Setelah gelang kaki itu terpasang, Calista segera naik ke mini panggung yang berada bagian tengah ruangan, ia berdiri tegak dan memegang tiang stenliss. Disanalah Calista menari untuk menghibur tamu yang rupanya sangat menjijikkan.
Sesekali ia menyeka air matanya agar tidak mengotori wajahnya lagi dan memaksakan sebuah senyum lantas meliukkan tubuhnya mengikuti irama musik yang berdendang, sesekali pria tambun yang masih belum diketahui namanya itu ikut menari sambil mengangkat cambuk di tangan kirinya dan pisau sangkur di tangan kanannya.
Melihat kedua senjata mematikan membuat Calista berusaha untuk tidak semakin ketakutan, Ia justru berusaha semaksimal mungkin agar pria ini merasa senang dan tidak akan mencambuknya lagi atau memukulnya lagi.
Walau pun, sebenarnya Ia tidak tau apa yang diinginkan oleh pria ini, karena sejak awal dia dibooking, pria ini langsung mencambuknya dengan brutal. Tangisnya bahkan sampai tak lagi bersuara sangking sakitnya dan terkejutnya. Kini Ia harus bisa menghibur pria yang sedang berteriak kegirangan.
“Heii! Heii! Hahahahaa!” Dia terus menari dan menari, mengangkat kedua tangan serta menggoyangkan bahunya penuh semangat. Saat ia membuka matanya dan menoleh dilihatnya Calista juga menari sambil tertawa.
Wajahnya berubah menjadi geram, Ia langsung menjambak Calista dengan tiba-tiba “Ampun! Ampun! Ampun, Tuan!” teriak Calista panik.
Ia sampai menyatukan kedua telapak tangannya untuk memohon ampun. “Tuhan, tolong aku, Tuhan!” teriak Calista sudah tak sanggup lagi menahan rasa sakit, ia juga sudah tidak tau lagi siapa yang harus dipanggilnya.
“Aku lah tuhanmu, Jalang! Biadab, Kau! Siapa yang suruh kau tertawa, hah?!”
Plak! Plak!
Berkali-kali ia menampar Calista hingga bibir ranum itu pecah, suara pekikan kesakitan masih saja di kumAndangkan oleh Calista yang begitu menderita. kepalanya mendadak pusing, ia tak sanggup lagi menjaga kesadarannya.
Bruk!
Seolah tubuhnya melayang, Calista terjatuh di lantai, baru saja pingsan beberapa saat, rasa panas dan perih di sekujur tubuh dirasakan oleh Calista hingga membuatnya mau tidak mau tersadar dan berteriak pilu.
“HAAAA! Tuhan! Tolong aku, Tuhan!!! Papa, Mama .. .HAAAA!” teriak Calista kembali menggema saat sekujur tubuhnya disiram dengan alkohol. Tubuhnya bergetar dengan hebatnya, wajahnya pucat pasih, ia tidak ingin di siksa seperti ini.
“Lebih baik bunuh saja saya, Tuan,” ucapnya sangat pelan tapi masih bisa didengar oleh pria psikopat di hadapannya.
“Bunuh saja saya, Tuan ... saya tidak kuat lagi, Tuan ....” Permohonan putus asa yang sangat memilukan.
“Yah! Aku menyukainya, aku menyukainya saat kau meminta kematianmu kepadaku, Hahahahaa! Menangislah! Menangislah sekencang-kencangnya!” Pria itu lantas menjambak Calista hingga kepalanya mendongak keatas. Wajahnya sudah tidak karu-karuan, biru lebam darah membuat wajahnya rusak. Pria itu bahkan menekan kepala Calista di lantai dan menginjak wajah Calista dari samping menggunakan sepatu boot yang sangat kotor.
“Kau, kurang cantik kalau seperti ini,” ucap pria itu sambil memiring-miringkan kepala Calista ke kanan dan ke kiri, dia lantas kembali menampar Calista yang sudah tak berdaya.
PLAK!
BRUK! Tiba-tiba saja pintu kamarnya dijebol dari luar. “b*****t! Siapa kamu, hah?!” Dadanya kembang kempis emosi karena merasa kesenangannya diganggu oleh orang lain.
Jason dan saudaranya begitu terkejut melihat pemAndangan sadis di ruangan itu, tak terkecuali Camila. Ia juga terkejut hingga menutup mulut dengan kedua tangannya.
“Tuan Takur! Apa, yang Anda lakukan?!! Oh Lord, kau membuat barang daganganku menjadi buruk sekali, dia akan dibeli!! Kau, kau!” Camila tak sanggup menyelesaikan ucapannya lagi.
Sedangkan pria yang dipanggil Takur, menatap emosi kepada Jason yang diketahui adalah pelaku pendobrakkan pintu kamarnya. Ia langsung lari menerjang Jason dengan pisau dan hendak menikam Jason saat itu juga. Sedangkan, pria yang satunya lagi sudah berlari dan mengambil selimut untuk menutupi sekujur tubuh Calista yang berlumuran darah.
“Hiyat!”
Dor dor dor!
Baru saja dia berlari beberapa langkah ke depan tiba-tiba saja kedua kakinya dan tangan yang memegang pisau sudah ditembak oleh Jason. Hingga, membuatnya jatuh tersungkur, suara raungan kesakitan dari mulut Takur juga terdengar begitu menjijikan di telinga Jason.
“Kau! Bangsatt! Akh!” teriak Takur, saat Jason menginjak tangan kiri yang memegang cambuk, cambuk itu lantas diambil oleh Jason juga pisau milik Takur.
“Jason, kita harus membawanya ke rumah sakit, kalau tidak dia tidak akan selamat!” Adiknya mengingatkan Jason, agar segera beranjak dari tempat ini.
Jason yang sebenarnya belum puas ingin menyiksa Takur, seperti bagaimana Takur menyiksa Calista langsung saja menembakkan kedua mata kaki Lalit hingga membuatnya kembali meraung-raung.
“Itu akan membuatmu lumpuh seumur hidupmu, dan ini!” Teriakkan kembali menggema.
“Itu akan membuatmu selamanya tidak akan bisa menyalurkan nafsu bejatmu!” Camila juga sang adik ngilu melihat apa yang baru saja diperbuat oleh Jason.
Lalu Jason kembali menatap tajam kepada Camila hingga membuat wanita yang berprofesi sebagai mucikari itu gemetar dan mengangkat kedua tangannya tAnda menyerah.
“Aku, aku ... hanya menjalankan perintah madamku, Tuan. Tamu ini adalah tamu titipan dari Madamku, ku mohon ampunilah aku.” dengan begitu panik Camila menatap Jason yang memiliki raut wajah sangat bengis.
“Jason, ayo lah,” kembali Ia dipanggil oleh adiknya. Jason menoleh sambil menembak satu mata kaki sebelah kanan milik Camila.
“Harusnya, ku ledakkan isi kepalamu. Tapi, aku masih ingin bertemu denganmu lagi, kau masih bisa berjalan dengan satu kaki, bukan?” desis Jason.
“Terima kasih, Tuan! Huhuhu ..., terima kasih sudah mengampuni nyawaku,” teriak Camila dipenuhi dengan derai air mata sambil menyembah-nyembah Jason.
Tanpa memperpanjang kata Jason lantas menggendong Calista yang sejak tadi tidak sadarkan diri menuju ke mobil milik adiknya.
Mereka menuju Bichat Claude Bernard hospital, sesampai di sana kedatangan mereka disambut oleh petugas jaga, “Aku sendiri yang akan memeriksanya, siapkan semua peralatan di ICU.”
“Baik, Dokter Jorge!” sahut salah seorang perawat.
“Apakah, aku perlu mencari tau siapa keluarganya?” Jason melihat datar pada Calista yang terbaring tidak sadar.
“Apakah, kau bisa melakukannya? Kita memang harus memanggil salah satu keluarganya. Tetapi, kalau memang belum dapat, aku akan menjadi wali wanita ini dan akan membayar semua biaya yang rumah sakit tagihkan kepadaku,” sahut Jorge melihat iba kepada wanita yang sudah mencuri hatinya saat ia melihat bagaimana Calista dengan anggunnya meliukkan tubuhnya sambil berpegangan pada tiang striptis beberapa kali.
“Kau, sudah kehilangan akal sehatmu, Jorge!” omel Jason dan mendengus. Ia tidak suka dengan keputusan adiknya.
Jason menatap ragu, saat Jorge mulai mengambil tindakan medis dan menandatangi berkas persetujuan yang dilakukannya. Tindakan medis pada Calista bisa saja akan berakibat fatal di kemudian hari karena Jorge bekerja tidak sesuai dengan prosedur rumah sakit.
“Iya, aku sudah kehilangan akal sehatku, sejak …”