Bab. 5. tawaran Dehan.

1224 Words
Siapa yang tahu takdir seseorang itu seperti apa, manusia bisa dewasa karena sebuah keadaan, dan bisa kuat karena terpaksa. Sama halnya dengan Luphidah, dari kecil tidak di inginkan oleh kedua orang tuanya di buang dan di abaikan seolah Luphi adalah sesuatu yang sangat memalukan. Terkadang Luphi berpikir, apakah orang tuanya sangat teramat membencinya, atau ia lahir dari sebuah hubungan gelap atau dia lahir dari seorang w****************a? Berbagai pertanyaan selalu muncul di pikiran Luphi. Hidup sebagai orang buangan tidaklah mudah, tapi setidaknya masih ada orang-orang yang menyayanginya seperti orang tua angkatnya dan juga para tetangga sekitar, meskipun mereka tahu siapa dirinya, tapi para warga masih menyayangi dirinya tanpa mengucilkannya. Helaan napas terdengar dari Luphi, waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Luphidah mulai melakukan aktivitasnya seperti biasa, membuat kue dan menjualnya di pasar. Saat ini tepat satu bulan kepergian sang Ibu, Luphi harus berjuang sendiri untuk menghidupi dirinya sendiri, ya meskipun sejak Ibunya sakit ia sudah berjuang, tapi saat itu ia masih punya orang yang bisa di ajak bicara. Setelah semuanya siap dan adzan subuh mulai berkumandang, Luphi segera mandi dan melakukan sholat subuh, tak lupa ia selalu mendoakan kedua orang tuanya entah orang tua angkat atau orang tua kandungnya. Luphi sudah ikhlas menerima semua takdir yang Tuhan berikan padanya, manusia hanya bisa berusaha dan pasrah, soal hasilnya hanya Tuhan yang akan menentukannya. Kini Luphi, sudah berangkat ke pasar dengan menaiki becak, ya dijam seperti ini jalanan sudah ramai dengan orang-orang pejuang rupiah. Jadi Luphi tidak kesulitan untuk menemukan kendaraan menuju pasar, sejak kejadian dulu, Luphi kehilangan sepeda kesayangannya dan untuk membelinya lagi Luphi, tidak mampu karena tabungannya belum cukup, mungkin nanti jika tabungannya benar-benar sudah cukup. Setelah sampai di pasar Luphi mulai membuka kiosnya, helaan napas berat kembali terdengar dari Luphi, saat ia melihat dagangannya sudah mulai habis, dan ia masih belum punya uang untuk berbelanja lagi, karena tabungannya kemarin ia gunakan untuk menebus ijazah miliknya yang sudah berbulan-bulan belum ia tebus, dan sisa tabungannya ia gunakan untuk memperingati hari meninggalnya sang Ibu. “Kenapa Phi?” “Ah, tidak apa-apa Bu,” jawab Luphi saat di tanyai oleh seorang Ibu. “Kamu yang sabar ya, Phi. Semua ini ujian, kamu pasti bisa menghadapinya dan Ibu yakin jika suatu saat kamu akan menemukan sebuah kebahagiaan,” ucap Ibu itu. “Amiiinnn! Terima kasih Bu doanya,” ucap Luphi. Waktu terus berjalan tanpa terasa kini hari sudah siang, entah karena apa, dagangan Luphi masih sangat banyak dan akhirnya ia memutuskan untuk menutup kios dan menjajakan kuenya ke taman kota. Kaki Luphi terus melangkah di bawah teriknya matahari ia selalu menawarkan kue miliknya kepada setiap orang yang berlalu-lalang di dekatnya. Kepalanya sedikit pusing, tapi sebisa mungkin Luphi menahannya agar kuenya bisa terjual dan ia akan mendapatkan sedikit lagi uang untuk membayar kontrakannya. Lagi-lagi hari ini ia terkena apes, tasnya di jambret orang dan ia hanya bisa menahan dan mencoba berteriak lemah, karena kepalanya semakin terasa pusing, dan akhirnya Luphi kehilangan uangnya yang bagai orang lain tidak seberapa itu, tapi sangat berharga baginya. Luphi hanya bisa menangis meratapi setiap rentetan peristiwa yang ia alami selama ini. “Apa ini milikmu?” tanya seorang kepada Luphi. “Tasku,” ucap Luphi seraya mengambil tas itu dan membuka isinya, ternyata masih ada uang dan juga beberapa kertas yang ia butuhkan. “Terima kasih banyak Tuan,” ucap Luphi pada pria itu. “Kamu Luphidah kan?” tanya pria itu. Luphi memandang pria itu, seperti tengah mengingat-ingat, sepertinya ia pernah bertemu dengan orang ini tapi di mana dan dia siapa. “Saya Dehan,” ucap pria itu. Ya dia adalah Dehan. Orang yang pernah menolongnya dan dia juga orang yang sudah membawa ibunya ke rumah sakit dan juga melunasi biaya rumah sakit sang ibu sampai biaya pemakaman sang Ibu. “Oh, ternyata Anda Tuan? Sekali lagi terima kasih,” ucap Luphi. “Sama-sama. Bisa kita bicara sebentar?” tanya Dehan. “Ah, baiklah, bagaimana kalau duduk di sana?” tanya Luphi seraya menunjuk ke arah sebuah bangku di taman. Mereka pun berjalan menuju bangku itu, dan tak lupa Dehan membeli minuman untuk mereka berdua. “Minumlah, sepertinya kamu haus,” ucap Dehan seraya menyodorkan botol air mineral pada Luphi. “Terima kasih.” “Bagaimana kabarmu?” tanya Dehan. “Alhamdulillah, baik Tuan,” jawab Luphi. Dehan menghela napasnya mendengar ucapan Luphi, sebenarnya Dehan tidak suka di panggil Tuan, tapi mau bagaimana lagi, Dehan belum memberitahu pada Luphi. “Oh iya, kenapa Tuan Dehan bisa ada di sini? Apa ada suatu kepentingan?” tanya Luphi. “Aku tadi hanya lewat, dan melihatmu seperti ini,” ucap Dehan. “Sekali lagi terima kasih Tuan,” ucap Luphi seraya menundukkan kepalanya. Dehan hanya tersenyum mendengar ucapan Luphi, kini keadaan hening, tak ada yang ingin memulai berbicara. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. “Apa kamu akan terus berjualan seperti ini?” tanya Dehan memecahkan keheningan. “Iya, tidak ada lagi yang bisa saya lakukan, mungkin nanti jika ada yang menawarkan pekerjaan saya tidak berjualan lagi,” ucap Luphi. “Apa kamu mau bekerja di rumah Mama ku?” tanya Dehan. “Maksud Tuan?” “Bekerja di rumah Mama ku, sebagai asisten rumah tangga, apa kamu mau?” tanya Dehan. “Benarkah, baiklah aku mau, Tuan,” ucap Luphi senang. Dehan tersenyum mendengar ucapan Luphi setidaknya ia bisa lebih dengan gadis yang ia sukai. “Kapan aku bisa mulai bekerja di sana Tuan?” tanya Luphi. “Sore ini aku akan menjemputmu di kontrakan, bawa semua barangmu, kamu kan harus tinggal di rumah Mama,” ucap Dehan. “Baiklah kalau begitu saya akan pulang dan mengemas barang-barangku, permisi dulu Tuan,” ucap Luphi. “Aku akan mengantar–“ “Tidak usah Tuan, saya harus mampir ke rumah seseorang untuk berpamitan dan juga harus berpamitan pada yang punya kontrakan,” ucap Luphi. “Baiklah kalau begitu, nanti sore jam empat aku akan menjemputmu,” ucap Dehan. Luphi tersenyum mengangguk seraya pergi meninggalkan Dehan. Luphi bersyukur karena bisa mendapatkan pekerjaan meskipun hanya sebagai asisten rumah tangga, yang penting ia tidak lagi berurusan dengan para orang-orang jahat. Langkahnya di percepat agar bisa menemui pemilik kontrakan tempatnya tinggal, yang tak lain adalah milik ketua RT di sana, selanjutnya ia akan mulai mempersiapkan diri. “Kamu yakin, Phi?” tanya Bu RT. “Ya, Bu. Lumayan lah daripada aku terus sedih mengingat almarhum Ibu,” ucap Luphi. “Apa dia benar-benar akan membawamu ke rumah orang tuanya, Phi?” tanya Bu RT khawatir. Luphi terdiam mendengar pertanyaan dari Bu RT, benar juga kenapa Luphi langsung saja percaya dengan ucapan Dehan, bagaimana jika Dehan bohong dan malah menjualnya. Luphi menggelengkan kepalanya. “Kamu tenang saja, nanti kami akan mengantar mu, agar kuta juga tahu di mana kamu bekerja nantinya,” ucap Bu RT. “Tapi, Bu–“ “Sudah gak usah tapi-tapi. Sekarang kamu persiapkan apa yang akan kamu bawa, jangan di bawa semua, takutnya kamu gak kerasan di sana,” ucap Bu RT. “Baik Bu. Kalau begitu aku masuk dulu ya, Bu,” ucap Luphi. “Baiklah, nanti kalau pria itu datang aku akan panggil kamu,” ucap Bu RT. Luphi pun segera masuk ke dalam rumahnya dan mempersiapkan diri untuk pergi bersama Dehan nanti. Seperti kata Bu RT tadi, Luphi hanya membawa beberapa pakaian, dan meninggalkan beberapa pakaian dan juga barang-barang nya. Setelah selesai mengemas, Luphi merasa ngantuk dan akhirnya ia tertidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD