"Astaga!" Shalom melompat kaget sambil menyentuh dadanya yang berdegup kencang.
"Kau itu hantu atau apa, sih? Kenapa datang di saat tidak ada orang yang memanggilmu?" tanya Shalom sedikit kesal. Kenapa kehadiran Kanagara selalu di saat yang tidak tepat?
"Penta! Seret dia ke kamarnya sebelum aku habisi dia karena mulut lancangnya," perintah Kanagara.
Entah mengapa, setiap kali berhadapan dengan gadis itu. Kanagara selalu merasa dirinya menjadi orang yang memiliki penyakit darah tinggi. Emosinya meledak-ledak setiap kali mendengar perkataan yang keluar dari mulut gadis itu.
"Baik, Tuan," jawab Penta. "Mari, Nona," bisik Penta. Pria itu lekas menyentuh lengan Shalom dan menariknya menjauh dari pandangan mata Kanagara.
"Kenapa pria itu sangat menyebalkan, Penta?" tanya Shalom melirik sinis ke arah Kanagara.
"Tidak, Nona. Sebenarnya, Tuan Kana itu orangnya baik sekali. Hanya saja, Nona belum mengenal Tuan Kana lebih jauh. Terlebih, ada dendam di antara Nona dan Tuan Kana," sahut Penta seadanya.
Itulah gunanya pepatah tak kenal maka tak sayang. Namun, posisi Kanagara dan Shalom saat ini tidak memungkinkan bagi mereka untuk mengenal satu sama lain. Karena status mereka adalah musuh yang entah sampai kapan akan tetap bertahan.
"Benarkah?" tanya Shalom menatap Penta lekat.
"Iya, Nona," balas Penta singkat.
"Sudah berapa lama kau bekerja dengannya?" tanya Shalom mulai penasaran.
"Entahlah, Nona. Mungkin sekitar lima sampai tujuh tahun," balas Penta.
"Lama juga ternyata," gumam Shalom mengerucutkan bibirnya. Pantas saja Penta memuji Kanagara sebagai orang baik karena pria itu sudah lama bekerja dengan Kanagara.
Saat itu, kehidupan keluarga Penta sedang dalam masa kehancuran. Ayah, ibu, beserta adiknya tewas karena ulah seseorang yang sangat-sangat Penta kenali. Orang yang ayahnya pungut dari jalanan berhianat. Mengambil alih semua harta dan kekayaan keluarga Penta.
Tiba-tiba, Kanagara datang mengulurkan tangannya menawarkan bantuan. Pria baik hati yang akan membantu Penta membalaskan dendamnya. Kanagara membantu Penta menghancurkan orang yang merebut semua harta keluarganya. Meskipun sampai sekarang, Penta dan Kanagara belum menemukan siapa yang membunuh keluarga Penta dengan keji.
Sejak saat itu, Penta mengabdi pada Kanagara. Secara formal, mereka berdua terlihat seperti atasan dan bawahan. Namun sebenarnya, mereka berdua adalah teman. Hanya saja, Penta selalu memberi jarak karena ia ingin lebih menghormati Kanagara.
"Masuklah, Nona!"
Tidak terasa, mereka berdua sudah sampai di depan kamar Shalom. Penta meminta agar Shalom masuk ke dalam.
"Baiklah, aku masuk dulu, Penta. Terima kasih karena kau sudah mengingatkanku sebelum Pria Kejam itu memergokiku tertidur di kamar Kakek," pamit Shalom dan tidak lupa mengucapkan kata terima kasih.
Sementara Shalom masuk ke dalam, Penta tetap berjaga di depan pintu. Ia berdiri dengan tegap tanpa merasa lelah atau pun bosan. Jika orang lain yang ada di posisi Penta saat ini. Mungkin mereka akan merogoh saku celana mereka dan mengambil ponsel. Entah itu bermain game atau sekedar menscroll sosial media mereka.
"Apa kau masih ada di luar, Penta?" Terdengar suara lemah Shalom dari dalam.
"Iya, Nona. Apa Nona membutuhkan sesuatu?" sahut Penta balik bertanya.
"Penta, Apa kau memiliki keluarga?" tanya Shalom.
Entah mengapa setelah merawat Kakek Candramawa, gadis itu berubah sendu. Ia bahkan sampai mengigau dibangunkan ibunya. Mungkin karena sudah lama ia tidak bertemu dengan ibunya jadi rindu.
Sejenak, Penta sempat ragu. Namun, ia menyandarkan tubuhnya di tembok sambil menarik nafas dalam-dalam. Luka lamanya tiba-tiba dikorek oleh seorang Shalom Vektor.
"Penta, apa kau masih di sana?" panggil Shalom karena tidak mendapat jawaban.
"Ah, iya. Saya masih di sini Nona. Untuk pertanyaan Nona tadi, saya tidak memiliki keluarga, Nona. Saya hidup sebatang kara di dunia ini."
Jawaban itu lolos seketika dari bibir Penta yang bergetar. Dadanya terasa nyeri bagai diremas ribuan kekuatan tangan.
"Maaf, Penta. Aku tidak bermaksud untuk--"
"Tidak apa-apa, Nona. Justru saya yang seharusnya berterima kasih pada Nona karena sudah mengingatkan saya tentang siapa diri saya," potong Penta.
Penta sempat melupakan balas dendamnya karena terlalu lama hidup di bawah naungan Kanagara. Ia terlalu nyaman berada di sana sampai-sampai melupakan pembalasan dendamnya.
"Apa maksudmu berterima kasih padaku, Penta?" tanya Shalom berjalan ke arah pintu dan menyentuh daun pintu itu.
Jika Shalom tidak bertanya pada Penta mengenai keluarga. Mungkin Penta akan terus menikmati kehidupannya sekarang tanpa mengingat kehidupan kedua orang tua dan adiknya. Gambaran terakhir masa kehidupan keluarganya yang berdarah-darah kembali terngiang di kepalanya.
"Tidak ada, Nona. Ngomong-ngomong, kenapa Nona menanyakan perihal keluarga pada saya?" Penta berusaha mengalihkan perhatian Shalom. Ia tidak ingin gadis itu mengetahui kehidupan pribadinya.
Shalom menyandarkan tubuhnya di pintu dan meluruh ke lantai, "Aku memiliki keluarga, tapi seperti hidup sebatang kara," sahut Shalom.
"Apa maksud dari ucapannya? Bukankah dia putri kesayangan dari keluarga Vektor?" Penta bertanya-tanya dalam hati karena selama ini yang ia tahu Shalom anak kesayangan dari keluarga Vektor.
Pria itu tidak tahu bahwa informasi yang ia dapatkan selama ini hanya citra baik yang dibuat oleh Juanda Vektor, ayah Shalom untuk mengelabui semua orang. Padahal, selama ini Shalom selalu diperlakukan tidak adil oleh keluarganya. Hal itu terjadi setelah kemunculan selingkuhan dan anak dari Juanda Vektor.
Tidak hanya itu saja, Rinda Vektor, ibu Shalom harus dirawat di rumah sakit karena shock melihat suaminya membawa pulang selingkuhannya beserta anak mereka yang hanya selisih satu tahun dengan Shalom. Sudah dapat dipastikan bahwa Juanda selingkuh ketika Rinda sedang mengandung Shalom atau bahkan mungkin sebelum itu.
"Jangan berbicara seperti itu, Nona. Seharusnya Nona bersyukur karena masih memiliki keluarga," protes Penta.
"Aku bukannya tidak bersyukur, Penta. Tapi, memang kenyataannya seperti itu. Ibuku koma sejak usiaku delapan belas tahun dan satu tahun belakangan ini aku tidak tahu bagaimana kabarnya," sanggah Shalom.
"Apa?! Lalu, siapa sosok ibu yang penuh kasih sayang itu?" tanya Penta terkejut. Ia sampai berbalik menatap pintu itu lekat.
Berkat informasi yang ia dapat sebelumnya. Penta berubah menjadi orang yang mudah terkejut karena sepertinya ia salah dalam mencari informasi.
"Ibu mana yang kau maksud? Wanita itu bukan ibuku. Dia hanya selingkuhan yang Papa bawa pulang dengan seorang anak yang lebih muda satu tahun dariku," cibir Shalom karena sepertinya ia tahu alasan Penta mengatakan hal yang kebalikannya.
"Apa?! Aku pikir dia saudara kembarmu," kata Penta.
Wajah Shalom dengan Elegi, adik tirinya memang benar-benar mirip. Sehingga, banyak orang yang menilai bahwa kedua gadis itu adalah kembar.
"Cih! Aku tidak sudi menjadi saudara kembar anak haram itu. Apalagi setelah kehadiran mereka membuat ibuku koma sampai sekarang dan karena mereka aku ... "
Shalom tidak sanggup melanjutkan kata-katanya karena teringat akan janji yang ia buat sebelumnya dengan sang ayah. Jangan sampai emosi menghancurkan segalanya.
"Maaf, Nona. Saya sungguh tidak tahu kenyataannya seperti ini. Karena selama ini yang saya tahu, Nona gadis dari keluarga kaya dan keluargamu sangat menyayangimu," ucap Penta merasa tidak enak.
Sepertinya ia harus melakukan penyelidikan ulang dan menyerahkannya kembali pada Kanagara. Namun, akankah ada perubahan meskipun Kanagara mengetahui kebenaran mengenai kehidupan pribadi gadis itu? Tentu saja, tidak. Karena bukan hal itu yang membuat Kanagara nekat menyekap Shalom di rumahnya. Melainkan karena kematian tunangannya.