Darius menghampiri Eloisa yang masih menatap horor pada Clara. Sepertinya wanita itu agak syok. Gadis-gadis di sekitar Darren memang bisa menjadi brutal setelah diputuskan adiknya itu.
“Anda tidak apa-apa, Bu Eloisa?” tanya Darius. Dia menyentuh pundak Eloisa karena mata wanita itu masih fokus pada Clara. Eloisa tersentak karena sentuhan itu dan langsung menoleh pada Darius.
“I-iya Pak Darius. Saya tidak apa-apa. Ha-hanya sedikit terkejut,” jawab Eloisa terbata. Perkataannya tidak sesuai dengan wajahnya yang sudah pucat.
“Kembali ke tempatmu, Clara Suyanti!” perintah Darius dan dengan terpaksa gadis itu menurut, berjalan kembali ke tempat dirinya tadi berdiri. Di saat bersamaan, terdengar pintu diketuk dan Dokter Sofi masuk ke ruangan.
“Anda memanggil saya, Profesor?” tanya Dokter Safi pada Profesor Adianto yang baru saja mengirimkan pesan padanya untuk datang ke ruangan ini.
“Iya, Dokter Sofi. Saya ingin bertanya, apakah minggu lalu Bu Eloisa dan Darren datang ke klinik?” tanya Adianto. Dokter Sofi lalu melihat ke arah Darren yang tersenyum padanya dan balas tersenyum pada mahasiswanya itu. Dia sedikit bingung saat mengedarkan pandangannya dan menemukan banyak mahasiswi disini.
“Betul, Profesor. Bu Eloisa mengantar Darren yang pipinya terluka. Luka di pipinya lumayan dalam sehingga darahnya sulit untuk dihentikan. Saya menyarankan untuk periksa ke rumah sakit setelah dari klinik karena takut infeksi dan lukanya akan berbekas jika tidak ditangani dengan benar.” jawab Dokter Sofi. Dokter Sofi lalu kembali menoleh pada Darren.
“Apakah kamu sudah periksa ke rumah sakit?” tanya Dokter Sofi.
“Sudah, Dok. Dokter disana memberikan plester anti air ini dan antibiotik untuk pencegahan infeksi!” jawab Darren sambil menunjuk pipinya yang masih di plester.
“Baguslah. Tidak ada demam?” tanyanya lagi.
“Tidak, Dok. Saya sehat sampai sekarang,” jawab Darren.
“Ya sudah, berarti tidak ada masalah. Tinggal tunggu lukanya kering saja.” kata Dokter Sofi dan Darren mengangguk setuju.
“Baiklah Dokter Sofi, sudah cukup informasinya. Terima kasih,” kata Adianto.
“Baik, Profesor. Saya permisi, Profesor, Pak Bayu, Pak Darius, Bu Eloisa,” pamit Dokter Sofi. Dia langsung keluar lagi dari ruangan itu. Pasti ada masalah besar jika ada Pak Bayu, Profesor Adianto dan Pak Darius di ruangan yang sama. Apalagi hingga memanggilnya hanya untuk mengkonfirmasi kejadian minggu lalu!
Suasana kembali hening saat Dokter Sofi sudah keluar dari ruangan itu. Para mahasiswi itu saling melirik dan menyenggolkan lengan. Sedangkan Darius, dia menoleh pada ayahnya dan Pak Bayu.
“Jadi, menurut Profesor Adianto dan Pak Bayu, sanksi apa yang pantas diberikan kepada mereka?” tanya Darius. Perkataannya membuat para mahasiswi itu kembali ketakutan dan diam tidak bergerak.
“Peraturan dasar kampus?” Adianto bertanya balik.
“Untuk main hakim sendiri, hukumannya minimal skorsing dua minggu, tergantung berapa berat akibatnya. Untuk provokasi, hukumannya minimal skorsing dua bulan, dan untuk p*********n terhadap dosen, belum ada peraturan resminya, karena baru kali ini terjadi!” jawab Darius.
“Bagaimana menurut Pak Bayu?” tanya Adianto pada Bayu Kristanto sang Rektor.
“Yang menurut Profesor Adianto terbaik saja. Mereka memang harus dihukum agar memberi efek jera untuk yang lain,” jawab Pak Bayu diplomatis. Walaupun wajahnya tampak tenang, tapi hatinya waswas. Profesor Adianto adalah orang yang dipilih oleh pimpinan yayasan sebagai penasehat di kampus ini dan pria itu sudah memegang jabatannya lebih dari dua puluh tahun. Jika dia salah bicara, bisa-bisa jabatannya sendiri yang dipertaruhkan!
“Om!” pekik Clara tidak terima.
“Diam! Kamu sudah memprovokasi teman-temanmu dan menyerang dosenmu sendiri. Kamu harus menerima hukumanmu!” bentak Pak Bayu yang langsung membuat Clara menutup mulutnya, namun matanya terbelalak tidak percaya. Omnya selama ini sangat memanjakannya, bagaimana mungkin tega menghukumnya seperti ini?
Profesor Adianto memandang Darren yang sekarang balas menatapnya dengan tatapan bersalah.
“Baiklah. Karena Pak Bayu menyerahkannya pada saya, maka saya yang akan memberikan sanksi pada mereka,” kata Profesor Adianto pada Darius dan pria itu mengangguk setuju.
“Untuk mahasiswi selain Clara Suyanti, hukumannya adalah skorsing selama satu bulan dan akan saya berikan tugas yang harus diselesaikan dalam waktu satu bulan itu. Jika tugasnya belum selesai, maka tidak diijinkan masuk kuliah walaupun masa skorsing sudah selesai!” kata Profesor Adianto yang membuat para mahasiswi itu semakin meringis. Tugas dari Profesor Adianto sulitnya minta ampun, apalagi sekarang disuruh mengerjakannya sendiri. Biasanya tugas dari Profesor Adianto diberikan sebagai tugas kelompok!
“Untuk Clara Suyanti, hukumannya adalah skorsing dua bulan dan penurunan nilai satu tingkat dari setiap mata kuliah di semester ini dan dua buah tugas yang harus selesai saat masuk. Jika belum selesai, maka tidak diijinkan masuk kuliah walaupun masa skorsing sudah selesai!” lanjut Profesor Adianto. Clara sudah mau membantah, namun pelototan omnya membuatnya kembali menutup mulutnya. Dia menahan amarahnya dengan mengepalkan kedua tangannya erat, yang membuat kukunya menusuk kulitnya sendiri. Bagaimana mungkin dia bisa menyelesaikan dua tugas dari Profesor Adianto? Selama ini nilainya selalu pas-pasnya dan jika dapat tugas apapun yang dikerjakan secara berkelompok, biasanya dia mangkir dan menyuruh teman-temannya yang mengerjakan. Karena dia adalah keponakan kesayangan rektor, teman-temannya tidak ada yang berani melawannya.
“Untuk Darren Noah Hartadi, hukumannya adalah menjadi Asisten Dosen Pak Darius hingga semester ini berakhir tanpa digaji!” tutup Profesor Adianto. Darren langsung menegakkan tubuhnya dan menatap horor pada Ayahnya.
“Tapi Prof …!” Darren mulai membantah tapi terdiam melihat tatapan peringatan ayahnya.
“Apakah perlu sampai semester depan? Saat anda meminta ijin untuk membuka Darren Club, anda menjamin tidak akan ada masalah kedepannya. Dan apakah yang terjadi sekarang bukan masalah? Anggota Darren Club telah membahayakan keselamatan orang lain!” kata Profesor Adianto tajam.
“Maaf, Profesor. Saya salah. Saya terima hukumannya.” jawab Darren. Dia mengepalkan tangannya menahan emosinya. Dia memelototi semua mahasiswi disana yang semakin menunduk karena ketakutan mereka sekarang semakin berlipat.
“Baiklah. Sekarang bubar! Semua tugas nanti akan di email oleh Pak Darius.” kata Profesor Adianto lagi yang langsung membuat semua mahasiswi selain Clara pamit setelah sebelumnya meminta maaf pada Eloisa. Mereka keluar ruangan itu secepat yang mereka bisa.
Begitu juga dengan Profesor Adianto dan Pak Bayu Kristanto juga keluar diikuti Darius dan Eloisa yang masih melirik ke arah Darren sebelum dia keluar dari ruangan itu meninggalkan Darren dan Clara.
Darren menghampiri Clara dengan tatapan tidak terbaca dan berbisik pelan di telinga wanita itu.
“Kau memilih musuh yang salah, Clara Suyanti!” kata Darren dingin. Dia lalu terus berjalan keluar dari ruangan itu menuju Darren Club. Dia sudah mengirimkan pesan pada admin Darren Club untuk menyuruh semua anggota yang sedang tidak lagi kuliah untuk datang kesana.
****