Bab 6

1137 Words
Kepergian Dinar secara diam-diam di malam acara akad nikah kakaknya dan sang mantan, membuat kehebohan seisi rumah. Para bodyguard di bayar untuk mencari jejak Dinar. Kenyataanya tidak dapat di temukan sama sekali. Terlebih Dinar meninggalkan ponsel lamanya, sehingga menyulitkan pencarian. Akad nikah berjalan semestinya, tidak ada halangan sama sekali. Status suami dan istri untuk keduanya di mulai hari ini. Sesampainya di Lembang, gadis cantik bermata tajam segera memesan taksi untuk menuju ke Lembang. Di sana, ada rumah peninggalan bundanya. Rumah sederhana yang di jaga oleh sepasang suami istri Mbok Nah dan Mang Ujang. Mereka sudah puluhan tahun bekerja di sana. Bundanya mempercayakan rumah itu untuk di jaga oleh keduanya. Rumah ini dulu digunakan bunda sebagai tempat istirahat dari jenuhnya hiruk pikuk Jakarta. Kedatanganku membuat sepasang suami istri itu kaget, mereka tidak menyangka aku akan datang. “Non, Ya Allah, kaget Mbok, Non datang sama siapa?” tanyanya “Sendirian aja.” Tidak ingin berlama-lama akhirnya aku segera memasuki sebuah kamar kecil. Kamar yang dulu di tempati oleh almarhum bunda. Kamar ini selalu bersih dan rapi, tidak ada sedikitpun yang berubah dari kamar ini. terhitung sudah lebih dari lima tahun aku tidak berkunjung kemari. “Non, Mbok buatkan the anget ya?” “Iya, Mbok, makasih.” Hanya singkat aku menjawabnya. Diri ini menjadi malas berbicara, lebih tepatnya menjadi pendiam. Kehadiranku yang tiba-tiba tentu saja mengagetkan kedua suami istri itu. Ada baiknya diri ini memberikan pesan agar mereka tidak memberitahukan keluargaku. Setelah mandi, segera keluar dan menemui mereka. ternyata sudah di siapkan sarapan. Ada nasi goreng lengkap dengan telur ceplok. “Waduh, terima kasih ya Mbok,” kataku tulus kepada Mbok Nah. Wanita paruh baya itu hanya tersenyum. Diri ini tahu, mereka masih mendapatkan gaji bulanan dari ayah, sebagai uang jasa karena menjaga rumah almarhum Bunda. “Mbok, Dinar pengen ngomong sesuatu,” kataku sambil menyantap makananku. “Ya, Non,” jawabnya. “Tolong rahasiakan kedatangan Dinar di sini ya. Aku kabur dari rumah, karena ada masalah berat,” kataku jujur. “Iya, Non. Masalah apa, sampai Non kabur segala? Kan Non juga mash harus kuliah kan?” tanyanya. “Mbok, Kinan dan mantan kekasihku berkhianat di belakangku. Aku sangat terpukul, rasanya sakit sekali. Tidak bisa memaafkan mereka, terlalu sakit hati ini menerima kenyataan ini.” Aku mengatakannya dengan jujur apa yang kualami saat ini. Mbok Nah dan Mang Ujang mereka benar-benar tutup mulut. Ada beberapa orang suruhan ayah yang mencariku, tapi diri ini bersembunyi di rumah tetangga dekat. Mereka juga mengenalku, karena sejak kecil aku sering datang ke tempat ini, terlebih saat liburan sekolah tiba. Orang-orang suruhan ayah tidak curiga sama sekali bahwa diri ini berada di Lembang. Keadaan rumah masih seperti biasanya, beruntung aku hanya membawa sedikit pakaian. Selebihnya bisa membeli di sini. Sebelum pergi, aku sengaja memindahkan saldo yang yang kumiliki dengan menggunakan nama orang lain. Tentu saja tidak akan menimbulkan kecurigaan. Bagi ayah, iya tidak akan pedulu berapapun aku menggunakan uangnya. Lelaki tua itu selalu berpikir uang dapat membahagiakan anak-anaknya. Kenyataannya salah besar! Kakak kembarku, Raka justru akhirnya memilih kabur ke US. Tidak tahan dengan paksaan ayah, untuk menjadikan ahli warisnya. Mengurus semua perusahaan yang dimiliki ayah. Raka sangat suka dengan musik, cita-cita nya adalah menjadi seorang musisi ternama. Ia tidak peduli dengan harta yang di miliki keluarga. Salah satu alasan kepergiaannya ke US adalah kematian Riki, yang menurutnya ada campur tangan dari Tante Sisca. Aku tidak ingin lagi memikirkan keluargaku, toh mereka tidak memikirkan diri ini. Waktu berjalan sangat cepat tidak terasa sudah satu minggu lamanya berada di kota ini. Membuka ponsel baru yang kubeli, segera menghubungi Intan. Gadis cerewet itu pasti bingung mencariku. Terlebih saat ini memasuki jadwal tes tengah semester. [Intan, ini gue Dinar, apakabar Lo?] [Ya Tuhan … beneran Lo ini? Sumpah gue bingung, orang suruhan ayah Lo tiap hari buntutin gue, bener-bener dah.] [Ngapain mereka buntutin Elo?] [Sok polos ye, nyariin Elu dodol!] [Plis, Tan, jangan kasih tau keberadaan gue ya.] [Tenang aja, gue tau kok apa yang terjadi sama Elo, kemarin pas nikahan mereka bokap sama nyokap datang. Sumpah, gue kaget banget itu nikahan mereka.] [Itu yang bikin gue kabur, ga kuat gue nahan beban ini.] [Gue ngerti Din,bakal gue rahasiain keberadaan Lo. Eh emang Lo di mana sih?] Aku tersenyum membaca pesan terakhir dari Intan. Gadis cerewet itu terlalu polos. Sudah ngobrol lama tapi tidak menanyakan diri ini  ada dimana. [Ntar, gue kasih tau kalo waktunya udah tiba. Lo save nomor baru gue, kasih nama beda, biar orang ga curiga.] [Yodah, gue kasih nama Lo, Bambang, orang pasti ga akan curiga sama pesan ini. gue hapus ajalah biar aman.] Aku hanya tersenyum, tidak lagi membalas pesannya. Hari-hariku sangat berwarna di Kota Lembang. Para tetangga ramah dan mereka suka sekali mengajakku ke perkebunan. Sebuah hal langka jika di Jakarta. Banyak perkebunan di sini, terlebih perkebunan sayur dan buah. Udara di kota ini sangat sejuk sehingga sayur dan buah dapat tumbuh dengan subur. Sebelum pergi dari rumah, semua media sosialku sengaja ku-non aktifkan. Tujuannya adalah ingin menyembuhkan hati. Jika masih aktif, akan banyak yang bertanya ini dan itu. Membuat hati berdenyut nyeri. Kabar menggemparkan seperti itu saja sudah sangat menarik bagi penduduk sekitar, apalagi teman-temanku di kampus yang kebanyakan mempunyai hobi nyinyir. Kutahu dari Intan, banyak dosen yang menanyakan keberadaanku. Nilaiku semester kala itu turun drastis. Seluruh dosen sangat menyanyangkan dengan keputusan dariku. Diri ini memang belum mengajukan cuti untuk semester genap. Tidak tahu bagaimana kedepannya, yang terpenting saat ini menyembuhkan hati agar tetap terjaga kewarasanku. Tidak terasa setahun berlalu, banyak kejadian lucu di sini. Anak Pak Camat selalu mengejarku. Entah apa alasannya, padahal mantan kekasihnya sangat cantik. Diri ini selalu mengabaikannya, tidak ingin membuka hati. Pernah satu kali saat ia menyatakan cintanya padaku, dan diri ini menolaknya tapi tetap saja tidak menyerah. Walaupun akhirnya, ia menyerah tapi hanya dua hari saja. selebihnya masih mengejarku. Hati ini berangsur membaik dengan berada di kota ini. Entah mengapa justru betah tinggal di sini walaupun hidup dalam kesederhanaan. Mas Vino tahu keberadaanku dan selalu berkunjung ke Lembang jika ada waktu libur dari pekerjaannya. Pagi ini entah mengapa, hatiku berdebar tidak karuan. Merasakan sesuatu yang berbeda, ada rasa senang. Benar saja ternyata diri ini kedatangan Intan, sahabat cerewet. Dia datang tanpa mengabariku terlebih dahulu. Kejutan katanya. Setelah membersihkan diri, Intan segera mengutarakan maksud dari kedatangannya. “Din, bantuin gue. Tanpa Lo, sumpah, nilai gue ga ada kabarnya,” pintanya. “Lah Lu belajar dong, jangan ngandelin gue,” jawabku. Karena memang diri ini enggan untuk datang ke Jakarta. “Plis Din, gue bakal jadi mahasiswa abadi kalo kaya gini caranya,” rajuknya. Rasanya ingin tertawa bahagia, tapi takut gadis cerewet ini tersinggung. “Gue pikirin dulu ya,” jawabku. Kulihat Intan sedikit tenang. biar bagaimanapun aku tidak mungkin mengabaikannya. Kami bersahabat sejak kecil, jadi sudah seperti saudara. Bahkan ia pernah mengingatkanku tentang kedekatan kedua pasangan penghianat itu, tapi diri ini mengabaikannya. Hasilnya, seperti saat ini sakit hati. Setelah berpikir semalam, akhirnya aku setuju dengan permintaan Intan. Diri ini mengajukan syarat untuk dicarikan kos di belakang kampus. Tidak mau kembali ke rumah itu, rumah dengan sejuta kenangan pahit. Intan setuju, gadis cerewet itu mencarikan kos di dekat kampus. Kos yang sesuai dengan keinginanku. Kamar lengkap dengan dapur, tidak perlu luas tapi nyaman. Untuk harga tidak usah dipikirkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD