Part 8

1233 Words
"Kau mau ke mana, Penta?" tanya Kanagara melihat orang kepercayaannya senantiasa mengikuti di belakangnya. "Tentu saja, menemani Tuan," jawab Penta. "Tidak perlu. Bukankah sudah kukatakan sebelumnya, kalau tugasmu sekarang menjaga gadis itu agar tidak kabur?" tanya Kanagara mengingatkan. Satu hari sebelum Kanagara membawa Shalom ke rumahnya. Pria itu sudah memberitahu Penta bahwa tugasnya sekarang bukan lagi menjadi pengawal pribadinya. Melainkan menjadi pengawal gadis itu. Kanagara tidak bisa mempercayakan Shalom pada orang lain. Jadi, ia merelakan Penta untuk menjadi pengawal Shalom. "Tapi, Tuan--. " "Kau tahu bukan, kalau aku tidak suka dibantah?" tanya Kanagara dingin. "Baik, Tuan. Tapi, apa nanti malam Tuan mau saya temani ke acara pernikahan rekan bisnis, Tuan?" jawab Penta menawarkan diri untuk mengawal Kanagara ke acara pernikahan rekan bisnisnya. Penta tahu betul apa yang akan terjadi setelah bosnya pergi ke setiap acara pernikahan. Kanagara akan berakhir meminum banyak minuman keras karena mengingat gagal menikah dengan tunangannya. Setelah itu, sudah bisa ditebak apa yang akan terjadi. Bahwa Kanagara akan membuat kekacauan dan seperti biasa, sebelum hal itu terjadi Penta akan melakukan tindakan pencegahan. "Tidak perlu. Aku bisa jaga diri dan bisa mengendalikan diriku dengan baik," tolak Kanagara sambil mengibaskan tangannya. Kanagara merupakan pria dewasa dan bukan anak kecil yang harus selalu diawasi. Ia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi nanti malam. Ia akan menjauhi minuman keras dan hanya akan memberi salam pada pengantin beserta rekan bisnisnya saja. Setelah itu, ia akan langsung pulang sebelum dirinya mulai terbawa suasana. "Apa Tuan yakin akan baik-baik saja nanti malam?" tanya Penta tidak yakin. Sudah tidak terhitung jumlahnya Penta menanyakan hal yang sama setiap Kanagara pergi ke sebuah acara pernikahan. Pria itu selalu berkata baik-baik saja dan bisa mengatasinya sendiri. Namun pada akhirnya, pria itu tetap kalah dan yang menang adalah kesedihannya. "Aku bukan anak kecil lagi, Penta. Aku bisa mengatasi luka di masa laluku. Jadi, kau tidak perlu menghawatirkanku lagi sekarang. Dan fokuslah pada tugasmu sekarang untuk menjaga gadis itu," sahut Kanagara. "Baiklah, Tuan. Saya berharap nanti malam tidak ada hal buruk yang terjadi," harap Penta. "Jangan lupa untuk memasang kamera pengawas di kamar gadis itu. Sampai di perusahaan, aku harus sudah menerima laporannya," ucap Kanagara mengingatkan perintah yang kemarin sempat ia berikan pada Penta. "Baik, Tuan," jawab Penta tegas. Pria itu membukakan pintu mobil untuk Kanagara dan membiarkan atasannya pergi bekerja tanpa dirinya. "Kenapa rasanya ada yang kurang hari ini?" batin Kanagara bertanya-tanya. Pagi ini, ia bangun pagi-pagi sekali dan langsung bersiap pergi ke kantor. Ia bahkan sampai melewatkan rutinitas kesehariannya untuk menyiksa Shalom. Mungkin, hal itu yang membuat Kanagara merasa ada yang kurang dalam dirinya. "Apa karena hari ini aku sudah melewatkan penyiksaan gadis pembunuh itu?" batin Kanagara bertanya lagi. Jika saja hari ini tidak ada rapat penting yang harus ia hadiri. Jika saja rapat penting itu bisa diwakilkan oleh orang lain. Mungkin ia masih bisa berlama-lama di rumah untuk menyiksa Shalom. Namun, Tuhan berkehendak lain dan alam pun lebih mendukung Shalom daripada Kanagara. "Sepertinya, aku harus melihat apa saja yang sedang gadis itu lakukan. Setidaknya, aku harus mencari-cari kesalahannya agar bisa membuat masalah dengan gadis itu." Kanagara merogoh saku jas dan mengambil ponselnya. Ia mengusap layar ponselnya dan mulai menonton video kamera pengawas yang ada di seluruh rumahnya. Ia mencari sosok Shalom di setiap sudut rumahnya. Dengan tidak sabar, ia mengganti dari satu tempat ke tempat lainnya. "Sial! Di mana gadis itu? Kenapa aku tak kunjung menemukannya? Apa jangan-jangan dia masih tidur di kamarnya?" tanya Kanagara gusar. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyudahi menonton rekaman video kamera pengawas. Ia lebih memilih menghubungi Penta dan bertanya di mana keberadaan Shalom. "Di mana gadis itu? Kenapa dia tidak ada di seluruh ruangan?" "Tadi, Nona Shalom sedang membersihkan ruang kerja Tuan. Mungkin sekarang, Nona Shalom sedang membersihkan kamar Tuan." "Pantas saja, aku tidak bisa melihatnya. Apa kau sudah memasang kamera pengawas di kamar gadis itu? Sekalian saja, di kamar dan di ruang kerjaku." Ternyata selain kamar Shalom, ruang kerja, dan kamar Kanagara pun tidak terpasang kamera pengawas. Sehingga, pria itu tidak bisa mengawasi Shalom ketika gadis itu sedang berada di tiga tempat itu. "Di kamar Nona Shalom, baru saja saya selesai memasangnya. Nanti ketika Nona Shalom sedang merawat Tuan Besar, biar saya memasang di ruang kerja dan di kamar Tuan." "Bagus. Terus awasi dia, jangan sampai kabur!" "Pasti, Tuan." Malam harinya, Kanagara sedang bersiap di ruangan pribadinya yang terletak di ruang kerjanya. Sekretarisnya sudah menyiapkan jas khusus untuk menghadiri acara pernikahan anak dari rekan bisnisnya. Awalnya, Kanagara sempat ragu untuk menghadiri acara itu. Namun, ia tidak bisa menghindar mengingat betapa pentingnya rekan bisnisnya itu dalam kemajuan perusahaan. "Apa perlu saya temani, Pak?" tanya Huga, sekretaris Kanagara. Selain Penta, Huga juga mengetahui seluk-beluk mengenai kebiasaan Kanagara baru-baru ini setelah tunangannya tiada. Karena tahu Penta sudah tidak lagi menjadi pengawal pribadi Kanagara. Huga merasa harus selalu berada di sisi Kanagara. "Tidak perlu. Kau bisa pulang sekarang karena aku yakin, kekasihmu akan kecewa jika kau membatalkan kencan kalian lagi," tolak Kanagara dengan perhatian. "Tapi, saya takut Bapak kenapa-napa nanti," ucap Huga khawatir. "Kau itu sama saja seperti Penta, menganggap aku seperti anak kecil," sungut Kanagara mencebik. "Saya tidak bermaksud seperti itu, Pak," kata Huga menunduk. "Aku tahu. Pulanglah!" sanggah Kanagara meminta Huga agar lekas pulang. Seperti inilah Kanagara yang Huga dan Penta kenal. Sosok pria yang baik hati dan perhatian. Meskipun terkadang selalu bersikap dingin, tapi begitulah cara pria itu menunjukkan kasih sayangnya. "Saya akan pulang setelah mengantar Bapak ke acara. Bagaimana?" tawar Huga. "Baiklah, aku mengaku kalah kali ini," balas Kanagara. Akhirnya, Kanagara pergi ke acara pesta pernikahan anak rekan bisnisnya diantar oleh Huga, sekretarisnya. Setelah sampai, Huga menyerahkan kunci mobil pada Kanagara dan pulang memesan taksi. Kanagara menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya sebelum masuk ke dalam. Ia berusaha menguatkan hatinya agar bisa menahan hatinya sampai memberi ucapan selamat pada rekan bisnisnya. "Selamat atas pernikahan anak Bapak. Semoga langgeng sampai maut memisahkan," ucap Kanagara memberi selamat pada rekan bisnisnya. "Terima kasih, Pak Kana. Silahkan Pak Kana nikmati hidangannya." "Baik Pak, terima kasih." Kanagara berbalik sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia tidak menikmati jamuan yang ada. Ia justru keluar dan berjalan menuju mobilnya. Ia lekas mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi pulang ke rumah. Pikirannya melayang pada gadis yang baru-baru ini ia bawa pulang ke rumahnya. "Shalom Vektor! Semua ini gara-gara kau. Kalau saja kau tidak menabrak tunanganku. Mungkin saat ini, aku dan Mara yang akan ada di pelaminan," gumam Kanagara sambil memukul-mukul setir mobilnya. Bola matanya memerah bahkan nyaris sekali melompat keluar. Wajahnya yang hampir menghitam dengan aura dingin menyelimutinya. Membuat Kanagara terlihat sangat-sangat menakutkan. "Penta!" teriak Kanagara. Pria itu berjalan di lorong dengan cahaya minim menuju kamar Shalom. Dari kejauhan, ia melihat Penta sedang berdiri tegap di depan pintu. "Tuan Kana!" Penta terkejut melihat tuannya sudah ada di depan matanya. "Pergilah! Aku ingin memberi gadis ini pelajaran," ujar Kanagara dingin. "Tapi, Tuan ...." Penta terlihat sangat ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa melihat betapa marahnya Kanagara. "Apa kau mulai pandai membangkang, Penta?!" geram Kanagara. "Ba-baik, Tuan." Dalam sekejap, Penta sudah menghilang dari hadapan Kanagara. Kanagara membuka pintu kamar Shalom perlahan dan kembali menutupnya. Ia mengendap-endap masuk ke dalam tanpa menimbulkan suara. Berkat kebiasaan Shalom yang selalu tidur mematikan lampu membuat Kanagara menabrak sesuatu hingga terdengar suara yang cukup mengganggu. "Siapa itu? Penta, apa itu kau?" tanya Shalom panik. Pasalnya, ia tidak mendengar suara langkah kaki. Tiba-tiba, ranjang yang Shalom tempati bergerak dan sesuatu yang lembab menempel di bibirnya. "Eum ... Ah, lepas, lepaskan aku!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD