2. One Night

1174 Words
Rasa takut, menyesal dan entah apa pun itu sedang berkecamuk dalam diri Gendis. Bagaimana dia bisa bekerja dengan baik di hotel itu setelah kejadian ini. Apalagi hanya tinggal tiga hari lagi dia gajian. Bisa saja gajinya ditahan oleh Joni. Gendis hanya bisa duduk memeluk kedua kakinya dengan kepala yang tenggelam di antara kaki. Air matanya terus menetes bahkan dia lupa kalau dia telah masuk kamar yang entah itu ada penghuninya atau tidak. Rasa panas dalam dirinya semakin besar dan rasa ingin menangis semakin kecil. Sungguh gadis itu tidak tahu apa yang terjadi dalam dirinya. "Kenapa … kenapa begini!" gumam Gendis kemudian mengangkat kepalanya dan celingukan melihat keadaan di kamar itu. "Panas sekali … rasanya kenapa begitu panas? Apa pendinginnya nggak berfungsi!" Gendis pun berdiri dan merapikan baju serta rambut panjang yang sedikit berantakan karena ikat rambutnya jatuh. Dia tahu jika lampu kamar itu menyala, berarti ada orang di kamar tersebut. "Aku harus apa sekarang? Apa kamar ini nggak ada penghuninya? Nggak mungkin kamar sebagus ini nggak ada orangnya," kata Gendis lagi kemudian mulai melangkahkan kaki. Pemilik kamar cukup terkejut mendengar pintu tertutup dan suara wanita sedang bergumam. Awalnya tidak mau peduli karena rasa frustasinya membuat dia malas untuk bangun dari tempat tidur. Namun semakin lama suara yang dia dengar membuat pria matang bernama Glen John Wilson itu beranjak. Glen tidak peduli jika dia hanya mengenakan celana pendek tanpa baju. Siapapun yang masuk kamarnya jelas bukan orang yang punya sopan santun. Glen bahkan berniat untuk melaporkan ke bagian resepsionis karena ada seorang penyusup yang mengganggu waktu istirahatnya. Akhirnya Glen pun melihat Gendis yang sedang berdiri terpaku menatapnya. "Siapa kamu?" tanya Glen dengan nada dingin. Bukannya menjawab, Gendis malah fokus dengan roti sobek milik Glen. Wajah yang tampan rupawan juga tubuh yang begitu atletis dengan kalung berwarna silver melingkar di leher membuat pikiran Gendis menjadi kotor. Mata Gendis seperti melihat sesuatu yang akan membuatnya lupa diri karena obat yang diberikan padanya sudah mulai memenuhi isi otak Gendis dengan pikiran yang tidak-tidak. Gendis menatap Glen dari atas ke bawah hingga dari bawah ke atas dan matanya berhenti di bagian menonjol yang terlihat begitu menggodanya. Gendis kembali melangkah tanpa berkedip. Akal sehatnya benar-benar sudah hilang. Perlahan tangan kanan Gendis melayang dan mendarat tepat didada Glen yang berbentuk kotak-kotak. Sentuhan lembut Gendis membuat Glen ikut berfantasi. Pasalnya dia juga sedang sedikit mabuk. "Apa kamu tuli?" tanya Glen kembali, tetapi Gendis masih terus memberikan sentuhan lembut padanya. "Brengsekk! Kamu mau main-main denganku?" Glen kini meninggikan suaranya, tetapi masih membiarkan tangan Gendis menyentuh tubuhnya. "Tuan … malam ini saja! Hanya malam ini saja. Aku ingin melepaskan rasa sakit di tubuhku ini. Aku menginginkan semua milikmu ini, Tuan!" ucap Gendis dengan nada mendayu. Tangan yang tadinya aktif didada kini menarik tengkuk Glen dan menempelkan bibirnya dengan bibir Glen. Tidak ada penolakan sama sekali. Bahkan ini sama-sama pertama kalinya untuk mereka merasakan hangatnya bibir yang menyatu. Glen masih bisa berpikir dengan jernih walaupun ciuman hangat itu membuatnya nyaman. Namun tentu dia tidak mau sembarang tidur dengan seorang wanita. Apalagi dia belum pernah melakukan hal tersebut. Perlahan tubuh Gendis di dorong dan ditatapnya wajah cantik yang terlihat kecewa karena ciumannya berhenti. "Pergilah! Sebelum terjadi sesuatu denganmu!" ucap Glen mundur satu langkah menjauh. "Tuan, tubuhku sangat menginginkan tubuhmu yang indah itu. Hanya malam ini saja, biarkan aku melupakan apa yang telah membuat hatiku sakit," kata Gendis memohon. Glen masih menatap wajah Gendis. Sebagai laki-laki normal, tentu saja dia juga ingin merasakan surga dunia. Apalagi melihat Kakaknya yang baru saja menyatakan cinta dengan seorang wanita dan adiknya yang telah bahagia dengan suaminya, membuat Glen menyunggingkan senyum. Cukup frustasi pria tersebut hingga banyak minum alkohol karena hanya dia yang belum menemukan cintanya. "Apa kamu yakin?" tanya Glen. "Ya. Aku sangat yakin akan memberikan mahkota ku padamu, Tuan. Aku benar-benar menginginkanmu," jawab Gendis melangkah mendekati Glen dan kembali meraba roti sobek itu. "Baiklah! Jangan sampai kamu menyesal nanti!" sahut Glen segera menarik tengkuk Gendis dan kembali menyatukan bibir mereka. Permainan panas itu pun terjadi berkali-kali bahkan menjelang pagi hari. *** Gendis merasa kepalanya sangat pusing hingga membuatnya malas untuk bangun. Namun dia harus membuka mata karena merasa ada sesuatu yang menumpang di atas perut. Pergerakan di sisi tubuhnya juga membuat Gendis merasa ada hal aneh yang terjadi. Segera Gendis menoleh dan menatap laki-laki yang sedang tidur memeluk tubuhnya. "Aacckk!" teriak Gendis sangat terkejut melihat ada laki-laki yang sedang tidur satu ranjang dengannya. Gendis segera mundur seraya menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Matanya semakin melotot saat melihat noda merah di atas sprei hotel berwarna putih itu. "Ada apa?" tanya Glen terkejut dan segera beranjak dari tempat tidur padahal Glen juga tidak memakai sehelai benang sama sekali. "Acckk! Apa itu!!!" teriak Gendis saat melihat milik Glen yang sedang berdiri. Gendis segera menutup wajahnya dengan selimut. Sedangkan Glen hanya menggelengkan kepalanya kemudian meraih celana pendek yang tergeletak di lantai. "Kenapa aku disini? Ya Tuhan … kenapa aku nggak pake baju? Nggak mungkin … nggak mungkin aku segila itu dengan laki-laki yang nggak aku kenal," gumam Gendis di balik selimut. Dia benar-benar terkejut dan tidak ingat apa yang telah dia lakukan dengan Glen. "Kamu semalam begitu agresif bahkan minta terus, kenapa sekarang kamu heboh sekali?" tanya Glen yang kemudian berdiri di sisi Gendis. Pernyataan Glen membuat Gendis terpaksa membuka selimut untuk menatap pria yang telah melakukan hubungan terlarang bersamanya. Setelah menatap wajah Glen, dia sedikit ingat dengan apa yang telah terjadi. Gendis sendiri yang masuk ke kamar Glen dan setelah itu Gendis tidak ingat apa-apa lagi. "Benar! Semua ini gara-gara Adam brengsekk! Dan … ya, pasti Tuan Jo. Minuman itu, ah aku bodoh!" gumam Gendis tertunduk. Setelah beberapa saat Gendis kembali mendongak menatap Glen. "Maaf, Tuan! Saya harap kejadian semalam bisa selesai hanya sampai disini dan kita nggak akan pernah ketemu lagi," kata Gendis seraya beranjak dari tempat tidurnya dengan lilitan selimut dan memungut pakaiannya. "Hei! Kau gila ya? Segampang itu kam-" "Saya rasa disini yang rugi saya, Tuan. Sedangkan anda tidak mendapatkan kerugian apa pun, bukan? Malah sebaliknya." Gendis memangkas ucapan Glen dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa saat kemudian Gendis keluar dari kamar mandi dengan seragam kerja yang sudah rapi. Hari ini dia sip pagi dan harus mengurus sarapan untuk tamu yang memboking semua kamar hotel tersebut. Namun karena name tag nya hilang, Gendis kembali ke tempat tidur untuk mencarinya. Glen hanya menatap gadis itu dengan tatapan dingin tanpa bertanya apa pun. "Aku bisa telat kalau begini," gumam Gendis kemudian menghela napas berat. "Permisi, Tuan!" Gendis pun berpamitan. *** Langkah kaki Gendis meragu dan mengendap-endap dengan hati-hati karena takut bertemu dengan Joni. Gendis segera masuk ke ruang karyawan untuk absen. Ternyata beberapa teman kerjanya sedang menatap Gendis dengan tatapan sinis. "Gendis!" Panggil Desti yang langsung menarik tangan Gendis masuk ruangan lain. "Kenapa, Mbak?" tanya Gendis heran. "Kamu buat salah apa sama Tuan Jo? Semalam kamu kemana sampai pekerjaan yang harus kamu kerjakan di handle pelayan lainnya? Tuan Jo sangat marah semalam, dan … kemungkinan kamu akan dipecat!" Gendis tentu terkejut. Walaupun dia bisa menebak apa yang akan dilakukan Joni padanya. "Aku … semalam ak-" "Gendis!" teriak Joni.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD