Bab. 6. Pekerjaan Baru

1302 Words
Dehan berjalan memasuki rumah orang tuanya, setelah satu minggu ia berkutat dengan berkas dan juga grafik dan angka, kini ia kembali ke rumah yang telah memberikan segala bentuk cinta dan kasih sayang padanya. Dehan Morgarano adalah anak pertama dari sepasang suami-istri, Handi Morgarano dan Linda Morgarano. Keluarga dengan bisnis yang berjalan di berbagai bidang, dan telah menjelajahi pasar dunia. Namun meskipun begitu, keluarga Dehan selalu mengajarkan kepada anak mereka untuk saling menghargai sesama dan tidak saling merendahkan orang lain. Ya, mungkin hanya Dehan yang kalem, beda dengan adiknya Mario Morgarano yang terlihat sangat menyebalkan bagi Dehan. “Loh, Mas Dehan masih ingat rumah ya? Kukira sudah lupa sama rumah,” celetuk Mario saat Dehan baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu. “Apa aku gak boleh pulang ke sini?” tanya Dehan. “Boleh lah, tapi jarang-jarang nih, Mas De pulang. Biasanya juga mengerami telur di rumahmu sendiri,” ucap Mario. Dehan tidak menggubris ucapan sang adik, ia malah berjalan masuk rumah dan mengabaikan Mario yang tengah bersungut-sungut karena Dehan mengabaikannya. “Assalamualaikum, Ma,” sapa Dehan pada Linda. “Waalaikumsalam, tumben pulang ke sini? Rumah kamu kenapa?” tanya Linda. “Ish, mama ini. Apa aku gak boleh pulang ke sini? Kalau gak boleh ya sudah aku akan pulang saja,” ucap Dehan seraya mengerucutkan bibirnya. “Ingat umur, Mas! Gak pantas berwajah seperti itu,” ucap Mario. Dehan tak menghiraukan ucapan Mario yang tiba-tiba saja muncul, ia lebih memilih duduk di meja makan seraya mengoleskan selai nanas pada roti bakar yang sudah ada di meja. “Ma, aku punya asisten rumah tangga. Dan dia akan aku jemput nanti sore ke sini, Mama tidak keberatan kan?” Linda menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah anak sulungnya itu. Matanya memicing melihat Dehan yang terlihat tenang memakan rotinya. “Mas Dehan, dapat di mana? Apa dia seperti Mbok Aan?” tanya Mario. “Gak, dia masih muda, seusiamu mungkin.” “APA!” “Ya ampun! Kalian ini apa-apaan coba?” tanya Dehan yang kaget akan teriakan Mama dan adiknya. “Kamu bilang seumuran, Mario? Yang benar saja kamu De? Bagaimana kalau dia hanya memanfaatkan kita?” ucap Linda. “Ma, Mama ingat kan beberapa waktu lalu, saat aku pulang malam, dan bilang tengah membantu teman aku melakukan prosesi pemakaman ibunya?” tanya Dehan, Linda hanya mengangguk, sementara Mario memilih pergi ke kamarnya karena tidak tertarik pada pembahasan keduanya. “Temanku itu yang akan bekerja di sini sebagai asisten rumah tangga. Dia hidup sebatang kara saat ini, dan tadi aku bertemu dengan dia saat ia di rampok oleh para preman. Aku kasihan Ma, sama dia, dia seorang gadis dan harus hidup sendirian serta berjualan kue di pasar, hasilnya yang belum tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, belum lagi jika para preman memalak nya,” ucap Dehan. Linda tersenyum mendengar ucapan Dehan, sepertinya anaknya itu tertarik pada gadis yang diceritakan, terlihat jelas di wajahnya yang sangat antusias menceritakan gadis itu. “Baiklah, kalau sudah jelas asal-usulnya, nanti kamu jemput dia, dan jangan terlalu memaksa atau apa,” ucap Linda. “Mama tenang saja, aku gak maksa dia kok, aku tadi menawarinya pekerjaan ini dan dia mau,” ucap Dehan. “Kenapa gak kamu pekerjaan sebagai asisten pribadi kamu saja?” tanya Linda. “Nanti saja Ma, sebelum itu dia kan harus mengetahui apa saja yang aku butuhkan dan yang aku sukai, agar nantinya mudah baginya jika aku membutuhkan asisten pribadi,” ucap Dehan. “Ternyata rumah Mama cuma buat masa karantina dia saja? Menyebalkan kau ini, Nak!” gerutu Linda, Dehan terkekeh mendengar gerutuan sang Mama. “Mau bagaimana lagi, Ma,” ucap Dehan di sela kekehannya. “Apa dia tidak sekolah, De?” “Baru saja lulus sekolah menengah atas, Ma,” jawab Dehan. “Apa? Ya Allah, De! Beneran? Kamu akan memperkerjakan gadis di bawah umur? Yang ada nanti kita di anggap apa sama orang-orang?” “Apa Mama tega, lihat dia di kejar-kejar pereman setiap saat? Kasihan loh Ma!” ucap Dehan. Linda menghela napasnya, mau bagaimana lagi, kalau sang anak sudah bicara soal simpati, dia hanya pasrah saja dan mengikuti kemauan sang anak. “Ya sudah nanti kamu jemput dia,” ucap Linda, Dehan pun mengangguk dan tersenyum. . Waktu sudah menunjukkan pukul enam belas lewat lima menit, kini mobil Dehan sudah ada di depan kontrakan Luphi, dengan di temani Bu RT, Dehan menemui Luphi untuk menjemput gadis itu. Dehan memang meminta Bu RT menemaninya, agar tidak terjadi fitnah. “Phi? Kamu sudah siap, Nak?” tanya Bu RT. “Sudah, Bu.” “Apa Bu RT mau menemani Luphi ke rumah saya?” tanya Dehan. “Iya, maaf jika saya terlihat ikut campur, tapi Luphi sudah saya anggap sebagai anak saya sendiri. Jadi saya harus memastikan dia sampai dengan selamat di rumah Anda, dan saya juga harus tahu di mana Luphi tinggal nantinya, agar saya bisa mengunjunginya jika saya rindu,” ucap Bu RT. Dehan mengerti akan kekhawatiran yang di perlihatkan Bu RT pada Luphi, ia pun tersenyum dan mengangguk menyetujui keinginan Bu RT. “Apa Pak RT, memberikan ijin pada Ibu untuk ikut saya?” tanya Dehan. “Sudah.” “Ya sudah, mari kita berangkat. Mama saya sudah menunggu,” ucap Dehan. Kini mereka memasuki mobil Dehan menuju rumah Mamanya. Di dalam mobil Dehan hanya diam fokus pada jalanan, seraya mendengarkan Bu RT memberikan petuah pada Luphi. Dehan tersenyum melihat hal itu, sikap Bu RT pada Luphi sangat mirip dengan seorang Ibu yang akan melepas kepergian anak gadisnya untuk merantau. Setelah sekitar tiga puluh menit, mobil Dehan pun memasuki sebuah perumahan yang lumayan elite. Bu RT dan Luphi saling pandang saat mobil Dehan memasuki pelataran sebuah rumah yang cukup besar dan mewah. “Kita sudah sampai, mari turun,” ucap Dehan seraya tersenyum. Bu RT dan Luphi pun turun dari mobil Dehan, mereka berdua menatap takjub dengan bangunan yang ada di depan mereka, sungguh jauh dengan tempat tinggal mereka. “Kalian sudah sampai? Ayo mari masuk,” ucap Linda, dan membuat Luphi dan Bu RT saling pandang. “Mari,” ucap Linda lagi saat melihat kedua wanita di hadapannya. Luphi dan Bu RT pun akhirnya memasuki rumah megah itu dengan sedikit segan. “Maaf kan saya, jika membuat kalian tidak nyaman. Perkenalkan nama saya Linda, Mamanya Dehan,” ucap Linda saat mereka sudah duduk di ruang tamu. “Saya, Ani. Dan ini Luphidah,” ucap Bu RT. “Oh ini yang namanya Luphi, cantik,” ucap Linda, dan hal itu membuat Luphi malu. “Maafkan saya, jika saya ikut mengantar Luphi ke sini, saya hanya ingin memastikan Luphi baik-baik saja,” ucap Bu RT. “Ah, tidak apa-apa, saya mengerti akan kekhawatiran yang Anda rasakan, pasti Anda, tidak percaya dengan anak saya kan?” ucap Linda seraya tersenyum. “Maafkan saya,” ucap Bu RT. Mereka pun mengobrol hingga waktu magrib, setelah di rasa kekhawatirannya hilang, Bu RT pun pamit pulang, dan sopir Dehan pun di minta mengatakan Beliau. Kini Luphi resmi tinggal di rumah orang tua Dehan. “Maafkan saya, di sini asisten rumah mengundurkan diri, karena sudah tua dan yang satu mau menikah,” ucap Linda. “Tidak apa-apa Nyonya, saya kan bekerja dengan baik,” ucap Luphi. “Semoga kamu betah ya di sini. Dan ini kamar kamu, istirahatlah,” ucap Linda. Luphi pun memasuki kamarnya dan menata beberapa pakaian yang ia bawa ke dalam lemari yang ada di sana. Setelah selesai ia pergi mandi kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur untuk beristirahat. “Ibu, Bapak. Luphi sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih aman, semoga kalian merapatkan tempat terbaik di sana,” doa Luphi. Ia harus bisa mengumpulkan uang untuk kehidupan selanjutnya, ia merasa lebih baik bekerja sebagai asisten rumah daripada harus berjualan kue dengan risiko harus di kejar-kejar para preman setiap saat. Tak lama kemudian mimpi pun menjemputnya dan ia pun terlelap dalam tidurnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD