Sepanjang perjalanan menuju ke mall, Bianca terus menggerutu hingga membuat Retha pusing bahkan telinganya sudah berdenging! Apalagi tadi pagi saat baru datang ke kantor dirinya langsung mendapat omelan dari Bianca!
Saat itu Retha hanya bisa meringis kecil, merasa bersalah karena sudah salah memberi nomor kamar. Siapa yang menyangka? Retha sedang terlalu sibuk dengan pria kenalan barunya, wajar kan kalau dirinya jadi tidak fokus saat sedang mengetik pesan ke Bianca?
Dan yang lebih menyebalkan lagi, Retha tidak menyadari kalau ponselnya lowbat dan baru sadar saat sudah menunggu Bianca sekian lama dan gadis itu tidak kunjung datang ke kamarnya! Apesnya Retha tidak bawa charger pula! Dan dirinya baru sadar salah memberi nomor kamar saat pagi tadi Bianca mengomel di kubikelnya!
Retha bahkan langsung mengecek ponselnya saat mendapat omelan dari Bianca dan menggaruk rambut panjangnya yang tidak gatal sambil kembali meringis kecil.
“Sorry, Bi, gue nggak sadar, maklum lagi fokus sama cowok ganteng!” ucap Retha sambil nyengir, merasa tidak enak hati.
“Gara-gara lo, ponsel gue jadi ilang tuh!” sungut Bianca lagi.
“Hah? Kok bisa ilang? Kenapa? Emang di hotel ada maling?” tanya Retha kaget dan melontarkan pertanyaan bodoh.
“Iya, di hotel ada maling. Malingnya orang kaya pula!” jawab Bianca asal.
“Maksudnya apa sih, Bi? Gue nggak paham nih!”
“Udahlah nggak penting. Yang penting siang ini lo harus temenin gue beli ponsel baru!” jawab Bianca enggan menjelaskan lebih lanjut maksud ucapannya tadi karena jika harus menjelaskan secara detail pasti akan kembali membahas Liam dan kelakuan brengseknya!
Jadilah sekarang Retha dan Bianca jalan berdua mengelilingi mall untuk mendapatkan ponsel baru. Dan Retha tidak bisa menolak, masih bagus Bianca hanya minta ditemani bukan dibeliin ponsel baru! Padahal kalau menurut ucapannya tadi, gadis itu kehilangan ponsel akibat ulahnya yang salah memberikan nomor kamar!
‘Baguslah, seenggaknya gaji gue bulan ini nggak abis buat beli ponsel baru Bianca!’ batin Retha lega.
Tapi sayangnya meski tidak minta dibeliin ponsel baru, Retha harus menyiapkan telinga dan mendengarkan setiap keluhan yang meluncur keluar dari bibir Bianca. Keluhan yang tidak ada habisnya.
“Lagian lo kenapa sih semalam pake acara buka kamar segala? Emangnya lo mabuk? Nggak kan?” tanya Bianca masih tidak habis pikir kenapa sahabatnya begitu mudah menghamburkan uang hanya untuk tidur semalam di hotel bintang lima! Hal yang belum pernah dilakukan oleh Retha sebelumnya. Aneh!
“Gue cuma penasaran aja, Bi. Sekali-kali nggak apalah nginep di hotel bintang lima kan?” balas Retha sambil menampilkan cengiran khasnya yang terlihat menyebalkan untuk Bianca saat ini.
Bagaimana tidak sebal karena ulah Retha membuat Bianca harus bertemu dengan pria menyebalkan seperti Liam! Untung Tuhan masih melindungi dirinya, jika tidak Bianca tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Bisa saja saat ini Bianca hanya terus menangis meratapi nasibnya!
“Ada-ada aja sih lo!” sungut Bianca masih tidak bisa terima dengan jawaban Retha, apalagi ponselnya harus ikutan raib!
Sampai akhirnya mereka berdua sudah tiba di salah satu counter dan Bianca langsung memilih salah satu ponsel.
“Beli hape udah, sekarang lo harus temenin gue ke grapari! Gue nggak mau ganti nomor baru!” beritahu Bianca membuat Retha pasrah saat sahabatnya kembali menyeret dirinya dan tubuh Retha langsung lemas saat melihat antrian yang mengular di grapari.
“Buset! Ini customer service fansnya banyak amat sih, Bi?” keluh Retha.
“Mana gue tau!” keluh Bianca juga tampak kesal, alamat bisa telat balik ke kantor nih!
Setelah hampir satu jam akhirnya Bianca bisa bernafas lega karena segala urusannya mengenai ponsel sudah selesai, untung semua nomor kontak tersimpan di dalam aplikasi google bukan di ponsel maupun SIM card, setidaknya Bianca tidak perlu takut kehilangan nomor penting yang wajib dimilikinya. Nomor ponsel Evan salah satu contohnya, meski sebenarnya nomor ponsel Evan sudah hafal di luar kepala.
“Udah kelar kan semua?” tanya Retha memastikan.
“Iya udah! Sekarang balik ke kantor deh! Udah telat hampir sejam nih, alamat bakal kena ceramah!” keluh Bianca.
Namun dugaannya meleset karena ternyata atasan mereka yang super bawel sedang bertemu dengan klien baru. Syukurlah! Bianca bisa bernafas lega dan kembali berkutat dengan pekerjaannya setelah sebelumnya mengabari Evan mengenai masalahnya. Bianca yakin kalau semalam Evan menghubunginya seperti biasa.
Dan Bianca tidak ingin membuat Evan khawatir karena dirinya yang tidak kunjung menjawab telepon. Maka dengan senyum terkembang lebar, Bianca mengirim pesan chat ke nomor Evan yang langsung dibalas oleh pria itu, bahkan tidak sampai dua menit kemudian Evan langsung meneleponnya dan Bianca seketika lupa pada pekerjaannya!
***
Dua hari kemudian….
Bianca merapikan berkas di hadapannya, sebentar lagi dirinya harus bertemu dengan Ervin di luar kantor. Meski enggan tapi karena kemauan klien jadi Bianca tidak bisa berbuat apapun, apalagi menolak keinginan klien yang masih dalam batas wajar.
Bianca tiba di restoran yang ditentukan dan diarahkan ke dalam satu ruangan tertutup. Disana sudah ada Ervin yang duduk menunggunya.
“Selamat siang, Pak, maaf saya agak terlambat.”
“Ibu tidak terlambat kok, saya yang datangnya terlalu awal,” balas Ervin sopan.
Bianca bergegas duduk di kursi yang berhadapan dengan Ervin sambil mengeluarkan berkas-berkas saat Ervin memberitahu Bianca kalau bossnya akan hadir.
“Kita bahas setelah boss saya datang ya, Bu? Mungkin sebentar lagi,” beritahu Ervin sambil menatap wajah Bianca lekat-lekat, sedikit merasa penasaran ada hubungan apa antara gadis di hadapannya dengan sang boss playboynya. Apalagi karena si boss tampak begitu tidak sabar untuk bertemu dengan Bianca! Ervin sampai pusing sendiri karena dalam sehari bisa ditanya lebih dari 3x mengenai jadwal pertemuannya dengan Bianca!
Untung Bianca menyetujui permintaannya yang mendadak ini, kalau tidak bisa jadi Ervin masih ditanya terus menerus oleh Liam, bossnya yang seolah berganti profesi sebagai debt collector yang tidak kunjung lelah menagih hutang pada nasabahnya!
“Okay. Tidak masalah.”
“Ibu pesan dulu aja. Ini sudah waktunya makan siang sekalian kita makan bersama.”
“Tidak perlu. Cukup minum saja,” tolak Bianca sopan meski sebenarnya dirinya merasa cukup risih karena dipanggil ibu, padahal usianya masih awal 20 tahun, lebih tepatnya 22 tahun, tapi karena berusaha bersikap professional jadi Bianca tidak berani protes.
Bianca memesan ice chocolate kesukaannya dan menyingkirkan buku menu agar tidak mempersempit ruang geraknya saat harus menjelaskan pada kliennya nanti. Ervin mengajak Bianca mengobrol beberapa hal santai saat pintu ruangan terbuka dan terdengar langkah kaki seorang pria yang begitu tegas di belakang punggungnya.
“Ahh! Boss saya akhirnya datang juga.”
Bianca berdiri, berbalik perlahan dan matanya terbelalak terkejut saat melihat pria yang sedang berdiri tegap di hadapannya. Pria ba-jingan yang nyaris merampas kehormatannya. Liam Alexander Linford. Kliennya! Astaga! Kenapa dunia bisa sesempit ini? Kenapa Bianca harus kembali bertemu dengan pria breng-sek ini? Apa dosanya sih?! Well, banyak sebenarnya tapi tidak harus seapes ini juga kan?
Beda halnya dengan Liam, pria itu begitu menikmati ekspresi kaget yang tampak begitu jelas di wajah Bianca. Jika tidak ada Ervin, bisa saja Liam langsung menarik Bianca ke dalam pelukannya dan melumat bibir yang sedang ternganga kaget itu habis-habisan! Apalagi ekspresi wajah Bianca tampak begitu menggemaskan bagi Liam!
Liam berdeham mencoba menetralkan pikirannya yang mulai merajalela kemana-mana. Mengusir pikiran kotor yang singgah di otaknya begitu saja.
“Halo, Nona Bianca, akhirnya kita bertemu lagi. Saya tidak menyangka kalau konsultan keuangan saya akan secantik anda,” sapa Liam santai sambil mengulurkan tangan, tidak merasa bersalah sama sekali karena hampir memperkosanya beberapa malam lalu!
Dan pemikiran itu membuat Bianca berusaha keras menahan diri, meski cukup sulit, untuk tidak menampar wajah Liam yang masih setia menampilkan senyum playboy yang tampak memuakkan bagi Bianca!
Sedangkan Ervin semakin penasaran akan hal yang terjadi antara bossnya dengan Bianca. Apalagi melihat wajah Bianca yang tampak begitu membenci boss playboynya! Berbeda jauh dengan sang boss yang terlihat begitu sumringah.
‘Pasti ada hal yang terjadi diantara mereka tanpa sepengetahuanku. Aku harus cari tau apa itu!’ tekad Ervin.