Bab 4

1040 Words
Pagi ini, Adnan telah bersiap untuk berangkat bekerja. Dengan langkah yang cukup bersemangat, pria berusia dua puluh tiga tahun itu mulai membawa sepeda motor matic kesayangannya menuju ke kantor. Begitupun dengan Adara, walaupun masih dirundung duka, ia harus segera berangkat ke kantor. Karena masih banyak pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan. Saat kaki Adara menginjak lobi kantor, di saat itu tatapannya bertemu dengan Adnan, yang sedang mengepel lobi. Suami yang telah ia usir itu, tersenyum lembut kepadanya. Membuat Adara sedikit salah tingkah. Ia segera mengalihkan pandangannya dari Adnan. "Dara!" Marcel yang baru datang, langsung meraih pergelangan tangan Adara dan menariknya. "Bisa ikut aku? Aku ingin berbicara satu hal dengan kamu." "Ayo!" Ucap Adara singkat. Marcel mengangguk dan mengikuti langkah Adara. Pria itu juga memberikan senyuman mengejek kepada Adnan, yang sedang berkutat dengan pekerjaannya. Alih-alih menjawab, Adnan malah mengabaikan keberadaan Marcel, dan melanjutkan pekerjaannya. "Ada apa, Mas?" tanya Adara saat ia dan Marcel telah sampai di dalam ruangannya. "Aku ingin menikahi kamu, Dara!" ucap Marcel, tanpa basa-basi. Adara mengukir senyum di bibirnya, "Aku bersedia untuk menikah dengan kamu, Mas, akan tetapi statusku masih istri sahnya Adnan. Aku tidak mungkin menikah dengan kamu, sebelum aku bercerai dengan suamiku." Ucap Adara lesu. "Suami? Kamu menyebut office boy itu suami, Dara? Apa kamu sudah gila? Menyebut pria itu suamimu?" Rahang Marcel mengeras mendengarkan penuturan dari Adara. "Aku juga tidak ingin mengakui bahwa dia adalah suamiku. Namun, kenyataan berkata lain. Office boy itu telah sah menyandang status sebagai suamiku. Baik dimata agama maupun hukum negara. Dan satu hal lagi, Mas. Sebelum ayah meninggal, seluruh harta kekayaan ayah, telah dilimpahkan kepada Adnan. Satu persen pun aku tidak memiliki hak disini." Jelas Adara. Marcel membesarkan matanya, "Kamu jangan bercanda, Dara?" "Aku tidak sedang bercanda, Mas. Aku serius." Jawab Adara mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam tas yang ia bawa. "Baca ini!" ucapnya lagi. Marcel menerima lembaran kertas fotocopyan tersebut. Kepalanya menggeleng dramatis, "Ini tidak mungkin?" "Apanya yang tidak mungkin, Mas?" "Kamu lihat? Kertas ini hanya fotocopy-annya saja. Surat ini pasti hanya rekayasa semata. Mana mungkin, kamu sebagai anak kandung Handoko, hanya menerima belanja bulanan dari Adnan? Yang benar saja Dara?" Marcel tertawa sumbang. "Aku sendiri juga berharap surat ini palsu. Tetapi kenyataannya, surat ini asli." "Baiklah, dimana surat aslinya?" tanya Marcel. Adara menaikkan kedua bahunya, "Aku tidak tahu." Dahi Marcel mengernyit dalam, "Tidak mungkin!" "Terserah kamu, Mas. Aku tidak peduli kamu percaya atau tidak. Namun, itulah kenyataannya. Lagian ya, Mas. Aku tidak peduli dengan harta ini. Walaupun aku bercerai dari Adnan, dan kehilangan ini semua, aku masih memiliki kamu. Aku yakin, kamu pasti akan memberikan yang terbaik untukku." "Haha, Dara …, Sayang, dengar! Kamu tahu bukan, perusahaan aku sudah bangkrut. Dan kamu juga tahu, aku butuh banyak uang untuk modal. Agar perusahaan aku bisa bangkit lagi, Dara!" "Aku tahu, Mas. Tetapi, tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang. Semua ini telah menjadi hak milik Adnan." "Aku tahu caranya, agar semua ini bisa kembali ke tangan kamu, Dara." 'Tepatnya, di tanganku.' "Bagaimana caranya?" "Kamu tenang saja! Kamu cukup doakan aku, semoga rencanaku berjalan dengan lancar. Saat aku membutuhkan kamu, kamu harus siap membantuku." Marcel melebarkan kedua tangannya dan memeluk Adara dengan sangat erat. "Kamu serahkan semuanya kepadaku," Adara mengangguk di dalam pelukan Marcel. "Aku serahkan semuanya kepadamu, Mas. Aku yakin, kamu tahu apa yang terbaik untuk kita berdua." Marcel menarik kedua sudut bibirnya. Seluruh rencana jahat telah tersusun rapi di dalam kepalanya. Rencana yang akan membuatnya menjadi direktur utama, sekaligus pemilik tunggal perusahaan tersebut. Sepulangnya dari kantor, Adnan langsung menuju ke gerai martabak miliknya. Setibanya disana, ia akan menggantikan posisi temannya untuk melayani pembeli. Sebagai pemilik gerai, ia tidak pernah menempatkan dirinya sebagai atasan. Akan tetapi masih sama seperti biasanya, teman sekaligus partner kerja untuk teman-temannya. Sedang asyik bekerja, Adnan melihat mobil Adara yang berhenti di depan gerai martabak miliknya. Pria itu segera bersembunyi dan meminta salah satu temannya untuk melayani pesanan istrinya sendiri. Sore itu, Adara memesan satu buah martabak manis dengan toping, coklat, keju, dan ditambah dengan beberapa potong pisang manis. Saat pesanan Adara selesai, seluruh teman Adnan sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Dengan berat hati, Adnan terpaksa mengantarkan pesanan istrinya sendiri. "Berapa?" tanya Adara, sambil mengeluarkan uang dari dalam dompetnya. "Tiga puluh lima ribu." Jawab Adnan menyodorkan pesanan Adara. Tangan Adara yang sedang bergerak mencari uang pas, terhenti. Ia langsung mengangkat wajahnya karena mendengar suara yang tidak asing di telinganya. "Adnan?" Mata Adara membesar. Adnan mengangguk, "Iya, Mbak. Ini pesanannya." Kembali mencoba untuk menyerahkannya pesanan Adara, yang telah terbungkus rapi di dalam paper bag berwarna coklat. "Kamu mengikuti, Saya?" Adara mengacungkan jari telunjuknya kepada Adnan. Adnan menggeleng, "Saya bekerja paruh waktu di sini, Mbak." Adara tersenyum sinis dan menyerahkan selembar uang seratus ribu kepada Adnan, dan meraih pesanannya. "Ambil kembaliannya." "Terimakasih." Jawab Adnan singkat. Adara segera melangkahkan kakinya menjauh dari gerai martabak tersebut. Bibir wanita itu maju beberapa sentimeter karena misuh-misuh tidak karuan. Ia sangat malu karena menuduh Adnan mengikuti kemana ia pergi. Tetapi kenyataannya, suaminya itu bekerja paruh waktu di sana. Itu terbukti dari seragam yang dipakai oleh Adnan. Yang bertuliskan 'Ad2' sesuai dengan merek gerai tersebut. Beberapa minggu setelah pertemuannya dengan Adnan, di gerai sore itu. Yang merupakan pertemuan terakhirnya dengan Adnan. Karena dua hari setelah pertemuan itu, Adnan dipecat secara tidak hormat dari perusahaan. Pria itu mengetahui siapa yang membuat ia dipecat dari perusahaan. Akan tetapi ia tidak ingin mencoba untuk melawan. Karena ia ingin mengikuti permainan yang sedang dimainkan oleh Marcel, tanpa sepengetahuan Adara istrinya. Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH AKU IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilanku? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan. Walaupun karyaku tidak sebagus milik penulis lain, setidaknya ini adalah hasil karyaku sendiri. Dari hasil kerja keras memeras otak dan tenaga.. Dan aku berharap, kalian semua menyayangiku seperti aku menyayangi kalian semua. Salam Desi Nurfitriani
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD