"Darimana, Nan?" Adara mengangkat kepalanya. Matanya langsung tertuju kepada paper bag yang dibawa oleh Adnan. "Kamu belanja?" tanyanya lagi.
Adnan yang terkejut dengan sapaan Adara, mengusap dadanya. "Ah …, kamu! Aku kira siapa?" Adnan menghidupkan lampu ruang tamu. Adara yang duduk di ruang tamu dengan keadaan rumah yang gelap gulita, sukses membuat jantung Adnan melompat keluar. "Kamu bikin aku kaget saja!" Ikut duduk bersila di samping Adara. "Ini untuk kamu." Adnan menyodorkan beberapa barang, sekaligus paper bag yang tadi ia bawa.
Kening Adara berkerut dalam. "I--ini?" air mata gadis itu kembali mengalir. Melihat beberapa foto orang tuanya, dalam keadaan setengah terbakar. "Ka--mu?"
Adnan mengangguk. "Aku mendatangi rumah lama. Berniat untuk mengambil barang-barang kamu di sana. Namun, pria itu telah membakar semuanya. Tidak ada lagi satupun barang-barang yang tersisa. Hanya ini yang bisa aku bawa pulang untuk kamu. Maaf. Karena aku terlambat datang kesana …,"
"Jangan meminta maaf! I--ni, bukan salah kamu, Nan. Aku yang tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Aku telah dibutakan oleh cintaku padanya." Adara berusaha menahan tangisnya sendiri. "Seandainya …,"
"Sssttt. Sudahlah. Jangan menangis lagi. Air matamu terlalu berharga untuk pria seperti dia." Adnan menempelkan telunjuknya di bibir Adara. Sehingga istrinya itu menghentikan ucapannya, "Mulai saat ini, kamu harus berjanji padaku. Jangan lagi menangis lagi. Aku akan membahagiakan kamu."
Adara mengangguk. "Kamu harus bantu aku untuk melupakan dia!"
"Tentu!Aku akan membantumu untuk melupakan dia. Bukan hanya itu, aku akan mengembalikan semua milik kamu."
Adara menubruk tubuh Adnan. Ia juga memeluk tubuh Adnan dengan sangat erat.
"Terima Kasih, Nan. Terimakasih. Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk membalas kebaikan kamu. Padahal aku selalu menyakitimu dengan kata-kata kasar dari mulutku." Gadis itu mulai terisak.
"Jangan berterimakasih. Ini sudah menjadi kewajibanku sebagai suami. Jangan menangis lagi, ya." Adnan menghapus air mata yang mengalir di pipi istrinya.
Dengan bibir bergetar, Adara memaksakan sebuah senyuman yang sangat tulus untuk suaminya itu.
"Kamu sudah makan?" tanya Adnan. Untuk memecahkan kecanggungan di antara mereka berdua. Adara yang masih setia memeluk Adnan membuat pria itu salah tingkah dan tidak mampu untuk bergerak.
Adara menggelengkan kepalanya. "Aku tidak ingin makan sendiri." Jawabnya dengan manja.
Mata Adnan mengerjap. "Benarkah?" jawab Adnan. Pria itu merasa bingung dengan sikap yang ditunjukkan oleh istrinya. Adara yang ia tahu adalah, seorang gadis yang sombong, keras kepala, dan bahkan selalu ketus kepadanya. Tetapi yang ia lihat hari ini, Adara adalah gadis yang rapuh, ramah, dan bahkan gadis tersebut sangatlah manja kepadanya.
"Kenapa?" Adara mengadahkan kepalanya. "Kamu tidak percaya dengan ucapanku?"
"Ah …, bukan begitu. Tetapi aku hanya …." Adnan mengalihkan pandangannya dari mata bening milik Adara. "Aku hampir lupa. Kamu harus mencoba ini." Adnan meraih paper bag yang berada di samping mereka berdua. Untuk mengalihkan perhatian istrinya.
"Apa ini?" Adara menegakkan tubuhnya. Gadis itu meraih paper bag yang di sodorkan oleh Adnan. Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya. "Ini untukku?"
Adnan mengangguk. "Maaf! Hanya ini yang bisa aku berikan untukmu."
"Terima Kasih, Nan. Ini lebih daripada cukup." Mata Adara berbinar. Lagi-lagi Adara memeluk Adnan dengan sangat erat. "Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk berterima kasih."
"Cintai aku." Jawab Adnan cepat.
Pelukan Adara melemah. Membuat Adnan merutuki kebodohannya yang telah lancang untuk meminta Adara mencintainya.
Bagus, Nan. Kamu telah menghancurkan momen indah ini. Seharusnya kamu puas. Saat Adara telah mengeluarkan sifat aslinya di hadapanmu. Namun, kamu malah meminta lebih, dengan memintanya untuk mencintaimu.
Adnan mengusap wajahnya.
"Ajarkan aku untuk itu." Kepala Adara tertunduk dalam. Wajah yang tadinya putih bersih. Sekarang telah berubah menjadi merah merona.
Adnan menarik kedua sudut bibirnya. Jantungnya langsung berdetak tidak karuan. Melihat Adara yang tersenyum malu-malu.
"Aku tidak akan mengajarkan kamu untuk mencintaiku. Akan tetapi, aku akan membuatmu jatuh cinta kepadaku." Ucap Adnan lembut.
"Aku yakin kamu pasti bisa membuatku jatuh cinta kepadamu."
"Tentu saja aku mampu. Karena kamu adalah istriku. Kamu adalah segalanya bagiku." Adnan melebarkan kedua tangannya.
Adara memeluk tubuh suaminya. Tidak ada yang membuka suara di antara mereka berdua. Di malam yang telah larut tersebut, pasangan suami istri itu larut dalam rasa nyaman yang berhasil mereka ciptakan. Hingga sebuah suara memecahkan keheningan diantara mereka berdua.
"Kamu lapar?" tanya Adnan dengan senyuman menggoda.
Adara mengangguk malu. "Tepatnya, sangatlah lapar."
"Mari kita makan. Setelah itu … baru kita tidur."
Adnan bangkit dan mengulurkan tangannya. Adara langsung menerima uluran tangan suaminya itu.
Malam itu, mereka telah berdamai dengan status yang telah mereka sandang saat ini.
Terimakasih ayah. Ayah telah memilihkan suami untukku. Seorang suami yang sangat penyabar, bertanggung jawab, baik, dan mencintaiku dengan tulus.
Adara tersenyum melihat wajah teduh suaminya yang sedang terlelap. Ia memberanikan diri untuk menyentuh rahang bergaris tegas milik Adnan.
Maafkan aku yang dulu selalu menolak kehadiran kamu. Bahkan aku selalu menuduh jika kamu adalah perusak kebahagiaanku. Namun, sekarang kamulah yang menjadi sumber kekuatan bagiku. Terima Kasih, Nan.
Adara menyembunyikan wajahnya di dalam ceruk leher Adnan. Ada rasa nyaman yang menyelimuti dirinya. Berada di dalam pelukan suaminya sangat berbeda dengan Marcel. Bersama pria itu Adara seperti dipaksa menjadi pribadi yang keras. Padahal gadis itu sangatlah manja. Apalagi kepada sang ayah. Namun, semuanya berubah saat Marcel masuk ke dalam hidupnya. Ia seperti memiliki dunia sendiri walaupun ia tinggal di rumah orang tuanya.
Malam yang sunyi, tidak ada lagi suara yang terdengar di dalam rumah kontrakan sederhana tersebut. Tinggal berdua dengan orang yang tulus mencintainya, membuat Adara merasa sangat nyaman. Walaupun tidur hanya beralaskan kasur tipis, tidak ada AC, tidak ada televisi. Namun, itu semua tidak mampu mengurangi rasa nyaman di dalam hati Adara.
Di Tempat lain, Marcel memandangi foto Adara yang masih tergantung di dalam kamar tersebut. Sebenarnya, tidak ada yang berubah dari kamar gadis itu. Semua tetap sama. Marcel sengaja membohongi Adnan, agar pria itu tidak membawa barang-barang milik Adara.
"Maafkan aku, Dara. Aku terpaksa melakukan ini semua, agar tidak ada yang menyakitimu. Aku berjanji, bila waktunya tiba, aku akan menjemputmu kembali. Kita akan hidup bahagia selamanya. Bersabarlah sayang."
Marcel merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur Adara. Pria itu masih bisa merasakan aroma wangi tubuh Adara yang masih melekat di kamar tersebut.
"Dara, andai saja dari dulu kamu mau melakukannya denganku, bisa dipastikan saat ini kita sudah memiliki seorang anak. Dan hidup bahagia tanpa ada yang mengganggu dan mencoba memisahkan kita." Perlahan, Marcel tertidur dan menuju ke alam mimpinya.
Bantu tap love ceritaku ini ya. Terimakasih Readerku tersayang. Jangan lupa untuk follow juga akunku, agar kalian tidak ketinggalan update-an dari storiku yang lainnya.
Hai...
Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE.
Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB.
Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH AKU IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilanku?
Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan.
Walaupun karyaku tidak sebagus milik penulis lain, setidaknya ini adalah hasil karyaku sendiri. Dari hasil kerja keras memeras otak dan tenaga.. Dan aku berharap, kalian semua menyayangiku seperti aku menyayangi kalian semua.
Salam
Desi Nurfitriani