeremy membuat Anya terkejut. Benar-benar terkejut! Tidak ada yang memberitahunya apa yang terjadi dan mengapa pria tampan ini menariknya sembarangan. Ada apa gerangan?      Dan satu ucapan Jeremy itu juga membuat Sally membalikkan tubuhnya. Melihat putranya sudah menggandeng seorang wanita muda cantik yang tidak ia kenal. Siapakah wanita ini? Apakah ia adalah teman putranya? Teman sekolah? Kuliah? Atau pendukung basketnya? Sally mengernyitkan keningnya dan menatap wanita itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.      “Aku sudah menemukannya. Aku ingin wanita ini menjadi asistenku. Dan aku tidak ingin ada yang membantahnya, termasuk Mama. TITIK.”  Anya yang tidak tahu apapun hanya bisa memandang dengan terkejut pada Jeremy lalu beralih pada Sally. Situasi macam apa ini? Asisten? Apa maksudnya asisten?      Sally memajukan langkahnya mendekati Anya yang kini terlihat takut menatap wanita paruh baya namun tetap cantik dan modis di hadapannya.      “Kau mengenalnya, Nona…?” tanya Sally pada Anya. Anya yang ditanya jelas merasa terkejut dengan ucapan Sally. Sally sendiri meragukan pilihan Jeremy. Ia yakin putranya hanya asal menarik tangan wanita itu.      “A-Anya… Anastasia Raffles, tapi a-aku… itu…”     “Kami kenal satu sama lain, bukan begitu… Anya?” seruput Jeremy. Anya mendongak tanpa mampu berkata-kata. Tatapan mata Jeremy, walau tidak ditujukan untuknya, terasa sangat tajam dan menakutkan, tidak seperti saat mereka berbincang tadi. Anya hanya bisa mengangguk, takut menimbulkan sesuatu yang bisa membuat Jeremy makin marah.     Sally menegakkan tubuhnya dengan bersidekap. Ia menatap wajah Anya.      “Baikah jika dia pilihanmu,” kata Sally pada Jeremy. Sementara Anya menjadi bingung dengan apapun yang ia hadapi sekarang.       Sudut bibir Jeremy terangkat, penuh kepuasan. Hanya ini cara satu-satunya untuk membuatnya menghindari kontrol dan kendali Sally. Melalui Anya. Menjadikan wanita itu tameng sekaligus topeng agar ia bebas melakukan apapun yang ia mau dan sukai. Walau ia mungkin merasa sedikit bersalah pada Anya karena hanya memanfaatkan wanita itu, tapi setidaknya ia akan mengecap kebebasan yang lama diidam-idamkannya.      Tanpa menurunkan pandangannya dari Anya, Sally mengucapkan ultimatumnya tanpa persetujuan yang ditatapnya.      “Nona muda, pastikan besok kau datang ke suite di hotel ini pukul 10 pagi dengan membawa CV-mu. Aku akan menginterview-mu langsung.” Sally meninggalkan dua orang itu tanpa berkata apapun lagi.      Jeremy melepas pegangan dari lengan Anya. Tanpa memedulikan Anya, Jeremy memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana lalu meninggalkan wanita yang sedang kebingungan itu. Anya masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya kedua orang tadi bicarakan? Partner, CV, Interview, asisten. Apakah ini tentang pekerjaan? Jika memang tentang pekerjaan, mengapa harus melibatkan dirinya?      Melihar Jeremy yang pergi menjauh, Anya mengejar pria itu dan menarik lengannya untuk meminta penjelasan.      “Tunggu… Tunggu… kau belum memberikan penjelasan apapun tentang itu tadi? Apa yang sebenarnya terjadi antara kalian berdua dan apa urusannya denganku?”      Jeremy menghela nafasnya dan menatap Anya.      “Ikuti saja apa yang wanita tua itu minta. Dia menyutujui mempekerjakanmu di Amerika,” balas Jeremy singkat lalu kembali meninggalkan Anya di tengah kebingungannya. Sesaat Anya berpikir tapi ia mengejar Jeremy kembali dan melakukan hal yang sama.      “Tu-tunggu… pekerjaan di Amerika? A-aku tidak melamar pekerjaan apapun. Aku…”      “Bukan kau yang melamar pekerjaan tapi aku yang memintamu. Jadilah asistenku di Amerika karena hidupku bergantung padamu, Anya,” ucap Jeremy dengan serius      “Hah??? Apa??? Asisten? Tu-tunggu… ini…”      “Sudah jangan banyak bertanya. Ibuku tidak akan menerima penolakan dan aku malas berurusan dengannya,” kata Jeremy cuek lalu lagi-lagi meninggalkan Anya penuh dengan sejuta pertanyaan.      Anya tenggelam dalam semua kegilaan yang baru saja ia alami. Mengenal pria tampan yang entah dari mana, bercengkrama hangat dengannya lalu bertemu dengan wanita paruh baya dengan aura yang kuat dan dominan, dan sekarang diminta menjadi asisten pria itu? Di Amerika? Astaga, mungkin Anya sudah gila! Apa yang sebenarnya terjadi sekarang?      Sungguhkah ini serius? Apakah ini hanya mimpi?      Anya mencubit pipinya sendiri hingga ia meringis kesakitan.      “Tidak… ini bukan mimpi!”  ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
96.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook