Cinta yang mungkin berbalas?

928 Words
“Hmm... kamu capek? mau istirahat dulu?” Gafin mengalihkan pandangannya ke arah Mina dan bertanya dengan datar, “Aku bisa menangani semuanya, kamu kembali ke kamar aja.” Gafin kembali mengarahkan wajahnya ke arah dokumen di hadapannya dan ia membolak-balik dokumen yang sudah disiapkan oleh Mina itu. Ia membaca dokumen itu berulang kali dan memastikan tidak ada kesalahan di dalam dokumen itu.Saat ini mereka tengah berdiri di lobby hotel dan menyiapkan segala sesuatu untuk pertemuan dengan klien mereka hari ini. Mina menggelengkan kepalanya. “Nggak Fin… aku nggak capek kok...” Mina tersenyum manis pada Gafin. “Kita masuk ke restoran dulu yuk… di sana lebih nyaman daripada nungguinnya berdiri di sini.” Gafin menarik tangan Mina dan membawanya masuk ke dalam sebuah restoran Perancis yang ada di lobby hotel itu. Mereka disambut dengan dekorasi yang terlihat mewah saat mereka melangkahkan kaki mereka memasuki restoran itu. Dekorasi restoran itu membuat orang yang berkunjung ke sana menatap kagum ke sekelilingnya. Mina pun tak kuasa menyembunyikan kekagumannya. Gafin menarik salah satu kursi di sebelahnya dan mempersilahkan Mina untuk duduk, Mina tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada lelaki itu. Mina bagaikan angin yang tidak ada saat ini karena saat ini Gafin tengah sibuk mempelajari dokumen yang ada di tangannya. ‘Mungkin aku terlalu egois, aku hanya ingin perhatiannya tertuju padaku, walaupun itu tidak mungkin karena saat ini kami sedang bekerja.’ Tidak lama mereka berada di restoran, orang yang mereka tunggu telah tiba,  Robert Smith lelaki berkebangsaan Amerika yang masih terlihat tampan di umurnya yang menginjak lima puluh tahun itu menghampiri mereka dan tersenyum kepada mereka berdua. “Maaf sudah menunggu lama,” Robert berkata dengan bahasa Indonesia yang fasih, ia mengulurkan tangannya kepada Gafin, Mina turut berdiri untuk menyambut tamu yang sedari tadi mereka tunggu itu.  Tidak banyak berbasa-basi, setelah saling menanyakan kabar, mereka langsung membicarakan proyek yang akan mereka kerjakan di kota Yogyakarta ini. Waktu berjalan tanpa ada yang menyadari sudah berapa lama perbincangan itu berlangsung, Setelah mendapatkan kesepakatan dari dua belah pihak, mereka semua saling berjabat tangan dan segera berpamitan. “Mau jalan-jalan dulu?”Gafin menarik tangan Mina yang tengah berdiri di sampingnya “Ok.” Mina memberikan senyuman termanisnya kepada Gafin. Mereka berdua berjalan menelusuri jalanan gelap yang hanya diterangi oleh beberapa  sinar dari lampu jalanan yang seadanya itu. Angin malam terasa begitu menusuk kulit setiap orang yang tersentuh olehnya, angin malam itu membuat seluruh bulu-bulu tipis di tangan Mina berdiri. ‘Seharusnya aku meminta Gafin agar membiarkanku untuk mengganti pakaian dulu sebelum melakukan perjalanan ini. Dingin, pake banget dinginnya.’gumam Mina di dalam hatinya, saat ini ia mengenakan sebuah dress tanpa lengan, dress berwarna peach yang terbuat dari bahan sifon itu bukanlah pakaian yang ingin dikenakannya saat menikmati angin malam seperti saat ini. “Pakai ini ya, nanti kamu masuk angin.”Gafin menutupi tubuh Mina dengan jas yang dikenakannya, ia tersenyum lebar sehingga menampilkan giginya yang putih dan tersusun dengan rapi itu. Senyumannya membuat hati Mina menjadi hangat. “Makasih.” Mina tersenyum canggung. “Maaf ya ngajak jalannya tiba-tiba gini, ini tanda permintaan maafku karena sering menolak ajakan kamu.” “Jadi kamu merasa bersalah nolak ajakan aku?” Mina tersenyum lebar ‘Maksudku, menolak diriku yang mencintaimu? tapi aku tidak mungkin mengatakan itu.’gumam Mina di dalam hatinya. “Sedikit.” “Cuma sedikit?” Mina memiringkan kepalanya dan menempatkan wajahnya di hadapan wajah Gafin, ia menaik-naikkan alisnya dan tersenyum menggoda ke arah lelaki itu. “Ha-ha-ha, kamu maunya banyak juga ya.” Gafin terkekeh pelan, Mina mengerucutkan bibirnya saat mendengarkan jawaban dari lelaki itu. Tangan Gafin mengacak-ngacak puncak kepalanya dan tersenyum tipis ke arahnya. ‘Tidak bisakah kau merasakan detak jantungku ini dan jatuh cintalah juga kepadaku.’ “Kita makan bakso itu yuk.”  Mina menarik tangan Gafin dan menuntunnya ke arah tukang bakso yang menjajakan jualannya di pinggir jalan yang tengah mereka lalui. “Makan lagi?” Gafin mengerutkan dahinya, memandang Mina penuh tanya. ‘Dia baru tahu kalau aku yang kurus ini sangat kuat makan, untungnya aku memiliki tubuh layaknya model yang tidak bisa gemuk. Tidak peduli seberapa banyak makanan yang telah mengisi perutku ini, tubuhku tetap indah layaknya seorang model.’Mina berkata di dalam hatinya, ia mengangguk kepalanya dengan pelan dan tersenyum lebar. Mina menikmati bakso panas di hadapannya dengan lahap, sementara Gafin hanya memperhatikannya yang sedang makan dengan lahapnya dan sesekali ia tersenyum melihat wanita itu. Mina bukanlah seorang wanita munafik yang akan berlaku manis di hadapan lelaki yang disukainya. Ia berharap lelaki yang  disukainya itu akan menerima ia apa adanya, bukan hanya menyukai dirinya yang lemah lembut. Kebanyakkan lelaki yang menyukainya akan mundur saat mereka mulai jalan berdua, alasannya beragam, mungkin image mereka tentang  Mina si cantik berubah drastis saat melihat caranya makan. Tapi ia tidak pernah peduli, karena inilah dirinya. Ia bahkan tidak peduli dengan semua lelaki itu karena dari mereka semua tidak ada seorangpun yang dapat membuat jantungnya berdebar dengan kencang seperti Gafin. Selama ini hanya Max yang sangat menyukai cara makan Mina yang lahap, terkadang ia sering berpikir bahwa Max itu adalah satu-satunya lelaki yang tidak normal. Tapi ternyata anggapannya salah, karena sekarang Gafin tengah memandangnya dan tersenyum manis saat melihatnya makan seperti orang yang tidak pernah  makan selama seminggu ini. “Maaf ya Mina… kamu pasti kecapekan, sampe kelaperan begitu.” Gafin terkekeh pelan dan mengarahkan pandangannya pada semangkuk bakso di hadapannya. “Iya, kamu harus menyiapkan uang yang banyak jika ingin mengajakku jalan karena makanku tidak seperti wanita pada umumnya.” Mina meleletkan lidahnya ke arah Gafin. Lelaki itu hanya terkekeh pelan mendengarkan ucapan Mina dan ikut melahap bakso yang sedari tadi belum disentuhnya itu, ia lebih tertarik memperhatikan wanita di sampingnya daripada menyantap semangkok bakso yang berada di hadapannya. Mina tidak mengerti mengapa bakso yang rasanya biasa saja itu bisa terasa begitu lezat saat ia menyantapnya dengan Gafin. Ia mengarahkan pandangannya ke arah Gafin dan mengamati wajah tampan itu. Ia sedih karena sampai sekarang ia tidak bisa menyampaikan perasaannya pada lelaki itu. Tanpa Gafin sadari, ia menatapnya dengan sedih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD