PC ~ Perkenalan Lebih Dekat

1615 Words
Detik berganti menit, menit berganti jam, tanpa terasa hari sudah semakin larut. Cuaca di tepi pantai semakin malam juga semakin terasa dingin. Hembusan angin pantai bahkan membuat mereka hampir membeku. Jadi, mereka memutuskan untuk duduk di dalam mobil sembari menghabiskan waktu. Entah sampai kapan. Mereka juga tidak tau. Entah itu Aero ataupun Starla, kedua insan itu masih betah berada di sini, seakan tidak ingin pulang untuk menghadapi problematika hidup masing masing. Mungkin mereka terlalu pengecut hingga lebih memilih melarikan diri dari pada menghadapi permasalahan yang menjerat, tapi.. siapa peduli? Nyatanya, bertarung dan menghadapi kehidupan di dunia yang kejam ini tidak semudah mengambil sesuatu di dalam saku. Selalu sulit dalam prosesnya, juga selalu berat dalam tindakannya. "Aku tidak peduli lagi." Starla mulai meracau, tidak jelas. Dia sudah menghabiskan hampir separuh botol minuman beralkohol yang Aero bawa. Namun, dadanya masih terasa sesak. Dia masih merasakan rasa sakit yang sama sejak bertahun tahun lalu. "Kamu mabuk." Aero merebut botol minuman itu, lalu membuangnya melalui kaca mobil yang memang dia biarkan terbuka lalu menutupnya kembali dengan cepat. Mungkin gadis ini memiliki kehidupan yang seribu kali lebih buruk darinya hingga yang berakhir mabuk dengan wine mahal yang sengaja di bawanya dari rumah bukanlah dirinya, melainkan gadis ini. Aero terkekeh pelan, sangat menggelikan. "Aku tidak mabuk, okey? Aku masih sangat sadar. Aku hanya.. sedih." Starla diam sejenak. Menunjukan wajah murung dengan kondisi hati yang tidak baik. "Tidak seharusnya aku terlahir di keluarga itu." Tambahnya kemudian. Starla menangis sesenggukan setelah mengucapkan serangkaian kata laknat itu. Dia merasakan sakit sampai titik terdalam di hatinya. Aero yang sedang melihat ke luar, sontak menoleh ke arah Starla dengan menaikan sebelah alisnya, "kenapa?" Entah kenapa dia merasa perlu untuk bertanya lebih jauh tentang alasan kenapa Starla membenci keluarganya. Tidak tau apa alasannya. Bibirnya refleks mengeluarkan tanya tanpa dia sadari. "Karena mereka tidak pantas di sebut keluarga. Dia tidak pantas menjadi ibuku." Starla kembali menangis. Dia tidak pandai mengeluh, namun entah kenapa dia mengeluh begitu saja di depan orang asing. Mungkin dia benar benar sudah gila. Aero tersenyum simpul. Entah apa yang dia rasakan saat mendengar kicauan Starla. Ibu? Dia yang selalu hidup dalam lingkup keluarga hangat dan harmonis, tidak pernah bisa membenci keluarganya. Mama, Papa juga kedua adiknya adalah segalanya. Dan baginya, tidak ada hal lain yang lebih penting dari pada keluarga. "Setidaknya, kamu masih memiliki seorang Ibu meskipun menyebalkan. Itu masih lebih baik." Aero mencoba untuk menetralisir kesedihan Starla. Sejujurnya Aero tidak pandai menghibur orang, tidak pandai berbicara manis atau menenangkan para gadis yang tengah gundah. Jadi.. hanya itu yang bisa dia katakan kepada Starla. Itupun dia sudah berusaha sangat keras untuk sampai tahap ini. "Tapi.. aku tidak menginginkannya. Dia egois, tidak pernah mendengarkan ku, selalu melakukan semua tanpa mempertimbangkan pendapatku setuju atau tidak. Aku benci dia.. sangat. Hiks hiks.." Starla kembali menangis. Dia masih memiliki banyak kesadaran. Starla tidak benar benar mabuk. Sungguh dia tidak berbohong karena dia hanya sedikit pusing karena terlalu banyak berpikir, okey? Aero membelai wajah Starla, kemudian membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Untuk pertama kalinya dia melihat seorang gadis menangis tepat di hadapannya. Membuat hatinya tersentuh. "Kamu mabuk." Suara Aero merendah. Menepuk pelan punggung Starla. "Sudah ku bilang, aku tidak mabuk!" Suara Starla tidak kalah rendah, bahkan nyaris tidak terdengar. Untuk pertama kalinya dia merasakan pelukan hangat dan tepukan pelan di punggungnya kala sedih. Dia kembali meneteskan beberapa air mata. Dia benar benar terharu atas perlakuan Aero yang notabennya hanyalah orang asing. "Aku tau kalau kamu tidak mabuk." Aero terkekeh mendengar penuturan Starla. Mana ada orang mabuk yang akan mengaku? Jangankan mengaku, mereka bahkan tidak sadar dengan apa yang mereka ucapkan. Sekeras kerasnya Aero, dia tentu masih memiliki perasaan. Apa lagi, dia juga memiliki seorang adik perempuan di rumah yang membutuhkan pelukan serta perhatiannya kala sedih. "Tidak perlu sedih. Kamu tidak sendirian. Kita sama sama mengalami hal buruk akhir akhir ini. Entah kedepannya akan seperti apa, kita tidak pernah tau. Setidaknya.. kita tidak boleh menjadi lemah agar tidak hancur semakin dalam." Aero menambahkan. Memberikan beberapa kata motivasi yang tidak hanya dia tujukan kepada Starla, tetapi juga untuk dirinya sendiri. Perkataan lirih Aero mampu menghentikan tangisan Starla. Dia mengusap setitik bening yang menetes dari matanya seraya menatap kedalaman mata Aero yang gelap dan tenang, tidak menunjukan emosi apapun. Mereka saling bertukar pandang selama beberapa detik. Tidak tau apa yang mereka pikirkan. Ada semacam perasaan rumit yang sama sama tengah mereka rasakan. Berisi kesedihan, kesendirian, kekecewaan serta kepedihan dari banyak sebab yang menumpuk menjadi satu kemudian meledak di waktu bersamaan. Aero menarik tengkuk Starla, kemudian menempelkan bibirnya pada bibir Starla. Bibir ranum yang terasa dingin. Dia mencecapnya pelan pelan dan melakukannya dengan hati hati. Dia seakan bisa merasakan kegundahan gadis yang sekarang berada dalam rengkuhannya. Starla membeku, mendorong d**a bidang Aero setelah dia sadar tentang apa yang terjadi. Starla tidak menyangka jika pria asing itu akan menciumnya secara tiba tiba. Membuatnya kesusahan menelan ludah saat di hadapkan dengan sosok tampan rupawan yang telah mengambil ciuman pertamanya. Untuk sesaat Starla merasa takut. Tapi entah kenapa rasa takut itu di kalahkan oleh rasa nyaman yang menjalar di sekujur tubuhnya. Membuat hatinya ingin berhenti, namun tubuhnya tidak rela jika semua ini harus berakhir. Starla menatap mata Aero lekat. Mata yang tampak jernih dengan pandangan dalam. Lalu dia memegang dadanya yang terasa aneh, perasaan apa ini? Kenapa debarannya semakin cepat? Aero yang menyadari penolakan Starla, segera menghentikan ciumannya. Dia sungguh tidak berniat melakukan hal yang tidak sopan kepada seorang gadis, tapi.. dia tidak bisa menghentikan naluri prianya hingga dia terbawa suasana. Aero menjauhkan sedikit tubuhnya, "maaf, aku terbawa suasana." Ucapnya dengan canggung. Sejujurnya dia merasa sangat bersalah. Starla bisa mendengar permintaan maaf yang Aero ucapkan kepadanya adalah tulus. Membuatnya ragu. Dia terdiam selama beberapa detik sebelum dia menarik kerah kemeja Aero, lalu menempelkan bibirnya pada bibir pria itu kembali penuh keberanian. Entah apa yang membuat Starla memiliki nyali sebesar ini untuk mencium pria itu. Rasanya.. seperti bukan dirinya. Aero terkesima dengan perlakuan Starla. Dia tidak menyangka jika gadis itu melemparkan diri padanya secara suka rela. Namun, dia sangat menyukainya.. menyukai keberanian gadis itu. Dia tentu tidak akan menyia-nyiakan waktu setelah mendapat lampu hijau dari Starla. Dia segera melumat bibir gadis cantik ini dengan lembut. Aero meraba punggung Starla serta memperdalam ciumannya. Kemudian mendudukkan Starla dalam pangkuannya. Membuka satu persatu kancing kemeja Starla dengan santai dan tenang seakan dunia hanya milik mereka berdua, seakan ini adalah hotel yang tidak seorangpun bisa mengintip. Sementara Starla tidak melawan saat Aero menyentuh dan membuka pakaiannya, dia justru sangat menikmatinya. Suhu tubuhnya yang sudah melonjak juga tidak bisa menolak sentuhan dari lawan jenisnya. Terlebih, ini adalah pertama kalinya dia bisa sedekat ini dengan seorang pria. Meski mobil adalah tempat yang tidak tepat untuk b******u, pengap dan sesak. Juga tempat yang sebenarnya tidak nyaman sama sekali. Namun mereka tidak memperdulikannya. Mereka tidak bergeming saat di hadapkan gelora bercin-ta yang kuat. Aero meremas da-da Starla saat tubuh gadis itu benar benar telanjang, tidak tertutup apapun lagi hingga memudahkannya untuk menjamahnya. Da-da yang terasa pas dalam genggaman, membuatnya kecanduan untuk terus menyentuh tanpa berniat melepaskan. Dia benar benar mengagumi Starla sangat banyak. Tidak hanya cantik, namun gadis itu juga mempunyai kulit yang putih juga tubuh yang indah dengan lekuk proposional untuk di sentuhnya di sana sini. Sangat menggemaskan. Ciuman Aero mulai turun ke leher, memberikan tanda kepemilikan di sana, kemudian berhenti tepat pada dua gundukan Starla. Melumat lalu menghisapnya dengan rakus. Lumatan itu membuat Starla mendesah. Dia merasakan perasaan panas saat lidah Aero bermain di dadanya. Sepertinya, sekarang dia benar benar terangsang. Dia bahkan mengaitkan tangan pada leher Aero tanpa sadar. Bertahun tahun Starla hidup di dunia, dia tidak pernah sedekat ini dengan pria. Anggaplah.. dia kuno, kolot, polos, kampungan atau apapun itu. Dia tidak akan menampik karena semuanya memang benar. Jadi, jangan salahkan insting wanitanya yang bergejolak saat di perlakukan seperti ini. Aero menghentikan sejenak aktifitasnya. Meluangkan waktu untuk menatap Starla dengan seksama, lalu membelai rambut panjangnya. Gadis ini tampak cantik dengan wajah yang memerah karena mabuk. Hidung mancung, juga bibir tipis yang menggoda. Dia mengusap bibir Starla. Mengagumi keindahan ini untuk beberapa waktu. "Apa aku sudah mengatakan kalau kamu sangat cantik?" Wajah Starla bersemu. Semakin merah seperti buah yang matang di pohonnya. Dia merasa sangat di sayang oleh pria ini hingga membuatnya tidak bisa berkata kata. "Aku tidak berbohong. Sungguh aku mengatakan yang sebenarnya." Aero menambahkan setelah tidak mendapat reaksi dari Starla. Mungkin Starla tidak mempercayai ucapannya, atau menganggap ucapannya hanya bercanda. Entahlah, wanita memang sulit di tebak. Jika di pikir lagi. Aero bukanlah badboy, playboy, fuckboy atau apapun itu. Dia tidak pandai merayu, namun, sebaik apapun dia, dia tetaplah pria normal pada umumnya. Tidak bisa menolak saat di hadapkan dengan keindahan seorang wanita yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Juga ajakan untuk berbuat dosa seperti ini tidak akan membuatnya menyesal meski dia harus melakukannya berkali berkali. Aero merengkuh wajah Starla dengan kedua tangannya. Kemudian memberikan ciuman dalam. Gadis ini mudah sekali bergetar jika sudah terangsang. Manis sekali. Starla kembali mendesah. Seluruh tubuhnya benar benar panas. Dia sudah sepenuhnya di kendalikan oleh Aero hingga dia tidak bisa menolak setiap sentuhan yang pria itu lakukan. Beberapa saat Aero melakukannya dengan baik. Menerbangkan gadis itu ke angkasa dengan keaktifan dan kegilaannya. Dia yang sekarang lebih sering berinisiatif. Dia pikir, dengan melakukan ini, mereka bisa melupakan sejenak kehidupan yang di penuhi drama dan cerita palsu yang tidak seharusnya terjadi, yang tidak seharusnya mereka alami, dan yang tidak seharusnya mereka risaukan. Mereka hanya perlu waktu, waktu untuk menapaki dunia yang lebih luas dari ini, waktu untuk membuat keberanian mereka beranak pinak, waktu untuk membuat mereka berbagi kehangatan dan kegelisahan, dan waktu yang panjang untuk menikmati suasana intens yang tidak tau kapan akan berakhir. Satu hal yang mereka tau, dosa seperti ini.. sangat manis dan indah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD