bc

Sweetie Oranye (Indonesia)

book_age12+
1.0K
FOLLOW
7.7K
READ
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Seperti cerita mainstream pada umumnya. Klise. Ditaksir cogan. Dikejar mantan. Tapi, percayalah cerita ini punya rasa yang berbeda. Ada tawa, sedih di dalamnya.

Genre : komedi romantis

Dijamin bikin senyum-senyum.

chap-preview
Free preview
1
"Karena setiap kita, hanya punya satu kali masa remaja. Dan, jatuh cinta bukan hanya untuk orang dewasa." ~~Sweetie Oranye~~ Alodia Denisa namanya, gadis remaja yang biasa-biasa aja, tapi merasa hampir memiliki segalanya. Mulai dari keluarga yang kompak abis, teman-teman yang gokil abis, dan pacar yang cakep dan perhatian abis. Iya, pokoknya gitu deh. Kalian boleh ngiri, kalau mau. Eh, tapi... Alodia sekarang sedang sedih, karena dia baru aja putus dengan pacarnya. Namanya Danola, dua tahun lebih tua darinya. Kata-katanya sih, putusnya gara-gara Danola selingkuh. Dan di sinilah Alodia sekarang, di pojokan tangga di dalam rumah Kiki, teman sekelasnya yang sedang merayakan ulang tahun di kebun rumahnya. Tadinya Alodia ada di sana, bersama teman-temannya, tapi dia langsung kabur sewaktu melihat Danola datang dengan cewek lain. Alodia nangis, mendadak baper. Masih sayang, soalnya. Ceritanya, mereka sudah satu tahun lebih jadian. Memang nggak sedekat pasangan lainnya, bahkan keduanya jarang jalan berduaan. Bukan saja karena ada larangan dari masing-masing orangtua, tapi karena ada Edgar juga, adik Alodia yang selain kepo, juga selalu ada kalau mereka sedang berduaan. Meski begitu, mereka sangat dekat layaknya sahabat. Danola sering main ke rumahnya sambil bawa donat kesukaan Alodia, terus ngobrol sama bunda Alodia. Kadang-kadang, juga tidur di sana. Kalau nggak numpang tidur di kamar Edgar, boleh juga di kamar Dika, kakak Alodia yang pertama. Makanya Alodia sedih waktu tahu Danola main hati. Soalnya, Danola sudah dekat banget sama keluarganya. Alodia memang nggak pintar, apalagi cantik, tapi... dia kan, lucuuu. Apa masih kurang? Tangis Alodia mereda saat melihat sepasang kaki berhenti tepat di hadapannya. Aduh! Alodia baru ingat kalau ini rumah orang. Gimana kalau ini papanya Kiki? Om-nya? Kakak laki-lakinya? Alodia bilang apa dong kalau ditanya-tanya? Alodia perlahan mendongak untuk melihat pemilik kaki tersebut. Cowok, kira-kira lebih tua beberapa tahun darinya. Dari wajah dan rambutnya yang berantakan, Alodia tahu kalau cowok itu pasti baru bangun tidur. "Jadi lo, yang dari tadi nangis-nangis nggak jelas?" tanya cowok itu sambil pasang muka kesal. Alodia perlahan berdiri sambil mengerjapkan matanya berkali-kali supaya air matanya nggak kelihatan. "Gue kirain Kuntilanak. Ngapain sih, nangis-nangis di pojokan malem-malem gini?" "Nggak kok, nggak nangis, hahaha." Alodia berbohong, malu dong kepergok nangis sama orang tak dikenal. "Kamu salah dengar, kali." "Habis makan, ya?" Alodia mengernyit, bingung dengan pertanyaan itu. "Kenapa?" "Di gigi lo ada cabe." Ups! Kepalang malu, Alodia langsung kabur dari sana. Ah, ini semua gara-gara ayam sambelnya Kiki! **** Setibanya di kebun, Alodia langsung celingukan mencari teman-temannya. Ketemu sih, tapi mereka kelihatannya lagi asyik ngerumpi. Alodia akhirnya memutuskan untuk duduk di bangku kayu panjang yang nggak jauh dari kolam renang. "Dari mana kamu? Kok, baru kelihatan?" seru Kiki yang tahu-tahu sudah duduk di sampingnya. Alodia nggak mungkin bilang kalau dia habis nangis di dekat tangga rumah Kiki karena sedih ngelihat mantannya datang bareng cewek lain. Entar yang ada dibilang lebay, lagi! Jadi, sambil tersenyum, Alodia berkata, "Di sini aja, kok. Eh, kamu punya kakak cowok ya, Ki?" Kiki menyisir rambutnya yang digerai dengan jari. "Nggak. Kenapa?" "Tadi, aku ketemu cowok di sana, dekat tangga. Kirain itu kakak kamu." Kiki terkekeh, menampakkan gingsulnya. "Ooh, dia," ucapnya seolah sudah tahu siapa yang dimaksud Alodia. Alodia mengangguk cepat. "Dia siapa? Pacar kamu?" "Pacar apaan ... itu tuh kakak sepupu aku, Nyuk. Baru datang dari Bandung, terus numpang nginep di sini. Katanya sih, mau pindah ke sini juga. Mamanya baru meninggal sebulan yang lalu," jelas Kiki, raut wajahnya berubah sedih seketika. Alodia tertegun. "Siapa namanya?" tanyanya, tiba-tiba ingin tahu. "Ki, foto dulu, yuk!" Pembicaraan mereka terpotong karena seruan Anyep, teman sekelas mereka. Belum sempat Kiki menyahut, teman-temannya yang lain sudah berlarian ke arahnya. "Ikut, dong! Ikuuut!" teriak mereka heboh. "Emang ya, nih cewek-cewek, nggak bisa apa kalo nggak teriak ngomongnya," cibir Anyep sambil geleng-geleng kepala. "Bawel lo, Bekicot!" balas salah satunya dengan bibir monyong. "Ya udah, ya udah. Yang jauh mendekat, yang dekat merapat, buruaaan!" seru Anyep mengatur barisan. Kelima belas cewek itu kemudian mengambil posisi menghadap Anyep yang membelakangi kolam renang. Alodia berdiri di sebelah kanan Kiki sambil merangkul pundaknya. Karena yang mau difoto kebanyakan, Anyep mau nggak mau mundur sambil mengarahkan kamera digitalnya ke depan tanpa repot-repot menoleh ke belakang. "Siap, ya?!" serunya semangat. "Eh, Nyep, Nyep, awas--" Byurrr! Anyep kecebur ke dalam kolam sebelum cewek-cewek itu selesai ngomong. "Yaaah! Nggak jadi foto, deh!" kata Alodia yang langsung menimbulkan gelak tawa dari teman-teman mereka yang lain. Anyep mengusap-usap wajahnya yang basah. Semua orang yang ada di sana melihatnya sambil tertawa terbahak-bahak. "k*****t! Kamera gue, woi!" teriaknya kesal. "Kasiaaaaaan!" seru mereka semua sambil tertawa-tawa. Alodia masih tertawa saat matanya menangkap sosok seorang cowok yang jadi alasannya nangis di pojokan tadi. Mantannya itu lagi berdiri di sebelah cewek berambut ikal sebahu yang Alodia kenal sebagai Mila, masih satu sekolah dengannya. Dengan dagu yang sengaja diangkat tinggi, Alodia membuang muka ke arah lain, berusaha mengabaikan tatapan cowok itu yang sarat akan rasa bersalah, kayaknya. Semuanya akan kembali seperti dulu, saat di mana ia masih sendiri dan hanya peduli pada sekolah dan sahabat-sahabatnya. Lagi pula, masih banyak waktu untuk mengenal cinta lebih dekat, bukan? Mungkin nanti, ketika ia sudah sedikit lebih dewasa. Untuk sekarang, Alodia mau sekolah yang bener dulu. Kalaupun nantinya dia jatuh cinta, itu hal yang wajar. Namanya juga manusia. Sepulang dari pestanya Kiki, dengan sangat terpaksa Alodia membuang hampir semua barang-barang pemberian dari Danola selama mereka jadian. Alodia memasukkan semua barang-barang itu ke dus bekas mi yang kebetulan masih ada di dapur. "Haha, ada yang baper!" Edgar datang dan langsung menerobos masuk ke kamar Alodia. "Ngapain sih ke sini? Sana, sana!" kata Alodia ketus. Edgar nggak peduli, dia memeriksa semua dus yang masih terbuka. "Yang ini buat gue, ya?" katanya dan mengambil satu dus yang berisi pernak-pernik cewek. "Buat apa?" "Buat Mumun." Mumun siapa, lagi? Pacar baru Edgar? Kecil-kecil gitu, Edgar sudah pacaran, loh. Maklum aja, Edgar salah satu korban sinetron remaja yang belakangan ini menayangkan adegan cinta-cintaan, yang bikin Edgar kadang senyum-senyum sendiri. "Ngapain, sih?" Kakak perempuannya, Niki, tahu-tahu sudah nongol di muka pintu. Alodia kembali memasukkan barang-barang lainnya ke dus. "Bete, mau dibuang aja." "Ah, sayang banget. Ngapain dibuang, kan bisa jadi kenang-kenangan?" "Kalau mau ambil aja." "Maulah! Yang ini, boleh?" Niki menunjuk boneka beruang merah jambu yang besarnya dua tubuh mereka dijadiin satu. Boneka itu masih ada di atas kasur bersama boneka Doraemon. Alodia melihat boneka itu lama-lama. Itu hadiah terakhir yang Danola kasih untuknya. Sayang sih, tapi... ya sudahlah. "Ambil aja." Niki langsung jingkrak-jingkrak kesenangan. "Yang lain ada, nggak? Kayak baju, jepitan, celana dalam?" "Udah dibawa Edgar tadi. Mau dikasih ke pacarnya mungkin." "Siaaapa?" "Mumun namanya." "HAH? Masa sih adek gue nggak normal?" Alodia mendongak melihat Niki yang bertolak pinggang. "Maksudnya?" "Mumun kan, monyet!" "MONYET?!" "Iya, Edgar tadi sore dikasih monyet sama Pak RT." Di halaman belakang rumah, Edgar sedang asyik mendandani Mumun. Diberinya jepitan rambut berbentuk bunga di bulu dekat kepala Mumun. Edgar dan Mumun pandang-pandangan. Ah, betapa bahagianya Edgar karena Pak RT sudah mempertemukannya dengan Mumun. "Ngapain, Gar?" tanya Dika seraya mendekat. "Cantik kan, si Mumun?" Edgar malah balik nanya. Dika menatap Mumun yang juga menatapnya. Lalu, Dika mengambil ekor Mumun untuk melihat sesuatu di balik sana. "Kok monyetnya dibedakin sih, Gar? Dikasih jepit segala, lagi!" "Emang kenapa, sih. Iseng doang." "Kasihan monyetnya, Gar. Nggak matching sama dia." Edgar masih tak peduli. "Apa yang salah, sih. Kan lucu, jadi imut." "Iya, tapi monyetnya jantan, Gar!" "...." ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.5K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
280.0K
bc

Married With My Childhood Friend

read
44.0K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

True Love Agas Milly

read
197.9K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook