Wanita itu

959 Words
     "Hai sayang, muuuaahhhh" diciumnya lama pipi Kayla.     "Selaaaallluuuu telat." jawab Kayla sambil mengerucutkan bibirnya.     "Maaf sayang, sangat banyak pekerjaan." Kayla hanya mengangguk seperti biasa. "Kayla main sebentar lagi ya, aku akan mengobrol sebentar dengan bu Bi."     "Baiklah." Kayla pun berlari menuju ke ayunan di depan kelas.     "Oh, maaf Bi aku telat lagi." sesal Julia.     "Mungkin sudah waktunya Kak." goda Bianca sambil tertawa jahil.     "Ayo lah Bi, panggil saja aku Julia."     "Tidak Kak, akan sangat tidak sopan bila didengar orang lain. Banyak anak kecil di sini."     "Bahkan kita seumuran Bi." rayu Julia agar Bianca mau menjadikannya teman tanpa ada tembok pemisah tak kasat mata di antara mereka. Bianca tidak menjawab, malah tersenyum sambil menggelengkan kepalanya sebagai tanda tidak setuju.     "Carilah suami Kak? Lima tahun bukan waktu yang sedikit Kak?" bujuk Bianca.     "Sudahlah Bi. Aku tidak menginginkannya."     "Bagaimana dengan Kayla?"     "Aku tidak tahu Bi. Aku tidak punya keberanian menanyainya." memang Julia dan Bianca sangat dekat. Bahkan mereka berdua sudah sering berbagi kisah, dari yang sedih sampai bahagia. Dan juga sudah mengetahui rahasia antara satu dan yang lain.     "Kayla butuh sosok itu Kak."     "Iya aku tahu, hanya saja---"     "Mamaaa...!!" teriak Kayla terdengar lantang dan dibarengi dengan tangisan.     "Kayla?!!" Julia pun berlari meninggalkan Bianca yang juga ikut menyusulnya berlari keluar kelas untuk melihat keadaan Kayla.     Julia heran mendapati Kayla telah digendong oleh seseorang yang tidak dia kenal.     Julia menarik Kayla dari gendongan lelaki asing itu, "Kayla sayang, mana yang sakit Sayang?", tanya Julia kawatir.     "Ini Ma, lutut Kayla sakit." jawab Kayla sambil menangis.     "Okey kita pulang sekarang Sayang, Bi aku pulang dulu ya." Julia berpamitan dan segera masuk ke dalam mobilnya dan berlalu meninggalkan dua orang yang sama-sama diamnya.     Axel yang melihat kejadian tadi merasakan amarah di dalam dadanya, ada rasa tak terima dan rasa tak suka atas sikap Julia.     "Kapan kakak datang?", tanya Bianca menariknya pada kenyataan bahwa dia kemari untuk menjemput adiknya.     "Cepat kemasi barangmu atau aku akan pulang sendiri." jawab Axel dengan menahan amarahnya.     Bianca yang mendengar itu langsung masuk ke dalam kelas untuk mengambil tasnya. Sementara Axel masuk ke dalam mobilnya dan memukuli kemudi untuk melampiaskan kemarahannya.     *     Acara ulang tahun salah satu anak relasinya berlangsung meriah. Tetapi tidak bagi Axel, ini sangat membosankan baginya. Axel yang memakai jas berwarna biru dan senada dengan celananya hanya berdiri di dekat mini bar dan meminum beberapa gelas minuman beralkohol rendah yang disediakan di sana.     Saat matanya menangkap seorang wanita bergaun coklat menerawang bermotif bunga, rambutnya dicepol ke atas memperlihatkan leher jenjangnya, kemarahan yang tadi menghilang kini muncul lagi. Dia tidak tahu apa yang dirasakannya, padahal tadi pagi masih biasa saja, tapi kejadian tadi siang sungguh membuatnya sangat terkejut mendapati kenyataan yang membuatnya marah tanpa tahu alasannya apa. Wanita itu berjalan agak menjauh menuju ke toilet dan Axel mengikutinya.     Axel masuk ke dalam toilet, hanya ada wanita itu dan mendapatinya sedang membasuh tangannya.     Julia yang melihat pantulan Axel di cermin, lelaki yang sangat tegas dengan sorotan mata yang tajam. Rupawan jika saja bisa lebih ramah. Tapi saat Axek terus mendekati Julia, Julia segera berbalik dan menatap Axel dengan sedikit takut, karena hanya ada mereka berdua di sana.     "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Julia sedikit takut.     "Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau tidak tahu tadi pagi anakmu terluka, dan kau malah berpesta di sini? Hah?!!"     "Itu bukan urusanmu, aku tidak mengenalmu." meskipun sedikit takut tetapi Julia tidak memperlihatkannya.     "Ya!! Kau ingin berkenalan denganku." jawab Axel dan terus mendekat ke arah Julia.     Julia menggelengkan kepalanya karena dia tidak mau mencari masalah dengan lelaki di depannya saat ini.     "Axel. Namaku Axel Tri Cahyono. Apa lagi yang ingin kau tahu dariku."     "Aku tidak tertarik." Julia pun terus mundur, dan sialnya dia sudah terpojok sekarang. Hanya ada dia di antara dinding toilet dan Axel yang tinggal beberapa langkah saja.     Jantungnya berdegup kencang karena meskipun sebenarnya situasinya agak menakutkan tetap saja dia tidak bisa memungkiri bahwa Axel memang memiliki wajah yang sangat tampan dan tegas, alisnya yang tebal dan tatapannya yang tajam. Sangat mendominasi. Dia sangat sempurna menurut Julia andai saja tidak segalak sekarang.     Jarak mereka pun semakin terkikis, Axel memajukan wajahnya sedekat mungkin di depan wajah Julia,     "Apa pantas seorang ibu memakai pakaian seperti ini ke pesta sendirian!! Apa kau mau menggoda lelaki di luar sana, hah?!!" entah apa yang dirasakan Axel, dia hanya sangat marah saat ini.     Julia sangat ketakutan dan memikirkan harus bagaimana agar terlepas dari Axel.     "Kak, kau sungguh sangat tidak sabaran ya?" ejek Bianca yang mencari Julia karena dirasanya sangat lama hanya untuk membersihkan tangannya.     Saat mendengar Bianca, Axel dan Julia berpaling mencari dari mana sumber suara itu berasal.     Saat melihat itu adalah Bianca, Julia yang merasa mendapatkan kesempatan segera beranjak dari tempat itu. Meninggalkan mereka berdua karena tidak mau ambil resiko. Ini adalah saat yang tepat untuknya kabur dari situasi yang tidak menguntungkan itu. Bisa saja lelaki itu mencelakainya tadi.     "Ayo lah Kak, banyak tempat yang lebih enak dari pada di dalam toilet wanita." ejek Bianca lagi.     "Aku tidak tertarik." jawab Axel sambil menatap pintu keluar yang tadi dilewati Julia.     "Dengan menyusulnya ke toilet maksud Kakak?" Bianca tersenyum dan menutupnya dengan sebelah telapak tangannya.     "Apa kau tidak bisa diam, aku hanya tidak suka melihatnya, anaknya sedang sakit tadi." sanggah Axel.     "Dia punya nama Kak."     "Siapa namanya?"     "Wow?!! Ada orang yang tidak tertarik tapi masih memikirkan namanya." goda Bianca.     Axel melangkah keluar karena merasa percakapannya kali ini percuma.     "Julia. Julia Mahesruni." ucap Bianca yang mampu menghentikan langkah Axel. "Jaga dia Kak, dia sangat berharga." imbuhnya.     Axel yang merasa aneh atas omongan Bianca segera merogoh ponsel di saku kanan celananya. Memanggil seseorang yang dipercayainya sambil melangkah keluar meninggalkan Bianca yang tersenyum atas tingkah konyol kakaknya.     "Cari informasi apa pun tentang Julia Mahesruni. Aku mau besok pagi kau sudah mendapatkannya." Axel langsung menutup telepon itu tanpa menunggu jawaban dari seberang sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD