3. Bertemu Lagi

1098 Words
Gendis sangat gugup saat langkah kaki Joni semakin dekat dengan dirinya. Dia tahu laki-laki itu pasti sangat marah. Apalagi Gendis telah menyakiti milik Joni semalam. Pastilah manager nya itu akan sangat murka pada Gendis. Namun dia harus kuat demi membela diri, paling tidak sampai gajian tiba. "Ikut!" kata Joni seraya menarik tangan Gendis keluar dari ruang khusus karyawan itu. Entah kemana Joni akan membawa Gendis. Dia hanya bisa mengekor mengikuti langkah kaki sang manager. Secara bersamaan, Glen yang baru saja keluar dari kamarnya bersama dengan Andrew, Kakak yang sejak tadi memaksanya ke ballroom untuk sarapan, secara tidak sengaja melihat Gendis ditarik paksa oleh Joni. Sorot mata mereka bertemu hanya beberapa detik saja. Glen hendak mengejar Gendis, tetapi tangan Andrew lebih cepat menarik tangan Glen karena keluarganya sudah menunggu mereka. Mau tidak mau Glen mengikuti Andrew dan pada akhirnya dia juga kehilangan wanita yang telah mengambil keperjakaannya. "Katakan! Kenapa kamu masuk kamar tamu VVIP kita dengan kartu akses mu? Kamu mau merusak citra hotel ini, hah! Bahkan kamu nggak keluar semalaman. Apa yang kamu lakukan dengan tamu di kamar itu, hah!" Suara Joni benar-benar menusuk telinga Gendis. Dadanya sangat sesak saat pertanyaan itu terlontar dari mulut Joni. Bagaimana dia bisa menanyakan kenapa padahal dia sudah tahu alasannya adalah lari dari kejaran dan niat jahat Joni sendiri. Mereka berdua sedang berada di gudang paling belakang di hotel tersebut. Sudah bisa dipastikan akan jarang sekali pegawai yang masuk ke gudang itu karena memang tidak akan ada yang masuk karena tempatnya yang tidak terlalu banyak menyimpan barang. Gendis pun menguatkan diri untuk menjawab pertanyaan aneh yang terlontar dari mulut sang manager. "Aku memberikan keperawananku padanya, Tuan! Apa anda keberatan? Bukannya anda yang sebenarnya ingin mengambil itu semua dengan cara memasukan obat di gelas yang aku minum?" Dengan sangat lantang juga Gendis bicara pada laki-laki yang menjadi penyebab dia kehilangan kesadaran bahkan mahkota yang seharusnya hanya dia berikan pada suaminya. Gendis menatapnya dengan penuh kebencian. Kedua tangannya bahkan mengepal kuat sebagai persiapan jika Joni berani macam-macam di tempat itu. "Heh! Murahann juga ternyata kamu! Aku baik-baik mengajak kamu menikah, tapi kamu malah memilih menjadi wanita malam untuk tamu di tempat kamu bekerja? Luar biasa sekali kamu! Har-" Joni menggantungkan bicaranya karena nada dering di ponselnya terus berbunyi. Padahal dia sangat ingin meluapkan rasa kekesalan itu pada Gendis juga ingin memecat Gendis tentunya. Perhatian Joni pun teralihkan dan dengan serius menjawab panggilan telepon tersebut hingga tidak sadar jika Gendis sudah sampai ambang pintu dan segera berlari pergi dari sana. Momen itu menjadi kesempatan untuk Gendis pergi karena Joni fokus dengan panggilan masuk tersebut. Dia merasa lega sekali bisa pergi dan hanya perlu menghindari manager tersebut untuk dua hari kedepan. Sayangnya saat Gendis lebih fokus menengok ke belakang, Gendis menabrak dadaa bidang Glen yang memang sedang mencarinya karena khawatir. "Akhirnya ketemu juga," kata Glen dengan senyuman dingin. "Maaf, Tuan! Saya harus segera pergi karena kalau saya tidak segera bekerja, maka saya akan kehilangan pekerjaan saya satu-satunya. Permisi!" Gendis benar-benar acuh dan tidak ingin bertemu dengan laki-laki yang telah merebut mahkotanya itu. Dia hanya menganggap semua itu adalah kecelakaan. Perkara masa depan dia dengan suaminya nanti, akan dia pikirkan setelah urusan dengan Joni selesai. Dia masih takut gajinya tidak diterima jika Gendis terlalu banyak tingkah. *** Gendis fokus menjadi pelayan di ballroom hotel tempatnya bekerja karena acara sarapan besar di tempat itu butuh banyak pelayan. Walaupun pikirannya tidak fokus, tetapi Gendis adalah pegawai yang profesional. Dia tidak pernah melakukan kesalahan kecil maupun besar. Kinerjanya benar-benar diakui oleh banyak karyawan, termasuk Joni. Oleh karena itu, Gendis punya kartu akses yang bisa masuk dengan mudah ke semua kamar hotel. Topik utama di ballroom tersebut masih sama, yaitu sarapan yang disediakan oleh Tuan Wilson, orang kaya yang punya banyak bisnis dari semuanya bidang di Indonesia. Makanya Tuan Wilson mampu menyewa semua fasilitas hotel tersebut hanya untuk merayakan pesta pernikahan anak perempuannya yang sempat dikagumi oleh Gendis. "What's? Secepat itu? Kamu mau sama perjaka tua ini, Ra?" Teriakan itu mengalihkan perhatian Gendis untuk ingin tahu apa yang terjadi di sebuah kerumunan yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Namun saat mata dengan iris berwarna coklat itu ingin mendengar lebih banyak dari wanita yang baru saja berteriak itu, lagi-lagi mata Gendis bertemu dengan Glen. Bisa Gendis simpulkan jika laki-laki yang tidur bersamanya itu adalah bagian dari keluarga pemilik pesta pernikahan mewah semalam. Tidak mau terlalu banyak tahu, Gendis kembali fokus dengan pekerjaannya melayani tamu-tamu yang akan sarapan. Sebenarnya hatinya sedang tidak baik-baik saja, tetapi tentu gadis itu tetap berusaha menjaga nama baiknya sebagai karyawan teladan. *** Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Suasana di Hotel tempat gadis bernama Gendista Aurelia itu mulai sepi. Tamu-tamu yang menempati kamarnya satu persatu cek out dari hotel itu. Setelah selesai menjadi pelayan saat sarapan beberapa jam yang lalu, Gendis kini berdiri dengan senyuman yang begitu manis di dekat resepsionis. Gadis itu sedang menyapa para tamu dan memberikan salam perpisahan untuk mereka yang memberikan kartu kamarnya. Namun belum selesai dari pekerjaan itu, Gendis dipanggil oleh atasannya, tetapi bukan Joni, melainkan atasan lainnya. Ada rasa heran memang walaupun dia sering dipanggil. Hanya saja dia masih harus bekerja, tumben sekali dia dipanggil atasan saat sedang melakukan pekerjaannya. Mau tidak mau Gendis harus menurut dan menuju sebuah ruangan yang disampaikan oleh seseorang yang memanggilnya. Perlahan Gendis membuka pintu ruangan yang dimaksud. Ada seorang laki-laki sedang menunggunya disana. "Permisi, Tuan! Saya Gendis," sapanya dengan begitu sopan. "Gendis, ada yang mencarimu." Tentu saja Gendis heran karena setelah mengucapkan beberapa patah kata, laki-laki itu segera keluar dari ruangan tersebut. Ruangan yang memang khusus untuk tamu-tamu tertentu. "Hah? Aneh banget!" gumam Gendis segera merapikan pakaian dan menunggu seseorang yang katanya sedang mencari dia. Pandangannya pun terfokus keluar jendela yang menunjukkan awan biru yang cerah untuk mengalihkan rasa penasaran atas siapa yang mencarinya. Namun hingga beberapa menit berlalu, Gendis tidak mendapati siapapun masuk ruangan itu. Kakinya sudah cukup lelah berdiri sejak tadi. Apalagi rasa tidak nyaman di bagian intimnya yang dia tahan entah sejak kapan. "Gendista Aurelia!" ucap seseorang yang baru saja masuk dan langkah kaki yang terus mendekat membuat jantung Gendis tiba-tiba berdebar lebih cepat. Suara itu tidak asing lagi bagi Gendis. Dia yang membelakangi pintu ruangan tersebut, segera membalikkan badan dan menatap lekat laki-laki dengan sudut bibir yang menyungging. "Kenapa harus bertemu dengan anda lagi, Tuan Glen?" sahut Gendis yang ikut menyunggingkan senyum seraya memutar malas bola matanya. "Aku hanya akan bertanya satu kali padamu. Demi mempertanggung jawabkan perbuatan kita semalam, maukah kamu menikah denganku dan ikut aku ke negara Italia? Aku tahu saat ini belum ada cinta diantara kita, tapi aku akan berusaha agar cinta itu tumbuh dan kita hidup bahagia bersama."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD