"Aku memang gila, Nona pembunuh. Jadi, sebelum kegilaanku membuatku berbuat nekat. Lebih baik kau kerjakan apa yang baru saja aku perintahkan. Setelah itu, kau baru boleh mengurus Kakek," jawab Kanagara tidak peduli seberapa lelah atau pun seberapa mengantuknya Shalom. Karena tujuannya membawa gadis itu ke rumahnya yaitu untuk menyiksanya.
"Baiklah, Tuan Kejam. Aku ... Shalom Vektor pembunuh yang kau bebaskan ini akan membersihkan setiap sudut rumah ini," balas Shalom tersenyum miring.
Ia tahu betul, sekeras apapun usahanya untuk menolak. Ia tidak akan pernah menang melawan seorang Kanagara Candramawa. Pria dingin dan kejam yang semalam telah melepas status tahanannya.
"Bagus! Cepat kerjakan karena sebentar lagi waktunya kau merawat Kakek."
Shalom pergi ke dapur untuk mencari peralatan bersih-bersih. Ia mengerjakan tugas asisten rumah tangga yang selama ini belum pernah tersentuh olehnya. Meskipun sejak dulu ia diperlakukan tidak adil oleh keluarganya. Namun, ia belum pernah melakukan tugas rumah seperti, menyapu, mengepel, mencuci piring, dan pekerjaan rumah lainnya. Karena keluarga Vektor termasuk keluarga terpandang di daerahnya.
Ketika Shalom sedang mengepel. Tiba-tiba, terdengar suara teriakan Kanagara yang begitu memekakkan telinga. Entah apalagi yang sedang pria itu rencanakan untuk Shalom.
"Nona pembunuh!" teriak Kanagara hingga urat-urat lehernya terlihat.
"Astaga! Ada apa lagi, sih, Tuan kejam itu?" keluh Shalom.
Gadis itu meninggalkan pekerjaannya dan pergi ke asal suara. Perlahan tapi pasti karena posisi lantai yang masih licin.
"A-apa ini? Kenapa banyak sekali jejak-jejak kaki penuh lumpur?" tanya Shalom melihat jejak kaki besar penuh lumpur di sepanjang ruang tamu.
Gadis itu mengikuti ke mana arah jejak kaki itu dengan seksama. Ia mengamati setiap satu per satu jejak kaki itu hingga sampai pada area sofa. Ia melihat sepatu penuh lumpur dengan posisi kaki yang terlipat. Pandang matanya bergerak cepat dari kaki pria itu. Hingga pada akhirnya ia menemukan siapa yang membuat kotor seluruh ruangan yang baru saja ia bersihkan.
"Astaga, Pria Kejam! Bagaimana bisa sepatumu penuh lumpur seperti ini? Kenapa sifatmu berbanding terbalik dengan ketampanan wajahmu?" tanya Shalom mengejek.
"Apa kau bilang?" geram Kanagara. Bagaimana bisa seorang pembunuh berani mengejeknya?
"Memangnya kenapa? Kau itu 'kan laki-laki dewasa yang pasti normal. Lalu, kenapa kau bermain lumpur dan mengotori seluruh ruangan ini?" sergah Shalom. Ia bertanya seolah Kanagara seorang pria kurang yang tidak normal.
"Shalom Vektor!" bentak Kanagara naik pitam.
"Tidak perlu berteriak karena aku bisa mendengar sekali pun kau berbisik," protes Shalom.
Ia heran sekali pada Kanagara yang hobi sekali berteriak. Memangnya lehernya tidak sakit atau bagaimana? Bahkan telinganya pun bisa berdengung karena pria itu terlalu keras berteriak.
"Bersihkan kembali ruangan ini sampai mengkilap!" perintah Kanagara.
Rencananya untuk membuat Shalom marah dan kelelahan telah gagal. Bukan gadis itu yang dibuat marah, justru ia sendiri yang dibuat malu dan kesal karena ucapan gadis itu. Jadi, daripada ia semakin kesal dan tersulut emosi. Lebih baik ia mengakhiri rencananya yang sudah gagal.
"Aku tahu," balas Shalom ketus.
Kanagara beranjak dari sofa dan berjalan tanpa melepas sepatunya yang penuh lumpur. Tadi, mungkin ia gagal membuat Shalom marah. Tapi, ia yakin sekarang gadis itu akan murka.
"Lepas sepatumu, Tuan Kejam!" teriak Shalom membuat Kanagara tersenyum puas.
Pria itu menoleh ke belakang menunjukkan seringaiannya, "Sudah kubilang bersihkan ya bersihkan. Kenapa malah mengeluh? Dasar gadis pemalas!"
"Apa kau gila?! Aku yakin otakmu hanya sebesar biji kacang hijau karena sudah tua tapi kelakuannya seperti anak kecil," umpat Shalom emosi.
Kanagara menghentikan langkahnya, ia menarik nafas dalam-dalam dengan mata yang terpejam. Kemudian, ia berbalik menatap tajam gadis itu.
"Sejak tadi aku sudah berusaha menahan emosiku dan kau selalu memancing amarahku, pembunuh!"
Wajah Kanagara sudah menghitam. Terdengar suara gertakkan gigi dan terlihat pria itu mengepalkan tinjunya. Sementara Shalom, ia merasa ada tanda bahaya lekas memberingsut ketakutan. Ia tidak berpikir bahwa kata-katanya akan membuat seorang Kanagara Candramawa meledak seperti ini.
"Ah, tidak, Tuan Kejam. Yang tadi itu ... Mmm ... Ak-aku tidak benar-benar serius mengatakannya. Aku hanya bercanda dan tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu."
Shalom berusaha membujuk Kanagara agar tidak melakukan hal yang akan melukai fisiknya. Ia tahu, ekspresi Kanagara saat ini menunjukkan bahwa pria itu sedang marah besar.
Kanagara berjalan mendekat. Ia tahu Shalom sedang menekan rasa takutnya. Ia pun tersenyum menyeringai sambil menyentuh dagunya. Hal yang paling menyenangkan baginya yaitu melihat Shalom ketakutan seperti ini.
"Apa kau takut aku marah, Nona Pembunuh?" tanya Kanagara mengejek.
"Tentu saja, tidak. Memangnya kenapa aku harus takut?" elak Shalom.
"Benarkah?" tanya Kanagara menyeringai.
"I-iya. Astaga! Sudah jam berapa ini? Aku harus segera menyelesaikan pekerjaan ini karena harus merawat kakekmu," sahut Shalom berusaha menghindar.
Sebelum Kanagara benar-benar berbuat nekat. Lebih baik ia menghindar dengan cara yang sedikit masuk akal. Shalom berlari ke tempat di mana ia meninggalkan alat untuk mengepel lantai tanpa menghiraukan ekspresi aneh Kanagara.
"Astaga, gadis itu! Kali ini kau bisa lolos, Shalom Vektor. Tapi lain kali, kau tidak akan pernah bisa lepas dari cengkeramanku," gumam Kanagara mengepalkan tangannya kuat-kuat.
Pria itu pergi ke ruang kerjanya dengan melepas sepatu itu di tempat. Sudah cukup baginya pagi ini memberi Shalom pelajaran. Meskipun perasaannya sedikit kacau karena lidah tajam gadis itu. Namun, ia sudah merasa cukup senang membuat gadis itu kelelahan sepanjang malam.
"Hihihi ... Kau pikir aku akan kalah darimu, Pria Kejam. Sorry to say karena tidak mungkin Shalom akan kalah dari pria kejam sepertimu," bisik Shalom terkekeh geli.
Gadis itu kembali membersihkan ruangan yang telah Kanagara berikan tanda lumpur. Lalu, ia mencuci sepatu bekas lumpur itu dan beristirahat beberapa menit. Karena takut ketahuan, ia lekas menaiki anak tangga menuju kamar Kakek Candramawa.
Sebelumnya, Penta sudah menjelaskan segalanya mengenai setiap sudut ruangan rumah itu. Termasuk kamar Kakek Candramawa yang harus benar-benar bersih. Selain bertugas untuk merawat pemilik kamar. Shalom juga diberikan tanggung jawab untuk membersihkan kamar itu.
"Baiklah. Seperti apa yang Penta katakan sebelumnya. Aku harus membersihkan ruangan ini agar terbebas dari debu," gumam Shalom berkacak pinggang.
Gadis itu mulai memeriksa setiap meja, sofa, dan tempat-tempat lainnya menggunakan jari telunjuknya.
"Apa-apaan ini? Ini sudah sangat bersih dan tidak perlu dibersihkan lagi." Shalom memeriksa jari telunjuknya yang masih bersih setelah memeriksa semua tempat, "Ah, sudahlah. Jika memang tugasku bersih-bersih di ruangan ini ya artinya aku harus bersih-bersih," tambah Shalom memutuskan untuk membersihkan ruangan itu meski tidak ada sebutir debu pun yang menempel.
Setelah selesai, Shalom keluar tanpa merawat Kakek Candramawa. Gadis itu tidak tahu bahwa di kamar itu dan setiap sudut rumah itu ada kamera pengintai. Ketika ia berdiri di anak tangga terakhir. Ia melihat sepasang sepatu hitam yang mengkilap di depan matanya. Ketika ia mengangkat kepalanya, tiba-tiba tatapan matanya terkunci oleh tatapan mata elang Kanagara.
"Apa yang kau lakukan, Shalom Vektor?!"