Rencana Rahasia Asmara

1597 Words
Kehidupan mereka berubah total dari rutinitas sebelumnya. Pendapatan dari desain undangan sedikit demi sedikit meningkat. Dari Youtube masih berproses karena jumlah views dan subscribers mereka masih kurang banyak untuk daftar adsense.     Jika undangan yang dipesan butuh dicetak melalui mesin offside, maka Samara yang akan membawanya ke percetakan besar di tengah kota. Sementara kalau hanya undangan biasa, Asmara dan Samran membawanya ke warnet terdekat untuk dicetak menggunakan printer. Mereka minta diskon khusus langganan.    "Bang ... nggak nyangka, ya, ternyata ide gilanya Bang Mara bisa bener - bener hasilin duit. Aku jadi ngerasa bangga. Ternyata aku bisa bantuin Ibuk nyari duit meskipun lumpuh. Walaupun kebanyakan desain masih Bang Mara yang bikin, sih."    Asmara mengacak rambut Samran sayang. "Ntar lama - lama kamu pasti juga bisa, Adek Ipar. Jadi nanti kalau aku udah pergi, ada yang nerusin usaha ini."     "Bang Mara kok ngomong gitu, sih? Aku juga pernah rasain di titik terendah. Seakan - akan setiap hari adalah hari terakhirku. Tapi semakin ke sini aku nggak mau mikir gitu lagi. Kenapa? Karena aku nggak mau bikin orang yang sayang aku sedih. Ibuk pasti sedih kalau denger Bang Mara ngomong gitu. Untung belum pulang dia."    Asmara tersenyum. "Kamu ngomong apa, sih, Adek Ipar. Aku bilang pergi, bukan berarti pergi dari dunia alias meninggal. Kali aja habis ini pihak rumah sakit jemput aku di sini. Kan nggak ada yang tahu. Hm ... kadang aku emang pesimis. Tapi pikiranku lebih cenderung ke arah optimis kok. Terlebih saat aku berada di tengah - tengah orang yang bikin aku nyaman."     "Semoga Bang Mara bisa lama di sini, biar aku lebih banyak belajar segala hal dari Abang. Orang yang menurutku serba bisa. Cukup sempurna, lah, untuk ukuran manusia. Beruntung Ibuk ditaksir cowok kayak Bang Mara."    "Aku lebih beruntung dipertemukan dengan kamu dan Samara."    "Semoga mimpi kita cepet terwujud, ya, Bang. Bikin usaha desain kita sukses, jadi content creator ciamik, dan juga wujudin mimpi Ibuk bikin warung sendiri. Semoga nggak ada halangan yang berarti."     "Aamiin .... Apa pun yang terjadi, kita nggak boleh pasrah sama keadaan. Mau kita sakit, cacat, dan berbagai keterbatasan lain ... selama kita masih nafas dan mau belajar, kita punya potensi dan ada peluang mewujudkan impian tergila sekali pun."    ~~~~~ ASMARA SAMARA ~~~~~     Sabtu pagi yang sibuk di rumah reot itu. Samara bercucuran keringat mengurus rumah, mencuci, masak, dan lain - lain.    Asmara dan Samran sibuk mengerjakan desain undangan. Eh, tapi tidak juga.    Samran kebingungan meneruskan desainnya. Tapi Asmara sedang tak bisa diganggu. Samran baru tahu akhir - akhir ini, Asmara adalah orang yang tidak bisa diganggu saat konsentrasi. Asmara kurang bisa multitasking.     Samran pun mengambil ponsel, membuka aplikasi Youtube. Niat awal ingin memeriksa perkembangan konten channel mereka. Tapi fokusnya malah berbelok pada sebuah video yang setiap hari masuk di rekomendasi.    Video dari sebuah channel yang memiliki banyak sekali subscibers. Setiap video yang diunggah selalu trending. Padahal sepertinya isi video - video itu kurang berfaedah.     "Dunia nggak adil, ya!" seru Samran ketus dan penuh kesedihan.    Asmara belum menanggapi, sibuk konsentrasi. Justru Samara yang sedang mengepel yang mengomelinya.    "Kamu kenapa, sih, Dek? Jangan suka ngeluh kayak orang lemah!"    "Ya gimana nggak ngeluh. Konten kita isinya tutorial masak yang berfaedah, editing juga bagus. Ya, meskipun pakek kamera HP. Tapi masih mending kita ke mana - mana, lah, dibanding channel ini. Nggak pakek editing sama sekali, rekamnya juga pakek kamera HP, isinya nggak berfaedah pula. Gini kok channel - nya sukses banget!"    "Jangan iri sama rezeki orang. Yang penting kita tetep memberi yang terbaik, pasti bakal ada hasilnya."    "Ish ... tapi channel ini beneran nggak layak dapet views dan subscribers segini banyak, Buk!"    Asmara mulai menanggapi kefrustrasian Samran. Ia beranjak dari kursinya, menghampiri Samran. Tanpa bicara apa pun, ia mengamati video yang sedang diputar Samran.    Video itu gelap. Diambil dalam sebuah rumah yang bahkan jauh lebih reot dari rumah ini.    Tak ada opening yang berarti, tak ada penjelasan. Hanya menampilkan seseorang yang sedang tertidur di ranjang. Dan juga seorang gadis berjilbab yang lalu lalang melakukan segala aktivitas.    Benar kata Samran, tak ada editing sama sekali. Hanya video mentah, hasil rekaman asli yang diunggah sepenuhnya, tanpa dipotong. Durasinya dua jam lebih.    Aneh, karena video membosankan itu memiliki begitu banyak penonton, penyuka, dan komentar. Pelanggan channel yang bersangkutan hampir mencapai satu juta.    "Coba cek videonya yang lain!" pinta Asmara.    Samran langsung menurut. Video - video terbaru channel itu serupa dengan yang mereka tonton tadi. Durasi beragam dari satu sampai enam jam. Direkam dari tempat yang sama, juga aktivitas sama.    Namun ... video - video lama channel itu berbeda. Jika video baru diisi oleh sepasang laki - laki dan perempuan, video lama diisi oleh dua orang pemuda. Mereka melalukan berbagai prank. Editing sangat bagus, dan menarik.    "Jangan - jangan channel mereka dicolong sama cewek cowok itu. Makanya jadi nggak banget isinya!" Samran mengomel lagi.    Asmara menimpali. "Cowok yang sakit di video - video itu sama dengan salah satu cowok di video lama. Bedanya partner dia ganti jadi cewek. Mungkin dulu yang ngedit videonya si cowok yang sekarang udah nggak partisipasi itu."     Samara menunjuk video yang ingin ia tonton. Video yang cukup lama, tapi termasuk baru.    Samran menuruti keinginan kakaknya. Dalam video itu, pengisi channel sudah si laki - laki dan perempuan. Konten bukan lagi prank, tapi banyak penjelasan tentang penyakit yang diidap si pemuda. Juga tentang pengobatan - pengobatan yang dilakukannya menggunakan asuransi.    Namun video - video itu cukup menarik dengan editing yang bagus. Jauh berbeda dengan video - video terbaru.    "Kayaknya dua cowok itu sama - sama jago ngedit video. Cuman sekarang dia lagi sakit. Dia ditinggalin partnernya. Dibantu sama cewek itu. Sayangnya si cewek nggak bisa edit video. Akhirnya dia upload video apa adanya, yang penting channel mereka tetep aktif." Samara menjelaskan prediksinya.    "Wah ... masya Allah ... calon istriku pinternya ...." Asmara segera memberi pujian. Prediksi Samara benar - benar kredibel dan sangat masuk akal.    Saking kagumnya pada Samara, Asmara sampai tak sadar tengah mengelus lembut rambut hitam lurus Samara.    Akibatnya ... Samara menunduk malu. Detak jantungnya seakan menyembul d**a saking keras dan cepatnya.    Asmara memang sering memberinya pujian. Namun pemuda itu sangat jarang memberikan sentuhan. Hanya sentuhan kecil di puncak kepala, berhasil membuat Samara sebegitu grogi dan salah tingkah.    Asmara baru sadar dirinya menyentuh Samara. Rasanya canggung sesaat. Pemuda itu segera menghilangkan kecanggungannya, karena jika dipertahankan, akan berimbas pada perasaan Samara.    Gadis itu pasti merasa tak enak. Padahal sentuhan itu murni kesalahan pribadi Asmara.    Asmara segera memberikan senyum terbaik. "Maaf, ya, Sam. Habisnya kamu terlalu mengagumkan. Hatiku nggak sanggup membendung pesona kamu. Otakku ikutan eror, sampai nggak sadar memerintah tanganku buat ngelus rambut kamu."    Samara hanya mengangguk. Seluruh tubuhnya terasa panas dan ringan. Seakan melayang.    "Duh ... kalian ini apa - apaan? Tolong berhenti. Tolong, ya. Di sini masih ada manusia lain yang terabaikan. Sekadar mengingatkan, soalnya kalian keseringan lupa!" Samran bersarkasme ria.    "Uluh ... uluh ... apa, sih, Adek Ipar. Sekarang suka ngambekan, ya! Jadi kamu mau dielus juga?" Asmara tak ragu mengelus rambut Samran. Lebih tepatnya, mengacak kasar.    Samran segera meronta, mengempaskan jemari Asmara. "Jangan pegang - pegang. Aku jijik!" Samran menirukan logat dan adegan salah satu sinetron yang sedang viral.    Asmara tertawa makin keras. "Pencinta sinetron kelas wahid kamu, ya!"    Asmara mengangguk - angguk. "Kamu tahu, nggak, Adek Ipar?"    "Tahu apaan?"    "Dengan menemukan channel itu, kita jadi ada jalan buat jadi sesukses mereka!" celetuk Asmara.    Samran mengernyit. Pun demikian Samara. Keduanya tak mengerti dengan pernyataan Asmara. Bedanya, Samran sama sekali tak mengerti, sementara Samara memiliki beberapa perkiraan yang belum pasti dalam otaknya.    "Dilihat dari logatnya, mereka — para pemilik channel itu — adalah orang Jawa. Belum pasti Jawa mana, tapi setidaknya buat nyamperin mereka, kita nggak perlu keluar pulau."    Samran menggeleng. "Maksudnya kita harus keliling pulau Jawa buat nemuin mereka, terus berguru gitu? Ogah! Dikira kayak gitu nggak butuh duit? Lagian aku sama kamu bisa mati di tengah jalan, Bang. Kasihan Ibuk nanti sendirian!"    Asmara lagi - lagi tergelak. Samara hanya diam menyimak. Tak mau menyalahkan sang adik yang ada benarnya. Tapi juga belum mau menghakimi Asmara, karena belum pasti apa yang sedang pemuda itu rencanakan.    "Kita nggak perlu keliling pulau Jawa buat nyari mereka, Adek Ipar. Kita cukup cari tahu dulu di mana pastinya tempat tinggal mereka. Misal deket, kita samperin. Misal jauh, kita cukup kirim pesen. Urusan selanjutnya, bisa diatur, lah. Kan dunia udah canggih ini."    Samran sebenarnya cukup terkesan dengan keputusan - keputusan tak terduga Asmara. Namun ia belum mau terus terang. Gengsi. "Gimana cara cari tahu tempat tinggal mereka?"    "Gampang aja." Asmara membuka profil channel bernama RSJ itu.    Ia tak menemukan alamat pasti di sana. Hanya tertera negara Indonesia. Namun ada keterangan akun i********: pemilik channel. Asmara tak ragu segera mencari akun - akun mereka menggunakan i********: Samran.    "Jackpot!" Seruan Asmara mengagetkan Samran dan Samara.    "Kenapa, sih, Bang?"    "Nih ... di akun si cewek dalam channel, tertera kalo dia orang Kediri. Sama kayak kita, Zheyenkkkk!"    "WHAT?" Tanggapan Samran sungguh hiperbolis.    "Iya, jadi merrka orang Kediri juga sama kayak kita. Fix, kita kudu temuin mereka secepatnya!"    "Terus kalau udah ketemu kita mau ngapain, Bang? Berguru gimana caranya menjual penyakit kita buat narik viewers dan subscribers gitu?"    Asmara tersenyum, sengaja tak segera menjawab pertanyaan Samran secara langsung. Biar anak itu semakin penasaran. Asmara juga memperhatikan Samara yang terlihat sana penasarannya.    "Kamu mikirin apa, Sam?"    "Mikirin kepastian rencana kamu. Apa bener ... kita harus bikin channel mirip seperti itu? Menjual penyakit demi views dan subscribers?"    Asmara berdeham. "Nggak sepenuhnya salah, sih," ungkapnya. "Tapi kita nggak perlu ubah konten sepenuhnya."    "Maksudnya?" tanya Samara dan Samran bersamaan.    Asmara menaikkan sebelah alis seraya menyeringai.    ~~~~~ ASMARA SAMARA ~~~~~     -- T B C --   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD