CEO Playboy

1360 Words
Ervin mengetuk pintu ruangan atasannya dan mendengar suara dalam Liam yang mengijinkannya masuk. Ervin mendengus kesal saat lagi-lagi melihat sang atasan bermain dengan wanita jalang di dalam ruangan kantornya! Bahkan wanita itu baru saja selesai berpakaian! Astaga! Inilah kendala yang tadi sempat disinggung oleh Ervin pada Bianca. Tadi saat Liam hendak berangkat bersamanya, tiba-tiba saja Vero datang dan menggoda atasannya yang tentu saja tidak pernah menolak tubuh molek seperti Vero! Ervin sadar percuma mencegah, jadi tanpa protes dirinya langsung berangkat menuju tempat yang sudah dijanjikan. Jadi itulah alasan singkat hingga Ervin terpaksa datang sendiri menemui Bianca, karena Liam sedang berasyik masyuk dengan salah satu jalangnya yang datang menyodorkan diri secara cuma-cuma! Gratis! Tanpa bayaran! Lagipula Ervin sadar kalau Vero pun sudah ketagihan dengan permainan Liam, makanya tidak heran kalau wanita itu dengan sukarela menyodorkan diri untuk disentuh! “Kamu pulanglah! Aku akan menemuimu lagi besok,” janji Liam yang entah apakah akan ditepatinya atau tidak. Begitulah dirinya, sangat mudah mengucapkan sesuatu namun belum tentu akan ditepatinya. “Sampai ketemu besok, Sayang.” Tanpa malu Vero mengecup bibir Liam tepat di depan Ervin yang menatapnya jijik. “Bagaimana tadi?” tanya Liam setelah Vero keluar dari ruangannya. “Boss, apa anda tidak jijik berhubungan dengan wanita yang sering tidur dengan banyak pria?” tanya Ervin tak habis pikir dan tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi. Jujur saja kalau dirinya sih ogah meski dikasih gratis! “Apa bedanya? Aku juga sering tidur dengan banyak wanita. Bedanya aku selalu pakai pengaman!” bela Liam memperjelas tingkah breng-sek dan playboynya. Ervin berdecak sebal mendengar ucapan bossnya yang terdengar begitu santai, entah kapan bossnya ini akan bertobat dan belajar menghargai serta serius dengan satu wanita. Ervin sungguh berharap hari itu akan segera datang! Bosan rasanya melihat bossnya berganti wanita hampir setiap malam! “Sudahlah jangan bahas soal wanita denganku. Bagaimana hasil pertemuan dengan konsultan tadi?” Ervin menarik nafas dalam sebelum menjawab pertanyaan bossnya. “Saya sudah memberikan semua informasi dan juga berkas berisi harta kekayaan anda. Dan nona Bianca akan membuat perencanaan keuangan terlebih dahulu, kurang lebih seminggu lagi nona Bianca akan menghubungi saya.” “Nona? Apa dia belum menikah? Masih sangat mudakah?” “Untuk apa anda menanyakan hal itu, Boss?” tanya Ervin curiga. “Hanya ingin tau saja,” jawab Liam santai sambil mengangkat bahu, tidak peduli dengan nada curiga yang dilontarkan oleh Ervin, asisten pribadinya. “Nona Bianca memang masih muda. Baru berusia 22 tahun tapi sudah memiliki Certified Management Accountant (CMA).” “Hmm… apakah dia seorang nerd makanya bisa mendapat sertifikasi di usia semuda itu? Pasti tidak menarik karena selalu berhubungan dengan angka dan komputer!” “Mungkin,” jawab Ervin singkat. “Kalau begitu kamu saja yang urus masalah keuangan saya.” “Kenapa, Boss?” “Saya tidak punya waktu untuk bertemu dengan seorang nerd!” Ervin hanya diam tidak menyangkal atau membantah ucapan bossnya. ‘Andai si boss tau kalau nona Bianca sangat amat cantik, pasti dia akan menyesal!’ batin Ervin. Tapi biarlah, Ervin sengaja tidak menyanggah dugaan bossnya, nanti saja ia akan atur waktu agar bossnya bertemu sendiri dengan nona Bianca. Pasti si boss bakal kaget! *** “Bi, kerjaan lo masih banyak? Kita kan ada janji sama Jessy bakal datang ke farewell partynya dia. Udah hampir waktunya lho!” Bianca mengeluh malas, sebenarnya kalau boleh, Bianca lebih baik membatalkan janjinya. Benci rasanya saat harus datang ke acara farewell party seperti itu, apalagi yang diadakan di sebuah bar eksklusif, pastinya akan banyak asap rokok yang sering membuatnya sesak nafas! Belum lagi dengan lampu yang berputar-putar dan suara musik yang begitu bising membuatnya langsung stress meski baru beberapa detik menjejakkan kaki di tempat seperti itu! Tapi sayang dirinya tidak mungkin mengingkari janjinya sendiri, jadi meski terpaksa, Bianca mematikan komputernya dan mengambil tas kerjanya. “Eh bentar! Lo mau datang ke acara farewell party dengan kostum kayak gini? Gak salah?” tanya Retha, salah satu sahabatnya di kantor. “Emang kenapa?” “Astaga, Bi! Lo bakal diketawain lah! Masa ke bar pake kostum kantor sih? Dikira mau inspeksi nantinya!” keluh Retha sambil memutar bola matanya. Kenapa sahabatnya ini polos banget sih? Cuma taunya kerja terus! “Terus gimana? Gue nggak bawa dress! Gak usah datang aja apa ya?” tanya Bianca berharap Retha menyetujui ucapannya barusan. Namun dugaannya salah besar! Bukannya menyetujui tapi Retha malah ngomel dan memberi solusi yang harus diterima oleh Bianca, tanpa ada kesempatan untuk menolak! “Enak aja nggak datang! Gue udah duga kalau lo bakal kayak gini makanya gue udah siapin dress khusus buat lo!” Retha mengabaikan raut kebingungan yang terpampang jelas di wajah Bianca dan mengambil dress yang ternyata tersimpan manis di dalam kotak yang sedari tadi dibawa oleh Retha! Astaga! Sahabatnya ini memang sepertinya sudah sangat memprediksi kelakuan Bianca hingga dapat mempersiapkan dress langsung! “Jreng jreng!! Lo harus pake dress ini!” Bianca terbelalak melihat dress yang ada di depan matanya. Berwarna hitam dengan model sabrina yang pasti akan menampilkan leher dan juga tulang selangkanya secara cuma-cuma! Belum lagi dengan panjangnya yang hanya sebatas paha! Ya Tuhan! Itu baju kurang bahan amat ya? “Gue nggak mau pake dress ini! Dress kok bisa kurang bahan begini sih? Lo belinya ngutang ya? Mending pake baju kerja gue yang sekarang aja!” tolak Bianca cepat. “Lo ya kalo ngomong sembarangan aja! Masa iya gue beli dress ngutang sih! Model sekarang emang begini, Bianca! Pokoknya gue nggak mau tau, lo harus pake dress ini! Lo mau bikin malu divisi kita? Apa kata divisi lain kalau liat lo datang ke bar eksklusif dengan baju kerja kayak gini, Bi?! Ayolah! Lagian dress ini kan nggak terlalu terbuka juga kok! Masih aman untuk dipake party ke bar,” bujuk Retha gigih. “Mana ada masih aman sih, Ret? Lo nggak liat ini paha gue bisa pamer kemana-mana!” sanggah Bianca gemas. “Paha doank mah nggak apa kali, Say!” “Lo pikir gue ayam yang bisa pamer paha gratis?” sungut Bianca kesal. “Please deh, Bi! Cuma sekali ini aja kok!” Percuma berdebat dengan Retha, akhirnya Bianca terpaksa luluh dengan bujukan sahabatnya, memang sih ucapan Retha itu ada benarnya. Dress yang disodorkan kepadanya memang masih layak pakai, hanya saja Bianca tidak terbiasa mengenakan dress seperti itu, rasanya membuat Bianca tidak nyaman jika harus mengekspos tubuhnya secara bebas. Meski hanya di bagian paha dan bahu! Tapi kali ini terpaksa harus dilakukannya karena Bianca tidak mungkin menolak bujukan Retha dan mengingkari janji yang telah dibuatnya. Jadi meski enggan, Bianca meraih dress hitam itu dan menggantinya di toilet kantor. Kemeja kerjanya dilipat dan dijejalkan begitu saja ke dalam tas besarnya. Retha bertepuk tangan senang saat melihat Bianca yang tampil begitu modis dengan dress pilihannya. Terlihat begitu seksi dan menggoda. Pasti banyak pria yang akan menatap sahabatnya yang cantik ini! “Oke, sekarang make up!” “Nggak mau! Gue akan make up sendiri! Kali ini gue nggak mau dipaksa,” balas Bianca cepat membuat Retha mengangkat tangan, menyerah kalah daripada sahabatnya itu marah. Retha tau pasti kalau Bianca bisa sangat amat menyeramkan jika sedang marah, jadi lebih baik membiarkan Bianca make up sendiri. Bianca memoles make up tipis ke wajahnya, hanya untuk menutupi raut lelah akibat beban pekerjaan yang sedang menumpuk di kantornya akhir bulan ini! Bianca tidak suka dandan terlalu tebal karena membuatnya tampak semakin tua! “Done!” Retha menoleh dan melihat wajah Bianca yang sudah tampak lebih segar, cukup puas karena hasilnya tidak terlalu mengecewakan. Lagipula pada dasarnya Bianca memang sudah cantik jadi tidak perlu dipoles terlalu banyak. “Nah gitu donk! Kan cantiknya jadi keliatan lebih jelas!” “Ihh! Cewek kok ngegombalin sesama cewek sih?” ledek Bianca membuat Retha mendelik kesal karena diledek seperti itu. “Jangan ngeledekin gue deh! Gue masih normal dan yang pasti masih doyan cowok! Apalagi yang bodynya six pack!” sungut Retha. “Iya… iya! Ya udah kita berangkat sekarang!” ajak Bianca. “Okay! Let’s go!” Retha menggandeng tangan Bianca, berjalan menuju ke parkiran, tempat dimana mobil Bianca terparkir manis disana. Dengan luwes Bianca mengemudikan mobilnya ke jalan raya. Meluncur ke tempat diadakannya farewell party Jessy. Tanpa menyadari kalau jalan kehidupannya akan berubah drastis sebentar lagi!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD