Membawa Pergi

1124 Words
Raksa sudah semakin kesal kepada Layra namun, ia masih belum menegur gadis itu untuk pergi dari dalam mobilnya. Ia ingin lihat, seberapa lama gadis itu terus melamun seperti orang bodoh saat ini. Sedangkan pikiran Layra saat ini masih begitu kacau karena memikirkan dirinya yang akan sebentar lagi menjadi istri orang, padahal ia benar-benar belum siap untuk melepaskan masa lajangnya yang menurut nya ia harus hidup sepuasnya tanpa adanya menjadi gelar sebagai istri orang lain. Ia takut jika menjadi seorang istri dirinya tidak dapat melakukan hal apapun yang ia sukai selama ini, apa lagi dengan laki-laki culun yang sangat membuat dirinya jijik semakin membuat Layra tidak tahan dengan kehidupannya yang menyedihkan itu. "Apa kau ingin tidur di dalam mobil ini, hah?!" Suara Raksa yang begitu dingin dan sedikit lantang, seketika mengejutkan Layra yang sedang melamun. Gadis itu, langsung saja menatap ke arah bos nya yang juga sedang menatap dirinya dengan wajah yang terlihat menyeramkan untuk di pandang. Layra rasanya begitu sulit untuk mengerakkan seluruh tubuhnya dan entah kenapa ia merasa kaku untuk berbicara di hadapan bos nya itu karena biasanya, Layra tidak pernah sama sekali untuk sedekat itu dengan Raksa dan ini adalah pertama kalinya bagi Layra berada di dalam mobil bos nya. Layra bingung harus mengatakan apa kepada Raksa yang sudah terlihat bosan melihat keberadaan dirinya di dalam mobil, apa lagi berdiam diri layaknya patung tidak berguna. "Apa aku harus mengucapkan terimakasih begitu saja dan langsung pergi setelah nya?" Layra terus bergumam di dalam hatinya dengan penuh kebimbangan karena ia rasa dirinya tidak pantas pergi begitu saja tanpa memberikan uang sebagai bayaran karena sudah menumpang di mobil bos nya. Tapi, saat ini Layra tidak memiliki uang kes hingga pada akhirnya Layra semakin bingung saat ini. "Hei! Kau! Apa kau benar-benar tidak ingin pergi?!" tanya Raksa yang sudah tidak sabar lagi Layra keluar dari dalam mobilnya, ia bukan bermaksud untuk mengusir gadis itu hanya saja saat ini dirinya harus menghadiri sebuah pesta yang begitu penting. "Ma—maafkan saya, Pak. Saya tidak memiliki uang untuk membayar Anda ..." ucap Layra dengan pelan hingga seketika membuat Raksa langsung mengerutkan keningnya bingung mendengar apa yang dikatakan oleh karyawan nya itu. "Keluarlah se—" ucap Raksa terpotong karena tiba-tiba saja ponselnya berdering dan ia melihat orang yang menelpon dirinya adalah rekan bisnis nya yang memiliki pesta tersebut. Raksa pun langsung saja mengangkat nya dan berbicara sebentar, hingga beberapa kemudian ia langsung menutup panggilan tersebut dengan sangat tergesa-gesa lalu menghidupkan kembali mobilnya dan segera pergi tanpa perduli lagi dengan keberadaan Layra yang masih saja berada di dalam mobilnya. "Pak ... kemana Anda membawa ... saya pergi?" tanya Layra dengan sangat hati-hati, entah kenapa ia tiba-tiba saja menjadi menciut ketakutan kepada Raksa. "Diamlah!" ucap Raksa dengan nada dingin tanpa melihat ke arah lawan bicaranya, laki-laki itu terlihat begitu fokus menyetir dengan kecepatan penuh. Sedangkan Layra yang berada di sampingnya berulangkali merasa ngeri melihat Raksa yang menyetir sampai seperti itu, bahkan sangat berani menyelip kendaraan yang lainnya. Padahal jalan yang mereka tuju sedikit sempit dan tidak begitu luas, tapi Raksa yang menyetir mobil layaknya tidak takut mati sedikitpun. "P—Pak! Pelan ... sedikit ..." Layra terus menggenggam sabuk pengaman nya, sambil wajahnya sudah berkaca-kaca ingin menangis. Karena dirinya merasa hidupnya yang sudah sangat menyedihkan selama ini, sekarang di tambah lagi bos nya layaknya ingin mengantarkan dirinya ke liang lahat dengan begitu cepat. Raksa tentu mendengar ucapan Layra dengan begitu jelas, walaupun berkata dengan terbata-bata. Tapi, Raksa tidak memperdulikan gadis itu yang terpenting dirinya bisa segera sampai ke tempat pesta tersebut sebelum semuanya terlambat karena pesta itu satu-satunya harapan dirinya untuk bertemu dengan rekan bisnis yang dapat membantu dirinya menjalankan suatu proyek yang sangat besar dan membuat perusahaan yang ia miliki semakin mendapatkan keuntungan besar untuk dirinya. Raksa tidak ingin menyia-nyiakan itu semua, apa lagi setelah mendengar penjelasan rekan bisnisnya barusan orang yang ingin Raksa temui sebentar lagi akan kembali ke luar negeri, maka dari situlah Raksa berangkat sangat tergesa-gesa. Raksa bukan tidak mampu untuk pergi keluar negeri, hanya saja orang tersebut begitu sibuk dan sangat sulit untuk diajak bertemu sehingga sekarang ia lebih baik segera bertemu dengan orang tersebut. Sesampai di gedung hotel, Raksa langsung saja menarik tangan Layra keluar dari mobilnya dan menyuruh gadis itu segera keluar. Sedangkan Layra kebingungan apa yang telah laki-laki di hadapannya itu lakukan kepada nya saat ini. "Segera pulanglah! Dan cari taksi untuk mengantarkan mu!" ucap Raksa sambil memberikan uang beberapa lembar kepada Layra. "Maksud ... Bapak apa?" tanya Layra yang masih belum mengerti namun Raksa sudah pergi masuk kedalam gedung yang menjulang tinggi itu tanpa menjawab pertanyaan Layra lagi. "Kenapa dia malah membawa ku kemari? Dan sekarang menyuruh ku untuk pulang!" gumam Layra sambil menatap beberapa lembar uang yang berada di tangan nya. "Sudahlah! Sebaiknya aku segera pulang saja sebelum hari hujan!" Layra pun langsung saja melangkahkan kedua kakinya untuk pergi mencari taksi, ia merasa beruntung bisa pulang dengan adanya uang yang diberikan oleh bos nya barusan. Layra berjanji akan kembali membayar uang tersebut kepada bos nya besok pagi, ia tidak ingin memiliki sebuah hutang kepada orang lain sedikitpun. Setelah mendapatkan sebuah taksi, Layra pun masuk kedalam dan ia dikejutkan seorang supir taksi yang membawa seorang bayi mungil di pangkuannya sambil menangis begitu kencang. Layra berusaha untuk tidak memperdulikan hal itu, tapi semakin lama mendengar tangisan bayi itu membuat Layra menjadi tidak tenang hingga akhirnya ia pun bertanya. "Bapak, kenapa Dede bayi nya ikut Bapak bekerja? Kemana ibunya?" tanya Layra dengan sopan. "Maaf Mbak, kalau anak saya membuat Mbak tidak nyaman menumpang disini ..." ucap sang supir itu yang terlihat tidak enak hati kepada Layra. "Tidak apa-apa, Pak," jawab Layra sambil menggenggam tangan bayi yang masih saja menangis. Lalu sang supir taksi itupun menceritakan alasan dirinya membawa anaknya ikut bekerja dengan dirinya dan ternyata istrinya telah tiada lagi sejak melahirkan anak pertama mereka, sedangkan ia tidak memiliki kerabat yang mau membantu dirinya untuk merawat anaknya. Maka, dari situlah ia tidak memiliki pilihan lain selain membawanya bekerja siang dan malam. Sekarang anak supir taksi itu sedang demam, terutama lapar ingin meminum s**u formula dan supir taksi itu kebingungan harus bagaimana dirinya memberikan makan untuk anaknya. Seharian ini dirinya tidak memiliki penumpang dan tentunya tidak memiliki uang untuk membeli s**u formula serta membawa anaknya ke rumah sakit. Layra yang mendengar cerita tersebut tersentuh, sehingga tanpa ragu lagi memberikan uang yang diberikan oleh Raksa barusan kepada supir taksi itu. "Bapak, turunkan saja saya disini. Bapak segeralah membawa anak Bapak pergi ke rumah sakit ..." ucap Layra dengan tulus, ia tidak ingin anak itu tersiksa seperti itu. Tapi, supir taksi itu bersih keras menolak pemberian uang yang diberikan Layra. "Tidak apa-apa Pak, ambil saja uangnya dan segera lah pergi ke rumah sakit," jelas Layra lagi, hingga bapak tersebut akhirnya setuju dan menurunkan Layra di pinggir jalan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD