PROLOG
This is going to sound crazy, but from the moment i first set eyes on you i haven't been able to stop thinking about you.
-Leigh Fallon
- - -
Lagi-lagi ponsel Ethan bergetar tanpa henti ketika Ethan kembali menyalakan ponsel-nya dan lagi-lagi pesan dari nomor yang sama kembali meneror-nya sejak tadi sore.
Ethan, kau dimana? Aku sudah menunggumu dari tadi.
Ethan, aku kedinginan. Berapa lama lagi kau datang?
Aku menunggumu di taman dekat persimpangan pent house-mu.
Ethan memijat pelipisnya yang terasa berdenyut, itu adalah pesan ke dua ratus yang dia dapatkan sejak jam tiga sore tadi.
Dan belum lagi tiga ratus dua puluh satu panggilan yang masuk ke ponselnya dari nomor tak dikenal.
“Apa orang ini sudah gila?!” Ethan mendesah emosi. Pastinya Ethan tidak tahu itu siapa, hanya pesan dari orang iseng yang mengganggu pekerjaannya.
"Ethan, scene ke dua puluh akan kita lakukan di jam satu siang besok, karena kita juga membutuhkan cahaya matahari di tengah musim salju sialan ini."
Ethan mendongakkan kepalanya dari layar ponsel dan menatap Clark, salah satu crew film layar lebar yang sedang di kerjaannya saat ini.
"Jadi, besok kau harus sampai lagi disini jam sebelas siang." Ucap Clark sambil menepuk perut gendutnya. Jaket tebal yang dia gunakan makin membuatnya terlihat gendut. "Kita akan makan malam di restoran Jepang. Kau mau ikut?"
Ethan kemudian berdiri, menghembuskan napasnya dari mulut sampai mengeluarkan uap dingin. "Aku tidak ikut."
"Oh? Apakah ada kencan? Seharian ini kau selalu melihat ponselmu."
Ethan menggelengkan kepalanya.
"Sayang sekali, padahal Gwenn sudah akan mentarktirku minum apabila aku berhasil mengajakmu kali ini." Clark lalu melirik Gween yang berdiri sambil menatap Ethan dengan terang-terangan. “Aku curiga kalau kau ini adalah gay.”
“Kenapa bisa kau berpikir begitu?” Ethan menekan bibirnya membentuk garis lurus, lalu iris mata birunya menatap kearah wanita cantik yang masih terlihat seksi dengan jas musim dinginnya yang modern.
“Well, semenjak istrimu meninggal kau bahkan tidak pernah menggubris setidaknya satu wanita saja dalam hidupmu.”
Ethan tidak mengalihkan pandangannya dari wanita itu. Dia adalah Gwenn Harold, salah satu aktris ternama yang mendapatkan peran utama di film yang Ethan sutradarai. Wanita yang pada saat ini sedang gencar-gencarnya menarik perhatian duda tampan beranak empat seperti Ethan.
"Bersenang-senanglah, Clark." Ethan menyalami Clark sambil menyelipkan kartu kreditnya pada telapak tangan Clark.
"Astaga!" Clark melebarkan matanya, lantas bersorak heboh kearah crew dan para artis lainnya. "Ayo kita lekas minum sepuasnya! Sutradara kaku ini mentraktir kita semua!"
"Traktir lagi?!" Salah satu crew berteriak senang. "Thanks, Ethan! Kau sutradara terbaik!"
Ethan hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis. Amat tipis sampai tidak ada yang tahu bahwa lelaki itu sedang tersenyum.
Ethan kemudian melangkah keluar dari tenda besar tempat para crew melakukan syutting di sebuah taman besar yang terdapat air mancur raksasa untuk syutting film ber-genre romance kali ini.
"Kau mentraktir kami lagi tanpa ikut untuk makan bersama?"
Langkah kaki Ethan terhenti ketika mendengar suara seksi Gwenn dan merasakan tangan hangat itu melingkari pergelangan tangan Ethan.
"Kalau begitu, bagaimana bila aku ikut ke apartemenmu? Aku yang akan memasak. Bagaimana?" Tawar Gwenn dengan senyuman manisnya.
"Kau akan semakin lelah bila memasakan makanan untukku, Gwenn. Beristirahatlah dan bersenang-senanglah. Kau sudah bekerja keras saat ini." Tolak Ethan secara halus.
Gwenn mengerucutkan bibir tebalnya yang seksi. "Bagaimana bila kau mengantarkanku pulang? Kita bisa ke rumahku, ada banyak chef yang menyajikan berbagai hidangan. Ayolah, Ethan..."
Ethan menyentakkan kepalanya, dia begitu lelah dan kupingnya sampai berdenging ketika Gwenn terus merajuk dan membuatnya muak. Apalagi bila terus mendengar rengekan menyebalkan Gween.
Sampai kemudian Ethan merasa terselamatkan ketika ponselnya kembali berbunyi.
Nomor tidak di kenal itu lagi.
Ethan kemudian mengangkatnya, tanpa menunggu orang di seberang sana berbicara terlebih dahulu. Ethan mulai berbicara, "lima belas menit lagi dan aku akan menemui-mu."
Gwenn menyipitkan mata menatap Ethan yang sudah menutup teleponnya. "Siapa itu? Kau mau kemana?"
Dengan lembut Ethan melepaskan genggaman tangan Gwenn dari tangannya. "Kapan-kapan kita akan menghabiskan waktu bersama, Gwenn. Aku ada janji sekarang."
Gwenn hanya kembali mencebikkan bibirnya ketika melihat Ethan yang terburu-buru menuju mobilnya.
"Astaga, kenapa dia bisa begitu tampan dan mempesona, sih?" Gwenn menyibakkan rambut panjangnya. "Tapi dia sulit tergoda oleh wanita manapun."
•••
Ethan merasa resah ketika menyetir mobil, seharusnya dia mengabaikan panggilan dari orang iseng yang telah menghubunginya berkali-kali itu dan bukan malah menjawabnya.
Tapi Ethan harus menjawabnya agar dia bisa menolak Gwenn secara baik-baik.
"Tidak seharusnya aku perduli dengan penelepon itu." Ethan mengusap wajahnya, masih terus menyetir mobilnya di tengah salju yang semakin turun dengan deras.
Sebentar lagi Ethan akan sampai di pent house-nya, kemudian mobil Ethan berhenti di sebuah lampu lalu lintas di sebuah persimpangan jalan dekat gedung apartemennya.
Sepuluh detik berhenti di lampu lalu lintas yang menunjukkan warna merah, Ethan kemudian menatap ke kiri.
Ada sebuah taman di persimpangan jalan ini, taman itu kosong. Begitu gelap dan jalannya di penuhi oleh salju.
Ethan mendengus kemudian tertawa kecil. Dia pasti di kerjai oleh pengirim pesan sialan itu, mana mungkin ada seseorang yang rela menunggunya dari sore hingga tengah malam di tengah cuaca Birmingham yang sedingin ini.
Ketika beberapa mobil lain mulai berjalan, Ethan kembali menginjak pedal gas-nya sambil melirik sedikit kearah taman.
Pada saat itu, Ethan melihat wanita duduk di sebuah bangku taman. Sedang meringkuk sambil memeluk tubuhnya.
Sekali lagi, wanita! Jangan-jangan...
Ethan langsung memutar setir mobilnya pada saat itu juga, memutar haluan sampai membuat beberapa kendaraan lain menekan klakson padanya.
Tidak tahu kenapa, tapi orang yang menghubunginya dari tadi pastilah orang gila karena telah menunggunya selama itu dan mengiriminya pesan tidak penting. Tapi, untuk apa?
Setelah turun dari mobil, Ethan kemudian berlari memasuki taman. Sampai kemudian langkahnya memelan ketika penglihatannya benar.
Ada seorang wanita yang hanya mengenakan sweeter turttle neck berwarna merah maroon dan juga celana jeans.
Celana jeans di musim dingin?! Itu membuat Ethan tak habis pikir, dan jangan lupakan wanita itu yang hanya memakai high heels tanpa kaus kaki dan tidak mengenakan kaus tangan.
Dia benar-benar wanita gila.
Ethan melangkah mendekat, sangat hati-hati. Sampai kemudian Ethan mengumpat pelan ketika dia tak sengaja menginjak sebuah ranting yang bunyi-nya membuat wanita itu menoleh kearahnya.
"Ethan..."
Tubuh Ethan membeku. Suara itu, dia mengenal suara itu. Suara wanita yang telah Ethan rindukan beberapa tahun ini.
Sampai kemudian langkah wanita itu makin mendekat, dan cahaya makin menerangi wajah wanita itu.
"Kau lama sekali, Ethan. Aku lelah menunggumu." Wanita itu tersenyum sambil berjalan limbung mendekati Ethan.
"Kattnes?" Ethan berucap lamat-lamat, dia meraih telapak wanita itu yang terasa sedingin es. "Astaga! Kattnes!"
Ethan memekik ketika wanita di hadapannya limbung ke pelukan Ethan dan tak sadarkan diri dengan tubuhnya yang dingin.
Ethan sampai ikut limbung karena tidak siap dan membuatnya bersimpuh sambil terus menepuk pipi wanita yang ada di paha-nya.
"Kattnes! Bangun!" Ethan berucap parau, dirinya seperti kembali merasakan sebuah ketakutan besar dalam hidupnya. "Katt—“
Ucapan Ethan terhenti, dia menjauhkan telapak tangannya dari wajah pucat wanita yang ada di pangkuannya.
Ethan menggelengkan kepalanya heran dan tak habis pikir. Wajah wanita ini begitu mirip dengan Kattnes dan bagaimana bisa wanita ini mengenalnya?
Wanita di hadapannya ini bukanlah Kattnes, karena Kattnes adalah istri Ethan yang sudah meninggal.