"A-apa?" Zalfa menatap pria di depannya dengan pandangan tak percaya. Bagimana bisa pria itu berkata dengan sebegitu mudahnya seakan tidak mempermasalahkan apa pun. Dan juga Zalfa tidak mungkin ikut pulang bersama pria yang tidak di kenalnya ini
"Daddy serius?" tanya Nando yang bahkan masih belum melepaskan pelukannya dari kaki Zalfa, anak itu kini beroindah tempat menjadi di belakang Zalfa, ya dia memeluk kaki Zalfa dari belakang agar bisa melihat wajah Daddynya, namun ia juga tidak ingin melepaskan kaki Mommy nya. Nando takut Mommy nya pergi lagi.
"Tentu, apa sih, yang enggak buat anak Daddy?" ucap pria itu seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana jeans yang tengah ia kenakan.
"Horeee! Pulang sama Mommy, sekarang Nando punya Mommy!" jingkrak Nando, anak itu bahkan melepas pelukannya pada kaki Zalfa Dan melompat-lompat kecil, namun hanya sebentar karena setelahnya ia kembali memeluk kaki Zalfa lagi. "Mommy pulang sama Nando ya, Mom?"
Zalfa harus menjawab apa? Tapi tentu saja dia harus menolaknya bukan?
"Ma-maaf, Nando. Mo-mommy nggak bisa, Mommy nggak bisa pulang bareng kamu, karena Mommy punya rumah sendiri," jawab Zalfa lembut, ia berusaha menjelaskan kepada Nando agar anak itu bisa mengerti, tapi sepertinya sulit karena yang Zalfa lihat kedua mata Nando sudah nampak berkaca-kaca, dan sebentar lagi anak itu sepertinya sudah siap untuk menumpahkan tangisannya.
"Mo-mommy nggak sayang sama Nando ya?" Air mata itu telah meneteskan, dan mungkin sebentar lagi Nando akan menangis keras.
"Bu-bukan gitu," Dengan cepat Zalfa berjongkok untuk mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan tubuh Nando. Dengan lembut juga ia menghapus air mata Nando yang mengalir di kedua pipi gembulnya. "bukannya Mo-mommy nggak sayang sama Nando, tapi memang Mommy punya rumah sendiri. Dan kalau Mommy nggak pulang, nanti papa sama mama Mommy marah," jelas Zalfa pelan.
"Papa sama mama Mommy itu, kakek sama nenek Nando?"
"Eh?" Zalfa sedikit terkejut mendengar pertanyaan Nando barusan. Bagaimana dia bisa tahu?
"Kata ibu guru di sekolah Nando gitu, Mom," jelas Nando yang menjawab pemikirannya. Ah, ya, seharusnya Zalfa sudah tahu, kalau Nando pasti sudah bersekolah.
"Kalau gitu, Nando pulang sama... sama Daddy Nando ya?"
Nando menggeleng cepat, "Enggak mau, Nando maunya pulang sama Mommy," jawab Nando yang tetep keukeuh dengan pendiriannya.
"Tapi Mommy nggak bisa ikut Nando pulang,"
"Kalau gitu, biar Nando aja yang ikut Mommy pulang," usul Nando seraya memainkan rambut Zalfa yang tengah ia ikat menjadi kuncir kuda. "Bolehkan, Dad?" tanya Nando pada Daddynya yang masih berdiri memperhatikan interaksi mereka berdua.
Pria itu menggeleng, tanda bahwa ia tidak memperbolehkan Nando untuk ikut dengan Zalfa. "Nando nggak boleh pulang sama Mommy, Nando harus pulang ke rumah sama Daddy."
"Tapi tadi katanya pulang sama Mommy," ucap Nando dengan suara yang merajuk manja.
"Iya, tapi Mommy yang harus ikut kita pulang, bukan kamu yang ikut Mommy pulang," jelas pria itu yang tentu saja membuat Zalfa memekik tidak setuju.
"Kok gitu?" ucap Zalfa cepat. "Saya nggak bisa ikut dengan kalian, dan lagi pula saya juga tidak memiliki urusan dengan kalian!"
"Kalau begitu, jelaskan sendiri pada Nando,"
"Anda, 'kan orang tuanya, seharusnya Anda bisa membujuk anak Anda sendiri."
"Saya sudah berusaha, dan ini hasilnya."
"Tapi-"
"Mommy," panggil Nando yang sukses membuat Zalfa menatapnya penuh, anak itu kembali berkaca-kaca. Mungkin karena ia takut mendengar dan melihat perdebatannya dengan pria yang berstatus sebagai Daddy Nando.
"Mommy mau ya, ikut Nando pulang?"
"Mo-"
"Apa kamu tidak malu dilihat banyak orang?" ucapan pria itu sukses membuat Zalfa menghentikan ucapanya, dan kedua matanya pun beralih untuk melihat keadaan sekitar. Dan benar saja beberapa pasang mata tengah menatap mereka dengan pandangan penasaran penuh akan keingintahuan. Dasar, netizen!
"Lebih baik kita bicara di mobil saya, bagimana?" tawar pria itu.
Yang benar saja, Zalfa tidak mungkin mengikuti pria itu, apalagi percaya dengan begitu mudahnya. Bagaimana jika dia berbuat macam-macam terhadap Zalfa.
"Saya tidak akan berbuat macam-macam sama kamu, kalau itu yang kamu takutkan. Apalagi ada anak saya bersama kita," jelas pria itu yang seakan menjawab pertanyaan yang berkecamuk di pikiran Zalfa.
"Mom?" panggil Nando lagi. Dengn berat Zalfa menghela napasnya. Baiklah, ia akan menurut, ia akan mengikuti keinginan Nando dan Daddynya itu.
"Oke, Mommy ikut Nando," ucap Zalfa yang tentu saja membuat senyuman terbit pada bibir Nando, bukan hanya sekedar senyuman biasa, namun senyuman lebar yang bahkan memperlihatkan deretan gigi mungil milik Nando.
"Horeeee, Nando punya Mommy! Horee~"
Zalfa sedikit mengernyit mendengar ucapan Nando. Punya Mommy? Memang selama ini Mommy Nando ke mana?
Mengabaikan pikirannya, Zalfa memilih untuk mengikuti langkah pria dewasa di depannya. Mereka berjalan menuju ke sebuah Jaguar hitam yang terparkir di seberang jalan. Walaupun ia bukan berasal dari orang kaya, namun Zalfa tahu jika orang yang kini bersamanya bukanlah orang biasa. Jaguar? Yang benar saja, harganya bahkan bisa membeli dua unit perumahan di tempat Zalfa tinggal.
"Duduk di depan, Saya bukan supir," ucap pria itu ketika Zalfa hendak membuka pintu belakang.
Dan tanpa berbicara lebih panjang lagi, Zalfa menuruti perintah pria itu untuk duduk di kursi samping pengemudi, di ikuti oleh Nando yang kini naik melalui pintu yang sama dengan Zalfa.
"Nando?" tanya pria itu heran ketika melihat Nando yang duduk di pangkuan Zalfa.
"Kenapa? Nando mau dipangku sama Mommy," jawab Nando dengan imut.
"Tapi nanti kakaknya capek,"
"Bukan kakak, Dad, tapi Mommy, Mommy!" sanggah Nando atas ucapan Daddynya yang menyebut Zalfa dengan panggilan kakak.
"Iya, Nando duduk di belakang aja, nanti Mommy capek-"
"Nggak!" Dan lagi-lagi, sebelum pria itu sempat menyelesaikan ucapannya terlebih dahulu Nando memotongnya begitu saja. "Nando mau di pangku sama Mommy, Nando mau peluk Mommy!"
Dan setelahnya Nando merubah posisi duduknya hingga duduk menghadap Zalfa dengan kaki mengangkang, dan kemudian memeluk Zalfa dengan erat, bocah itu bahkan menjatuhkan kepalanya pada d**a Zalfa, bersandar pada tempat yang nyaman.
"Jadi, Anda mau bicara apa?" tanya Zalfa pada Daddy Nando.
"Nama saya Gibran, dan maaf atas kelakuan Nando," ucap pria bernama Gibran itu.
Gibran berdecak pelan melihat kelakuan putranya yang sedikit absurd dan menjengkelkan. Apalagi ketika menyadari bahwa Zalfa tidak merasa terganggu dengan tingkah manja Nando. Bahkan tangan Zalfa pun terulur untuk mengusap punggung Nando dengan lebut dan penuh kasih sayang. Zalfa terlihat layaknya seorang Mommy sungguhan untuk Nando.
Gibran pun sedikit heran, kenapa Nando bisa-bisanya bersikap manja seperti ini pada orang baru. Padahal sebelumnya ia sangat jarang menangis bahkan ketika teman-teman mengejek dirinya yang tidak memiliki Mommy. Nando pun jarang bersikap manja terhadap dirinya dan juga kakek neneknya -orang tua Gibran- tapi sekarang Nando justru bersikap sebaliknya padahal mereka baru saja bertemu.
"Nando tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya, apalagi kepada orang baru. Dan, ini di luar kendali," jelas Gibran seraya sesekali melihat respon Zalfa.
"Mommy?" panggil Nando pada Zalfa yang sedari tadi memilih untuk diam, dia bingung harus menjawab apa.
"Iya?"
"Nanti kita beli ice cream ya, Mom?"
Zalfa tersenyum, "Iya, nanti Mommy beliin ice cream buat Nando,"
"Nando, mau ice cream mangga! Nando suka mangga," ucap Nando dengan bibir yang tersenyum lebar. Zalfa jadi gems sendiri melihatnya. Ah, ia tidak tahan untuk mengubit pipi Nando yang gembul.
"Iya, nanti beli ice cream mangga, tapi harus Nando habisin ya?" ucap Zalfa seraya mencubit gemas pipi Nando.
"Siap, Mom!" ucap Nando seraya terkikik geli dan merangsek menyembunyikan wajahnya pada d**a Zalfa, ia merasa ngantuk, tapi Nando takut untuk tidur. Ia takut jika saat bangun nanti Mommy pergi meninggalkannya. Nando tidak mau itu terjadi.
Gibran terus melihat interaksi mereka berdua, sikap manja Nando dan juga sikap perhatian Zalfa yang terlihat tulus. Gadis itu seperti sudah berpengalaman mengasuh anak kecil seumuran Nando.
"Dia belum pernah semanja itu," ucap Gibran pada Zalfa.
"Mungkin dia ingin bermanja pada Mommynya," jawab Zalfa seadanya tanpa menyadari perubahan ekspresi Gibran.
"Kamu benar," gumam Gibran.
"Nando ngantuk, Mom,"
Dahi Zalfa sedikit mengernyit heran mendengar ucapan Nando, kenapa bocah itu hilang padanya? Atau Nando mau Zalfa meninabobo-kannya?
"Tidur aja, kalau Nando ngantuk," ucap Zalfa pada akhirnya. "Atau Nando mau Mommy Nina boboin?" tawar Zalfa.
Nando menggeleng pelan. "Bukan, Mom,"
"Terus?"
"Nando takut, kalau Nando tidur nanti pas Nando bangun Mommy justru pergi ninggalin Nando lagi," jelas Nando dengan mata yang terlihat sayu.
Tubuh Zalfa tersentak mendengar ucapan Nando, bagaimana mungkin bocah sekecil dirinya dapat memikirkan hal seperti itu? Apa dia terlalu merindukan Mommynya hingga ia tidak mau Zalfa tinggal? Dan kenapa Nando menggap Zalfa sebagai Mommynya, padahal mereka belum pernah bertemu sebelumnya.
"Enggak, Mommy nggak akan ninggalin Nando, jadi sekarang Nando tidur ya? Biar Mommy peluk."
"Mommy janji?"
Zalfa mengangguk seraya tersenyum, "Iya Mommy janji," Dan setelahnya mereka saling menautkan jari kelingking sebagai tanya pengikat janji. "Sekarang Nando tidur ya?"
Dan setelahnya Nando mengangguk lalu kembali memeluk Zalfa Dan menyenderkan kepalanya pada d**a Zalfa, mencari posisi ternyaman untuk tidur.
Gibran melihat itu semua, ia tidak tahu harus melakukan apa. Putranya terlihat begitu bahagia karena kedatangan Zalfa. Namun Gibran juga tidak bisa mengingat Zalfa begitu saja. Tapi untuk sekarang, mungkin ia akan membiarkan terjadi, yang terpenting Nando bahagia.
"Sepertinya dia sudah tertidur," ucap Gibran yang membuat Zalfa menolehkan kepalanya untuk menatap dirinya.
"Hem, kayaknya dia tadi udah ngantuk banget, tapi takut buat tidur," bals Zalfa seraya mengusap lembut punggung Nando, bahkan kini napasnya sudah mulai teratur. "Kasian anak Mommy," ucapnya pelan.
"Apa?"
"Ha?" tanya Zalfa bingung, apa Gibran tadi mendengar ucapannya?
"Tadi kamu bicara apa?"
Zalfa menggeleng, "Aku nggak bicara apa-apa."
Mengabaikan ucapan Zalfa Gibran memilih untuk menghidupkan mesin mobilnya. "Kalau gitu kita harus pulang, kasian Nando kalo tidur kayak gitu, pasti sakit."
"Pulang? Pulang ke mana?" tanya Zalfa bingung
"Ke rumah saya lah, rumah siapa lagi?"