Bab 1

1218 Words
“Kamu yakin itu anakku?” tanya Leonard. Matanya menyorot marah pada Zoya.                 Dengan gemetar, Zoya pun perlahan mengangguk.                 “Yakin bukan anak pria lain?” tanya Leonard lagi. Ia masih tidak percaya pada gadis di hadapannya ini.                 “Cukup, Leon!” Lilia akhirnya menyela. “Apa kamu mau terus-terusan bersikap seperti pria tak bertanggungjawab?”                 “Ma... Gimana caranya aku percaya kalau yang dikandungnya itu anakku?” tanya Leonard frustrasi.                 “Gadis itu tidur sama kamu,” ujar Lilia.                 “Apa itu cukup jadi bukti?” protes Leonard. “Hey, coba bilang, kamu sudah tidur sama berapa pria?” Dengan kasar, Leonard mendorong bahu Zoya.                 “T-tidak pernah,” jawab Zoya takut. “C-cuma kamu...”                 “Halah, bullshit!” umpat Leonard. “Cuma sama aku? Ngapain kamu jadi wanita panggilan kalau cuma tidur sama aku? Kamu mau menjebakku?”                 “Cukup, Leon! Sudah...” Lilia kembali menyela. “Pokoknya Mama nggak mau tahu, kamu harus tanggung jawab dengan menikahi gadis ini. Kamu tahu kan, kakek kamu paling membenci perbuatan tidak bertanggungjawab seperti ini.”                 Saat mengatakan hal tersebut, Lilia melirik sinis ke arah suaminya.                 “Tapi siapa yang bisa menjamin kalau itu anakku? Bagaimana kalau itu anak pria lain?” Leonard masih keras kepala.                 “Mama yakin itu anak kamu. Kamu pikir Mama tidak mengawasi kegiatan kamu di luar sana? Mama selalu memperhatikan wanita mana saja yang kamu tiduri, karena Mama tidak ingin suatu hari nanti muncul Kenzo lain di rumah ini.”                 Kini, baik Lilia maupun Leonard sama-sama menatap ke arah Tandri Virendra. Dalam hati, keduanya sama-sama kesal akan perbuatan Tandri dahulu. Sebagai istri, Lilia kecewa pada Tandri yang mengkhianatinya. Sebagai anak, Leonard benci pada ayahnya karena telah menyakiti sang ibu.                 “Sekarang kamu pilih, nikahi dia dengan cara baik-baik, atau Mama laporkan ini pada kakek dan membiarkan beliau yang turun tangan?”                 Leonard menggeleng. Ia tentu tidak mau jika sampai kakeknya yang turun tangan. Kejadian seperti ini sangat dibenci kakeknya. Dosa yang diperbuat ayahnya dahulu, kini malah membatasi ruang gerak Leonard. Ia benar-benar kesal pada ayahnya.                 “Kasih aku waktu untuk berpikir, Ma,” pinta Leonard.                 “Sudah nggak ada waktu lagi, Leon. Kamu mau menunggu sampai kapan? Saat ini bahkan Kakek sudah meminta kamu menikah. Temanmu bahkan sudah punya anak. Apa kamu mau menunggu sampai Kenzo yang menikah lebih dulu?”                 “Tapi bagaimana kalau itu bukan anakku?” tanya Leonard masih tidak yakin.                 “Kita akan tes DNA saat usia kandungannya cukup. Saat ini tes DNA sudah bisa dilakukan pada janin dalam kandungan, jadi kamu tidak usah khawatir,” kata Lilia. “Jika itu bukan anak kamu, kamu boleh cerai darinya. Tapi Mama tetap yakin itu anak kamu.”                 “Tidak bisakah kami menikah setelah memastikan bahwa itu memang benar-benar anakku?” tanya Leonard lagi.                 “Tidak bisa. Karena Mama sudah mendengar kabar kalau Kenzo juga akan menikah dalam waktu dekat. Apa kamu mau kalah darinya?” tanya Lilia.                 Leonard menggeleng. Ia tentu saja tidak ingin kalah dari Kenzo.                 Sementara itu, Zoya yang duduk di sisi lainnya, terus-terusan merunduk dan menangisi nasibnya yang sebentar lagi akan terjun ke dalam permainan keluarga ini. *** “Akhirnya kamu pulang, Nak?”                 Zoya terkejut ketika menemukan ibunya masih terjaga di jam seperti ini. Wanita itu duduk sendirian di ruang tamu, menunggu kepulangannya.                 “Ibu kenapa belum tidur? Zela mana?” tanya Zoya.                 “Sudah tidur,” jawab ibunya. “Ibu khawatir karena kamu belum juga pulang.”                 Zoya menatap ibunya yang tampak kurus. Beruntungnya, kini wanita itu sudah tidak lagi tampak pucat. Lilia benar-benar memberikan fasilitas pengobatan yang baik untuk ibunya.                 “Bu, Zoya mau bicara,” ujarnya sambil melangkah mendekat.                 “Ibu juga ada yang mau ditanyakan sama kamu, Nak,” ujar Yurike.                 Jantung Zoya mendadak berdetak lebih cepat. “A-apa itu, Bu?” tanyanya cemas.                 Zoya duduk dengan tegang di sebelah ibunya.                 “Kamu mau bicara apa tadi?” tanya ibunya.                 “Ibu aja dulu, Zoya bisa nanti.”                 Karena sudah dipersilakan oleh putrinya, Yurike pun akhirnya mengangguk.                 “Ibu mau tanya, siapa perempuan baik yang udah ngasih pengobatan gratis ke ibu. Kenapa dia baik sekali? Kamu kenal di mana? Apa kamu kerja sama dia?”                 Zoya menarik napas dalam-dalam. Sesuai prediksinya, alasan bahwa Lilia hanya seorang dermawan baik hati tidak cukup menyakinkan jika tanpa alasan yang jelas. Zoya pun mengembuskan napas, dan menatap ibunya.                 “Sebenarnya... Bu Lilia itu ibunya Leonard,” jawab Zoya.                 “Siapa Leonard?” tanya Yurike.                 Zoya kembali menarik napas. Seharian tadi ia sudah sepakat menyusun alasan bersama Lilia, Leonard, dan Tandri untuk orang-orang sebelum pernikahannya dengan Leonard berlangsung. Bagaimanapun, berita soal kehamilan ini harus menjadi rahasia, dan mereka semua harus punya alasan yang sama untuk menjawab pertanyaan semua orang.                 “D-dia, pacar Zoya, Bu,” ujar Zoya. Ia menggigit lidahnya pelan karena sudah berani membohongi ibunya.                 “Benarkah? Kenapa kamu nggak pernah ngenalin ke Ibu?”                 Zoya merasa ingin menangis saat melihat binar bahagia di mata ibunya. Ibunya pasti senang mengetahui bahwa anak sulungnya ini sudah punya pria spesial yang diharapkan bisa menjaganya.                 “Z-zoya baru menjalin hubungan dengannya, Bu. Belum genap dua bulan. Jadi Zoya belum yakin untuk mengenalkannya ke Ibu.”                 Tangan Yurike terulur untuk merapikan rambut sebahu Zoya yang kini tergerai.                 “Ibunya adalah wanita yang baik. Ibu yakin anaknya juga pasti adalah pria yang baik.”                 Tenggorokan Zoya tersekat. Andai ibunya tahu yang sebenarnya. Namun, ia memaksakan  untuk tersenyum.                 “Iya, Bu, dia memang baik. Dia bahkan melamar Zoya.”                 “Apa?” Ibunya tampak benar-benar terkejut.                 “Besok orangtuanya akan datang ke sini untuk ngomong sama Ibu. Leonard juga ikut.”                 “Secepat itu?” tanya Yurike.                 Zoya mengangguk. Ia tahu ibunya pasti akan mengatakan hal tersebut. Namun, mereka memang harus melakukannya dengan cepat. Sebelum kandungan Zoya membesar.                 “Kamu gimana, Nak? Sudah yakin sama dia?” tanya Yurike memastikan.                 “Zoya juga sama terkejutnya sama Ibu,” kata Zoya. “Tapi Bu Lilia sangat ingin Zoya menjadi menantunya. Dan Leonard sendiri, dia bilang ingin menikahi Zoya karena takut Zoya direbut pria lain.”                 Zoya benar-benar benci berbohong seperti ini.                 “Leonard selalu memperlakukan Zoya dengan baik. Dia sangat menyayangi Zoya. Dan ibunya juga baik banget. Jadi, Zoya nggak punya alasan untuk menolak, Bu.”                 Yurike meraih tangan Zoya. “Ibu hanya tidak ingin kamu salah memilih, Nak.”                 Zoya memandang ibunya dengan mata berkaca-kaca. “Zoya juga nggak mau salah pilih, Bu. Tapi... Zoya...”                 Yurike meraih putrinya ke dalam pelukan. “Sshh... Jangan nangis, Sayang. Kalau kamu bahagia, Ibu juga akan ikut bahagia.”                 Zoya mencoba meredam tangis pilunya. Ia berusaha menunjukkan bahwa ia menangis karena bahagia. Ucapan ibunya barusan membuat Zoya berjanji pada diri sendiri, meski telah menceburkan diri ke dalam kebohongan, ia akan bertahan dan berusaha tampak bahagia demi sang ibu. ***  Leonard gelisah. Sejak tadi ia hanya membolak-balikkan tubuh di atas kasur tanpa bisa tertidur. Sorot mata perempuan bernama Zoya Zaneta itu membuatnya tidak tenang. Meski tadi hanya sekilas, Leon tahu ada sesuatu yang disembunyikan gadis itu.                 Leon sadar ia tidak bisa dibuat penasaran seperti ini. Jika sudah penasaran, ia akan terus mengejarnya sampai akhir. Akan ia gali sorot mata yang menyimpan rahasia itu, dan akan ia buktikan kalau bayi dalam kandungan gadis itu bukanlah anaknya.                 Jika nanti terbukti bahwa janin tersebut bukan anaknya, akan ia pastikan Zoya menyesal karena sudah berani mengusik keluarganya. *** Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD