BAB 9: HANTU BULE

1136 Words
“Dia tidak mendatangi Ayah dan kak Darius untuk meminta pertanggungjawaban karena mengaku kuhamili, kan?” Darren menyuarakan rasa penasarannya. Mereka sudah terbiasa dengan wanita yang tiba-tiba datang ke rumah dan mengaku dihamili oleh Darren. Jadi, dari sepuluh kali Darren duduk di kursi pesakitan keluarganya ini, minimal delapan kalinya berurusan dengan wanita. “Tidak. Namun tadi aku melihat dia dirudung oleh segerombolan mahasiswi yang sebagian dari mereka pernah kudengar namanya kau sebutkan,” jawab Darius dan Darren langsung memucat. Dan ekspresinya tentu saja terlihat jelas oleh keluarganya, yang berarti dia memang melakukan salah. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Ayahnya lagi. Pertanyaan Ayahnya membuat Darren tidak jadi bertanya mengenai kondisi Eloisa pada kakaknya. Sekarang dia melirik semua orang yang ada disana, dari Kakaknya, ke Ayahnya, lalu ke Ibunya. Masa dia harus mengaku kalau dia salah mencium orang? Dosen pula! “Darren!” panggil Rosaline setelah sekian lama keterdiamannya. Terdengar nada peringatan dari suara ibunya. Dia menghela napas, habislah dia kali ini! “Kemarinan aku tidak sengaja mencium Bu Eloisa. Kupikir, dia Clara.” kata Darren sembari menunduk. Dia malu harus mengakui kesalahannya yang ini. Belum lagi pukulan ibunya yang menantinya setelah ini. Hening.. Akhirnya dia mengangkat wajahnya dan melihat ketiga orang di depannya masih menatapnya dengan tatapan tidak terbaca. “Luka di pipimu?” tunjuk Rosaline. “Ditampar dan kena mata cincinnya,” jawab Darren pasrah. Dia tidak bisa berbohong pada keluarganya ini. Dia sudah lelah mencoba karena pasti akan ketahuan juga. Satu-satunya orang di keluarganya yang masih bisa dia bohongi hanyalah Kak Donny. “Kau memaksa mencium wanita?” tanya Rosaline tajam setelah mengambil kesimpulan dari jawaban anaknya. Wanita yang tidak keberatan dicium tidak akan menampar pria yang menciumnya. Nada suara Rosaline memberi alarm tanda bahaya dan Darren menatap ibunya ngeri. “Aku tidak tahu kalau dia bukan Clara, Ma!” jawab Darren panik. Dia berusaha membela diri. Rosaline sudah berdiri dan berjalan menghampiri Darren yang juga sudah berdiri dari kursinya sambil menatap ibunya dengan wajah memohon. “Ma. Aku tidak sengaja!” mohon Darren. BUGH Darren terpental jatuh ke lantai. Darren terduduk di lantai sambil memegangi perutnya yang baru saja menerima bogem dari ibunya. Rosaline berjongkok dan menyejajarkan wajahnya dengan wajah putranya. “Setelah kau mencium dia dengan paksa, sekarang dia dirundung pacar-pacarmu? Malang sekali wanita itu!” kata Rosaline sinis sebelum dia menghajar putra bungsunya sekali lagi. BUGH Dan kali ini, Darren terkapar di lantai dengan darah yang mengalir dari hidungnya. Rosaline berdiri setelah merasa cukup memberi pelajaran pada putranya. Dia berjalan menuju pintu untuk keluar, urusannya disini sudah selesai. Namun sebelum dia keluar, dia berbalik dan berkata pada ketiga pria disana. “Besok sudah harus kelar!” perintahnya pada ketiga pria yang berada di ruangan itu sebelum dia keluar. Ada yang harus dia pastikan dulu sekarang, hal yang bahkan belum dia bicarakan pada suaminya. Darren sudah kembali berada di kursi pesakitannya lagi sambil memegang tisu untuk mengelap darah yang keluar dari hidungnya. Sekarang dia sedang menunggu keputusan Ayah dan Kakaknya yang sejak tadi sibuk membahas masalah yang tiba-tiba muncul ini. Harusnya dia tahu kalau Clara tidak akan semudah itu menyerah, keluh Darren dalam hati. Hanya wanita itulah yang melihat dirinya mencium Bu Eloisa di rooftop. Kemungkinan wanita itu mengadu pada Darren Club jika sampai pacar-pacarnya yang lain juga ikut merundung Bu Eloisa. Bagaimana Clara bisa mengenali Bu El? Padahal saat itu dia sudah berusaha menutupi wajah Bu El. Perasaannya tidak tenang. Bagaimana kondisi wanita itu sekarang? Apakah Bu El terluka? Dia semakin merasa bersalah pada wanita itu. “Ceritakan kronologisnya!” perintah Darius dan Darren bercerita dengan cukup lengkap, hanya dipotong bagian dia nyosor lagi walau sudah menyadari kalau wanita itu bukan pacarnya. Setelahnya, mereka mulai membuat beberapa rencana untuk membereskan masalah besok. Inilah kekuatan keluarga mereka. Mereka adalah keluarga yang solid dan saling mempercayai satu dengan yang lain. Sejak kecil ibunya sudah menanamkan kejujuran dan saling melindungi antar anggota keluarga. Selalu ada hukuman atas sebuah kesalahan, namun mereka akan mencari jalan keluar bersama setelahnya. **** Eloisa sudah hampir tertidur saat tiba-tiba kaca jendelanya diketuk. Awalnya dia pikir itu suara angin, namun suara ketukan itu konstan dengan jeda waktu yang sama. Waktu sekarang sudah lewat jam sebelas malam dan lampu juga sudah dimatikan, Eloisa semakin takut dan berpikir yang tidak-tidak! Selama ini tidak pernah ada keanehan di rumahnya, apalagi di kamarnya. Tapi kenapa sekarang seperti ada yang mengetuk kaca jendelanya? Ini kan lantai dua! Setelah mencoba mengabaikan suara itu hampir sepuluh menit dan suara itu tak kunjung hilang. Akhirnya Eloisa memberanikan diri untuk mengintip keluar dari pintu kaca yang menghadap ke balkon kamarnya sambil merapal doa untuk mengusir hantu manapun yang ada diluar sana. Eloisa tertegun saat matanya bertatapan dengan netra berwarna biru. Sejak kapan di area perumahan tempatnya tinggal ada hantu bule? Lalu hantu itu tersenyum padanya dan wajah si hantu mengingatkannya pada seseorang. Hal itu membuatnya terkejut dan langsung mundur beberapa langkah yang membuat tirai kembali tertutup. Namun ketukan di kaca jendelanya semakin cepat. Apa mungkin? Tapi ini kan lantai dua! Eloisa segera melangkah kembali ke jendela dan menyibak tirainya untuk memastikannya dan dia menemukan pria itu sedang tersenyum sambil melambaikan tangan padanya. Dia membuka sedikit pintu balkon kamarnya itu. “Apa yang kau lakukan?” desisnya kesal. “Selamat malam juga, Bu El,” sapa Darren. “Apa kau gila? Ini lantai dua!” omel Eloisa. “Oh, Ibu mengkhawatirkan aku?” tanya Darren dengan senyum menawannya. “Sana pulang!” usir Eloisa. Dia bermaksud menutup pintu balkonnya lagi namun ditahan Darren. Eloisa lalu berusaha lebih keras lagi untuk mendorong pintu itu dan tetap gagal karena tenaga Darren yang menahan pintu itu lebih kuat darinya. “Bu El, tolong bukakan pintunya,” pinta Darren manis. Dengan kesal Eloisa memelototi pada pria itu. “Bisa tidak, sih, kamu tidak menyusahkan orang?” oceh Eloisa kesal. “Aku ingin bicara dengan Bu El,” kata Darren lagi. Dia menatap sendu dosennya yang jelas sekali menolak kehadirannya sekarang. Dia sudah memberi masalah pada Bu El, sudah pasti wanita ini membencinya. “Kamu bisa mencari waktu yang lebih normal untuk mencariku daripada bertingkah seperti maling begini!” ketus Eloisa. “Sebentar saja Bu El,” pinta Darren memohon. “Ya sudah. Ada apa? Cepat katakan!” tanya Eloisa. “Anda tidak mengundang saya masuk?” tanya Darren penuh harap. Dia ingin memeriksa apakah dosennya ini terluka karena ulah Clara dan pacar-pacarnya yang lain. “Tidak. Cepat katakan apa yang kau inginkan, lalu pergi dari sini!” tolak Eloisa tegas. Darren tertegun. Ini pertama kalinya dia ditolak oleh wanita. Pacar-pacarnya sering mengundangnya ke rumah atau apartemen mereka, namun dia yang selalu menolak untuk menghindari jebakan. “Jika saya terlihat orang dari luar nanti malah membuat prasangka buruk loh, Bu El,” bujuk Darren yang tidak kehabisan akal. Perkataannya membuat Eloisa terbelalak, lalu wanita itu akhirnya membuka pintu lebih lebar untuk membiarkannya masuk. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD