Bukan Lagi Pengecut

1193 Words
Sesuai dugaan, pemulihan Asmara memang memakan waktu yang tidak sebentar. Sampai hampir sampai pada waktu olimpiade tiba, Asmara bahkan belum keluar dari rumah sakit.     Athar dan Zee hari ini datang menjenguk Asmara. Namun raut mereka seperti menyimpan beban. Entah karena apa.     Asmara menyambut mereka dengan senyuman cerah. Pun demikian Emma yang menemani putranya 24 / 7. Ingin memberi ruang bebas pada Athar dan Zee, Emma memutuskan untuk keluar dari kamar. Mempersilakan Athar dan Emma bicara apa pun dengan Asmara tanpa merasa sungkan atau malu.     Athar meletakkan satu keranjang buah yang mereka bawa di atas nakas.     "Makasih, ya." Asmara mengucap dengan tulus.     Athar memaksakan sebuah senyuman. Demikian pula dengan Zee. "Sama - sama, Kak." Athar kemudian menjawab.     "Ayo duduk. Mau di sofa situ, atau di kursi plastik biar bisa deketan. Itu kursi plastik satunya ada di depan kamar mandi."     Asmara menunjuk sofa panjang yang menempel di dinding, kemudian menunjuk kursi plasti yang ia maksud. Hanya satu yang ia bicarakan, karena kursi plastik satunya sudah ada di sebelah brankar tempat tidur Asmara. Tadi diduduki oleh Emma sebelum Athar dan Zee datang.     Athar kemudian berjalan cepat mengambil kursi plastik di depan kamar mandi. Ia mempersilakan Zee untuk duduk duluan di kursi plastik yang sudah ada. Baru kemudian Athar duduk setelah kembali. Mereka lebih memilih duduk dekat dengan Asmara, karena ada sesuatu yang harus mereka bicarakan.     "Gimana kabar kalian, hm?" Asmara bertanya dengan ramah dan masih begitu cerianya.     "Alhamdulillah, Kak. Baik." Zee yang menjawab. "Kak Asmara gimana sekarang? Gimana perkembangan kondisi, Kak Mara?"     "Alhamdulillah kondisi aku juga berangsur membaik. Tapi memang belum boleh pulang. Masih harus dipantau terus, karena lukaku belum kering."     Zee dan Athar sama - sama mengucap syukur atas jawaban Asmara.     "Gimana sama kalian ... Uhm ... maksudnya sama kelompok - kelompok di klub kita. Pasti semuanya udah siap untuk maju olimpiade kan?"     Zee dan Athar saling berpandangan. Mereka kesulitan menjawab. Meskipun tadi mereka sudah menyiapkan jawaban. Karena tujuan mereka datang ke sini memang untuk melapor pada Asmara tentang apa yang terjadi pada klub mereka setelah Asmara tidak bersama mereka -- selain untuk menjenguk Asmara tentu saja.     Tapi setelah benar - benar bertemu Asmara, rasanya benar - benar sulit. Mereka bahkan bingung harus bagaimana. Harus bicara mulai dari mana.     "Mara ...." Athar memberanikan diri bicara, meskipun ia melakukannya masih dengan senantiasa menunduk. "Sorry banget sebelumnya ya. Tapi ...." Athar kembali bungkam.     "Kenapa, Thar? Ayo ngomong pelan - pelan aja." Asmara tetap menanggapi dengan baik meski ia sudah tahu dari gelagat Athar, bahwa apa yang akan ia sampaikan bukan lah berita baik.     "Jadi, semenjak kami sakit ... klub kita nggak berjalan sebagaimana seharusnya."      "Maksudnya?"     "Banyak dari anggota kita kehilangan kepercayaan diri. Kenapa? Karena nggak ada kamu bersama kami. Padahal kamu adalah yang paling bisa diandalkan di antara kami semua. Aku sama Zee berusaha kasih pengertian ke mereka, kalau kita pasti bisa meskipun tanpa kamu. Karena kamu memang lagu sakit. Kami juga bilang bahwa kamu nggak akan suka jika mereka bersikap seperti itu, menyerah sebelum bertanding. Tapi mereka nggak mau denger. Setelah itu sedikit demi sedikit anggota klub pergi, Mara. Mereka nggak pernah Dateng saat jadwal kita ngumpul. Aku sama Zee jadi bingung harus gimana. Akhirnya kami pasrah aja, Mara. Kami tetap mendaftar olimpiade itu. Tapi kami nggak tahu akan menghadiri atau tidak. Karena kami kekurangan anggota buat bertanding."     Athar dan Zee senantiasa menunduk. Mereka nampak benar - benar menyesal karena tidak bisa menjaga klub mereka selama Asmara tidak ada. Harusnya mereka bisa lebih amanah, bekerja lebih keras untuk menumbuhkan kepercayaan diri para anggota.     "Aku tahu pasti berat berada di posisi kalian. Maaf karena udah bikin kalian kesulitan ya. Tapi aku pastikan, mereka semua akan kembali ke klub secepatnya, sehingga kalian semua bisa bersiap mengikuti olimpiade meskipun tanpa aku."     ~~~~~ Asmara Samara ~~~~~     "Eh, katanya Kak Mara hari ini ke sekolah."     "Yang bener?"     "Iya, masa sih? Emang dia udah sembuh. Bukannya masih di rumah sakit? Operasinya kan tergolong Opera sulit, sehingga pemulihannya akan memakan waktu lama. Apalagi Kak Mara kan punya penyakit auto imun."     "Beneran, Kak mara Dateng. Dia sekarang ada di basecamp klub multimedia. Katanya dia mau mempersiapkan segala keperluan olimpiade."     "Duh, kita kan pada ngga pernah Dateng kalau waktunya ngumpul. Kasihan banget dong Kak Mara Dateng, tapi dia malah mendapati klub kita udah bubar. Nggak ada yang persiapan olimpiade kecuali Kak Athar sama Zee."     "Gimana dong nih? Kita ke basecamp atau enggak. Mau ke sana malu. Tapi kalau nggak ke sana kasihan sama Kak Mara. Udah dateng jauh - jauh, sakit - sakit belain Dateng, tapi kita nggak pada nemuin dia."     "Serba salah ya. Aduh ini aku juga jadi bingung."     Dengan segenap penyesalan dalam hati mereka, mereka akhirnya mengambil keputusan untuk datang ke basecamp multimedia. Entah apa nanti yang akan mereka terima. Tapi akan lebih buruk jika mereka tidak datang.     Saat mereka masuk, mereka melihat Athar dan Zee yang nampak begitu sibuk. Dan ... mata mereka menangkap sosok yang mereka cari -- dan mereka rindukan. Asmara.     Asmara duduk di bangku favoritnya. Ia nampak sibuk dengan sebuah buku catatan. Sedang menulis di sana dengan konsentrasi tinggi.     Para anggota yang baru masuk terdiam. Begitu banyak -- terlalu banyak -- perasaan yang membuncah dalam d**a mereka. Mereka menyesal, itu yang utama. Mereka merasa bersalah tentu saja.    Asmara datang masih dengan piyama rumah sakit, ia memakai jaket. Ia nampak begitu pucat. Ia masih nampak begitu lemas. Tapi ia datang secara nyata ke sini.     Athar dan Zee pasti baru saja melapor pada Asmara tentang apa yang terjadi. Tapi mereka tidak marah. Justru itu seperti memberi mereka pukulan keras. Bahwa mereka telah melakukan kesalahan besar dengan meninggalkan klub hanya karena Asmara tidak ada bersama mereka saat ini.     "Lho, kalian sudah datang?" Asmara tersenyum menyambut mereka. "Kalian datang untuk kembali, atau hanya sekadar berkunjung?"     Mereka semua saling berpandangan. Zee dan Athar menghentikan aktivitas mereka untuk ikut mendengarkan dan menyaksikan apa yang akan terjadi setelah ini.     Tidak ada satu pun dari mereka yang menjawab.     "Aku denger dari Athar dan Zee, katanya kalian nggak mau ikut olimpiade kalau nggak ada aku. Apa itu benar?" Nada bicara Asmara sama sekali tak menyiratkan kemarahan. Namun pada anggota klub sudah di buat begitu ketakutan.    "Makanya aku datang hari ini. Aku kabur dari rumah sakit, demi bantuin Zee sama Athar nyiapin olimpiade. Ternyata kalian kemudian datang. Aku seneng, karena Zee dan Athar akhirnya ada yang bantuin. Aku jadi bisa balik ke rumah sakit, dan menjalani proses pemulihan dengan tenang."     Tiba - tiba terdengar suara Isak tangis. Kemudian disusul Isak tangis yang lain. Para anggota klub yang tidak cukup percaya diri itu begitu menyesal atas kesalahan mereka hingga menangis seperti itu.     "Kak Mara, maafin kami ya kak."     "Kami janji, kami nggak akan jadi pengecut lagi."     "Kami akan bekerja keras sama Kak Athar dan Zee dalam olimpiade itu."     "Kak Mara nggak usah khawatir. Kak Mara cukup tunggu di rumah sakit, dan fokus sama pengobatan."     "Serahkan semuanya ke kami. Kami pasti akan kembali membawa kemenangan."     Asmara kemudian tersenyum penuh kebanggaan. Syukurlah. Ia benar - benar bersyukur karena ternyata usahanya tidak sia - sia.     Mereka menangis seperti itu. Ia jadi merasa bersalah. Padahal ia bohong dengan bilang kabur dari rumah sakit. Karena nyatanya ia datang dengan Emma, atas izin dokter Nicholas secara resmi.     ~~~~~ Asmara Samara ~~~~~     -- T B C --   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD