Part 7

1059 Words
"Sebenarnya apa yang sedang Penta lakukan? Apa dia sedang menyanyi?" tanya Kanagara sambil menatap layar laptopnya. CCTV di lorong terlalu jauh sehingga tidak terdengar suara percakapan antara Shalom dan Penta. Kanagara hanya bisa menyaksikan gerak bibir Penta saja. Karena penasaran, ia menghubungi Penta dan bertanya. "Apa yang sedang kau lakukan, Penta?" "Saya tidak sedang melakukan apa-apa, Tuan. Saya hanya sedang berjaga di sini." "Aku tahu. Maksudku, apa kau sedang menyanyi untuk menghibur gadis itu?" "Tidak, Tuan. Kami hanya sedikit mengobrol dan saya menemukan fakta baru." "Fakta tentang apa? Datanglah ke ruang kerjaku!" "Baik, Tuan." Penta lekas pergi meninggalkan area lorong itu tanpa berpamitan pada Shalom. "Masuk!" Penta memutar gagang pintu dan masuk ke dalam, "Jadi, fakta baru apa yang kau maksud?" tanya Kanagara penasaran. "Ternyata Nona Shalom bukan anak kesayangan keluarga Vektor," balas Penta. "Itu bukan hal penting, Penta," ujar Kanagara dingin. Ia pikir fakta apa yang akan Penta sampaikan. Tapi ternyata, hanya hal yang tidak berguna mengenai gadis itu. "Tapi, Tuan. Masih ada fakta lain yang harus Tuan ketahui," balas Penta Pria itu merasa Kanagara harus tahu tentang fakta itu. Karena, jika Shalom bukan anak kesayangan keluarga Vektor. Tidak mungkin bagi Juanda memberi hadiah gadis itu sebuah mobil mewah. Dan mobil mewah itu yang telah menabrak Asmaraloka, tunangan Kanagara. "Cukup dan jangan teruskan! Lebih baik kau pasang kamera pengawas di kamar gadis itu," protes Kanagara dingin. Ia memerintahkan Penta untuk memasang kamera pengawas di kamar Shalom. "Untuk apa, Tuan? Bukankah di lorong sudah ada kamera pengawas?" tanya Penta. "Turuti saja perintahku dan jangan pernah membantah!" Kanagara menunjukkan taringnya agar Penta tidak lagi bertanya dan lekas melakukan tugasnya. "Baik, Tuan," tegas Penta. Sepertinya Kanagara sudah mulai penasaran dan ingin tahu apa yang gadis itu lakukan di dalam kamarnya. "Sebenarnya apa yang ingin Tuan Kana ketahui? Bukankah sudah cukup hanya dengan kamera pengawas yang terpasang di lorong? Bukankah terlalu pribadi, jika di dalam kamar dipasang kamera pengawas juga? Ah, sudahlah!" batin Penta berkecamuk. Ia berjalan sambil mengacak rambutnya bingung. Penta kembali ke kamar Shalom. Ia kembali berjaga sebagai mana mestinya tugas seorang bodyguard. Ia berencana melakukan tugas untuk memasang kamera pengawas di kamar Shalom di keesokan harinya ketika Shalom sedang merawat Kakek Candramawa. Jadi, Shalom tidak akan tahu apa yang Penta lakukan di dalam kamarnya. "Uhuk-uhuk!" Tiba-tiba Penta terbatuk tanpa tersedak apapun. Mungkin, saat ini Shalom sedang memikirkan pria itu. "Penta, apa kau di luar?" panggil Shalom. "Iya, Nona. Ada apa?" "Kau pergi ke mana saja? Sejak tadi aku memanggilmu, tapi ketika aku keluar kau malah tidak ada?" Benar saja, alasan Penta terbatuk secara tiba-tiba karena gadis itu memikirkannya. "Maaf, Nona. Tadi Tuan Kana sempat mencari saya dan harus segera ke sana. Jadi, saya tidak sempat berpamitan dengan Nona," balas Penta menjelaskan. "Benarkah seperti itu? Tapi, Penta. Sebenarnya ini kamar siapa? Kenapa ada kamar di ujung lorong panjang itu?" tanya Shalom penasaran. Setelah membersihkan gudang yang akan menjadi kamarnya. Shalom menemukan pintu rahasia di balik lemari pakaian. Ketika ia masuk ke dalam, ia mendapati sebuah ruangan berisi rak dengan berbagai macam buku di dalamnya. Ketika ia melewati rak buku itu, ia melihat semua benda tertutup kain putih. Ketika gadis itu memeriksanya, ia melihat tempat tidur, dan perlengkapan lain yang biasa tersimpan di dalam kamar. Ia juga melihat pintu lain di ruangan itu yang ternyata sebuah pintu kamar mandi. Sebelum ada orang yang memergoginya. Shalom lekas membersihkan ruangan itu. Karena tiba-tiba ide cemerlang melintas di benaknya. Berhubung debu tidak terlalu banyak, Shalom membersihkan ruangan itu dengan cepat tanpa ketahuan orang lain. Dan sekarang, ruangan itu menjadi ruangan rahasia Shalom Vektor. "Saya tidak tahu, Nona. 'Kan Nona tahu sendiri, kalau saya baru bekerja beberapa tahun di sini. Jadi, saya tidak tahu seluk-beluk mengenai rumah ini," balas Penta seadanya. "Benar juga apa kata Penta. Lebih baik aku rahasiakan ruangan ini dari Penta. Walau bagaimanapun, Penta itu orang kepercayaan pria kejam itu. Daripada nanti aku kehilangan ruang rahasiaku. Lebih baik aku diam," gumam Shalom. Ia memutuskan untuk merahasiakan ruang rahasia yang telah ia temukan subuh tadi. "Penta?" panggil Shalom. Gadis itu hobi sekali memanggil Penta. "Iya, Nona," jawab Penta. "Berapa usiamu? Kenapa sejak pertama kali kita bertemu aku selalu memanggil namamu? Aku tidak sopan sekali bukan?" tanya Shalom. Ia merasa dirinya tidak memiliki sopan santun memanggil orang yang lebih tua hanya dengan namanya saja. "Tidak apa, Nona. Usia saya dua puluh sembilan tahun," balas Penta. "Maafkan aku karena selama ini aku sudah tidak sopan. Usiaku bahkan baru menginjak ke dua puluh tiga tahun. Apa sebaiknya aku memanggilmu kakak?" ujar Shalom merasa bersalah. Kata kakak membuat jantung Penta kembali nyeri. Teriakan adiknya mengiang di kepalanya. "Ti-tidak perlu, Nona. Tetap panggil namaku saja karena itu jauh lebih nyaman," tolak Penta. "Tapi, itu tidak sopan," rengek Shalom. "Tidak apa. Anggap saja sebagai panggilan sayang pertemanan kita," ucap Penta beralasan. Apa jadinya jika Shalom memanggilnya kakak dan Kanagara mengetahuinya. Bisa-bisa pria itu akan salah paham lagi dan lagi. "Jadi, kau mau berteman denganku, Penta?" tanya Shalom berbinar. "I-iya," balas Penta terbata. Ternyata ia sudah salah memilih trik. "Terima kasih, Penta. Kau orang kedua yang mau menjadi temanku," kata Shalom penuh syukur. Selama dua puluh tiga tahun hidup di dunia. Shalom hanya memiliki satu teman yaitu Cesya. Ia berteman dengan Cesya sejak duduk di bangku sekolah menengah atas sampai sekarang. Terakhir kali ia bertemu dengan sahabatnya itu ketika ia dijadikan sebagai tersangka tabrak lari. Setelah itu, mereka tidak pernah bertemu lagi sampai sekarang. "Orang kedua? Bukankah teman Nona banyak dari kalangan orang kaya?" tanya Penta. Dan lagi, sepertinya Penta telah salah mendapatkan informasi. Yang ia dapat sebelumnya, Shalom merupakan gadis ceria dengan banyak teman. Gadis itu selalu menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan teman-temannya dan tidak segan-segan untuk menghabiskan uang pemberian orang tuanya. "Aku tidak memiliki teman, Penta. Aku hanya memiliki satu, sebelum kau menjadi temanku. Aku tidak bisa berteman dengan banyak orang karena aku sibuk merawat ibuku selama ini," sahut Shalom membayangkan bagaimana kehidupannya sebelum menjadi seorang tahanan. Setelah pulang sekolah, Shalom selalu menghabiskan waktunya di rumah sakit untuk menemani ibunya. Ia akan pulang ke rumah jika matahari sudah tenggelam. Ia tidak sudi jika harus berpapasan dengan para penghianat yang ada di rumahnya. "Jadi, aku salah mendapatkan informasi lagi. Aku memang harus menyelidiki ulang semuanya," batin Penta bertekad. Ia tidak akan tinggal diam setelah mengetahui informasi yang telah ia gali salah. Ia tidak berniat memberitahukannya pada Kanagara karena memang pria itu tidak menginginkannya. Setidaknya, Penta tahu kebenarannya seperti apa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD