Bab 3

1523 Words
Untuk menghormati Almarhumah sang ibu mertua, Adnan tetap menghadiri pemakaman, Rahayu. Walaupun dari jarak yang cukup jauh. Setelah semua orang pergi meninggalkan area pemakaman, barulah Adnan keluar dari persembunyiannya. Dibawah langit yang mulai berubah warna menjadi jingga, Adnan bersimpuh di samping gundukan tanah ibu mertuanya. Tangannya menengadah mengirimkan doa untuk wanita paruh baya, yang beberapa bulan ini menjadi ibu mertuanya. Pria berumur dua puluh tiga tahun itu, menatap sendu batu nisan yang tertancap di ujung gundukan tanah yang ada di hadapannya. "Bu …, maafkan Adnan yang tidak mampu menjaga ibu. Adnan yakin, ibu tidak akan pernah melakukan hal yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Percayalah, Bu. Adnan akan membongkar ini semua. Adnan juga berjanji, akan menjaga Adara untuk ibu dan ayah." Adnan mengusap matanya yang telah mengabur karena air mata yang turun. Perlahan, ia bangkit dan meninggalkan pemakaman tersebut. Tempat pertama yang dituju oleh Adnan adalah, kontrakan lamanya. Sebuah rumah yang sangat sederhana. Tidak ada yang istimewa dari rumah tersebut. Rumah yang hanya memiliki satu buah kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, dan ruang tamu, yang hanya muat untuk duduk lima orang saja. Adnan mengangkat sudut bibirnya, melihat rumah kontrakan kecil yang beberapa bulan ini ia tinggalkan. Ia beruntung rumah kecil tersebut belum ada yang menempati. Sehingga ia bisa kembali tinggal di sana. Sebelum mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, Adnan membersihkan terlebih dahulu rumah kontrakannya yang sedikit berantakan. Tok tok tok. Suara ketukan pintu, menghentikan aktivitas Adnan. Ia segera kedepan untuk melihat siapa tamu yang datang menemuinya. Pria itu cukup heran. Karena ia baru saja pindah kesana dan langsung ada tamu yang menemuinya. "Eh, Sa?" sapa Adnan. Kepada gadis yang berada di depan pintu rumahnya. "Hai, Nan." Gadis yang bernama lengkap Melisa itu, melambaikan tangannya. Ia juga menarik kedua sudut bibirnya untuk menciptakan sebuah senyuman yang sangat manis. "Kamu kok tahu aku berada disini?" tanya Adnan gugup. Tidak bisa dipungkiri, rasa cinta yang ada ada di dalam hatinya, masih tersisa untuk Melisa, sahabat dekatnya dari kecil. Sebenarnya, Adnan sudah lama menyimpan rasa cinta kepada Melisa. Akan tetapi, ada saja penghalang yang datang untuk menggagalkannya. Terakhir, saat Adnan ingin mengatakan isi hatinya, ia harus menikahi Adara, istrinya. Sehingga untuk kali ini, ia harus benar-benar mengubur rasa cinta yang ada. Walaupun Adara tidak pernah menganggap sama sekali keberadaannya. "Ya, tahulah, Nan. Setiap hari aku sengaja melewati rumah kontrakan ini. Berharap kamu kembali kesini. Karena kamu tidak pernah mau memberitahukan kepadaku dimana tempat tinggal kamu yang baru. Makanya, aku minta kepada pemilik kontrakan ini untuk mengosongkan rumah ini untuk kamu," jawab Melisa santai. Ia masuk dan memeriksa ke sekeliling rumah kontrakan tersebut. "Rumah kamu kosong begini. Kamu mau tidur dimana, Nan?" tanya Melisa, yang baru saja keluar dari kamar. "Ya …, tidur disini, Sa. Tadi sebelum kesini aku sempat membeli tikar itu di kios depan." Menunjuk sebuah tikar kecil bergambar, yang tergulung di sudut ruangan. "Badan kamu pasti sakit-sakit semua, Nan. Kalau kamu tidur hanya beralaskan tikar tipis seperti itu," gerutu Melisa. "Kamu tunggu disini, ya. Aku keluar sebentar." Mengusap bahu Adnan, dan pergi meninggalkan pria tersebut. Adnan memandangi punggung Melisa yang keluar dari rumah. Setelah Melisa menghilang, ia kembali menutup pintu dan melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai, Adnan menggelar tikar bergambar yang tadi ia beli di lantai. Dengan beralaskan tas ransel yang ia bawa, pria itu mulai mengistirahatkan sejenak tumbuhnya. Beberapa jam tertidur, Adnan merasakan lapar. Ia langsung bangkit dan menuju ke belakang untuk membasuh wajahnya. Tujuannya kali ini, penjual nasi goreng yang ada ada di pengkolan jalan. Sebelum ia pergi menuju ke gerai martabak miliknya. Mata Adnan membesar saat melihat Melisa datang. Di belakang mobil yang dikendarai oleh gadis itu, ada sebuah mobil pickup yang membawa beberapa barang rumah tangga seperti, kasur, kulkas, dan peralatan memasak. "Kamu ingin pergi kemana, Nan?" tanya Melisa, sambil menyerahkan sebuah paper bag kepada Adnan. "Langsung bawa masuk ke dalam ya, Pak." Melisa mengarahkan tiga orang pria yang datang bersamaan dengannya tadi. Untuk membawa barang-barang yang ada di dalam mobil pickup tersebut. "Apa ini, Sa?" tanya Adnan. "Ooo, ini. Aku membelikan beberapa hadiah untukmu, Nan." Jawab Melisa singkat. "Nan, kamu tahu? Ini semua bukan apa-apa bagiku. Dibandingkan rasa cintaku kepadamu. Asal kamu tahu, Nan …." Melisa menatap dalam ke dalam manik hitam Adnan, "Aku mencintaimu, Nan. Izinkanlah aku untuk menjadi satu-satunya wanita yang ada di dalam hati kamu. Kita telah sama-sama dewasa. Jadi …, sudah sepantasnya kita menikah, Nan." Adnan menggeleng, "Tidak, Sa. Maaf aku tidak bisa." "Kenapa tidak bisa, Nan? Teman-teman kamu bilang, kamu mencintaiku sejak lama. Akupun begitu, Nan" Melisa mencoba menahan buliran bening, yang mulai menggenang di pelupuk matanya. "Aku sudah memiliki istri, Sa. Aku tidak mungkin menghianati pernikahanku dengannya." "Bohong kamu. Mana mungkin kamu sudah menikah? Kamu becandain aku kan?" "Tidak, Sa. Aku serius dengan perkataanku." "Mana mungkin kamu sudah menikah, Nan? Kalau memang benar sudah menikah, dimana istri kamu itu? Kenapa dia tidak berada disini?" sergah Melisa. Air mata yang ditahan oleh gadis itu pun langsung turun membasahi pipinya. "Dia memang tidak berada disini, Sa. Tapi dia akan selalu ada di dalam hatiku. Anggap saja istriku sedang memantapkan hatinya, sebelum ia tinggal bersamaku. Namun, walaupun dia tidak berada di sisiku, bahkan tidak mencintaiku, aku akan tetap menjaga keutuhan rumah tangga kami berdua." "Kamu bohong, kan, Nan?" potong Melisa. "Tidak, Sa. Aku tidak sedang berbohong kepadamu. Itulah sebabnya aku menghindarimu. Aku juga sudah mengubur seluruh rasa cintaku kepadamu. Maafkan aku." "Kamu jahat, Nan. Seharusnya kamu mengubur rasa cintamu kepada istrimu itu. Karena sudah sangatlah jelas, dia tidak mencintaimu." Bibir gadis itu bergetar hebat, Adnan menggeleng, "Ada rasa cinta yang telah mulai tumbuh didalam hatiku untuknya. Selain itu, aku juga memiliki amanat yang harus aku bawa sampai mati. Sehingga aku tidak akan pernah meninggalkannya. Aku …," "Aku bersedia untuk menjadi istrimu yang kedua, Nan. Istri yang mencintaimu dengan tulus, Nan …!" "Maafkan aku, Sa. Aku tidak bisa. Pergilah …!" Adnan menyerahkan kembali paper bag, yang tadi di serahkan oleh Melisa kepadanya. Ia langsung meninggalkan gadis itu yang masih berdiri tegak seperti patung. "Aku bersumpah, Nan! Aku akan merebut kamu kembali." Melisa terisak. Ia segera masuk ke dalam mobilnya dan memajukan mobil tersebut dengan kecepatan yang sangat tinggi. "Pak …, bawa kembali barang-barang ini ke toko, ya." Adnan menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribu kepada ketiga orang pria tadi. "Tapi, Pak?" "Bawa kembali ya, Pak. Saya tidak bisa menerima ini semua." Adnan menutup pintu rumah kontrakannya. Rasa laparnya mendadak hilang karena kehadiran Melisa, sahabat, sekaligus gadis yang pernah ia cintai. Adnan menghela nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Ia kembali berbaring dan segera mengirimkan kabar kepada semua teman-temannya, untuk memberitahukan bahwa ia tidak datang ke gerai malam ini. Di tempat lain, Adara sedang berdiri di balkon yang ada di lantai dua. Tempat biasa melihat kedua orang tuanya yang sedang berolahraga setiap hari minggu. "Sayang …," Marcel yang baru datang langsung memeluk tubuh ramping Adara. "Hai, kapan kamu datang, Sayang?" Adara memutar tubuhnya dan membalas pelukan Marcel. "Kamu jangan bersedih, ya …, aku akan selalu ada disampingmu." "Terimakasih, ya, Sayang." Marcel menghirup dalam-dalam aroma yang berasal dari rambut Adara, "Jangan berterimakasih padaku, Sayang. Aku melakukannya karena aku mencintaimu." Menangkup kedua pipi Adara. Lalu memagut dan menghisap bibir gadis yang telah bertahun-tahun menjadi kekasihnya. Mata Adara terpejam. Ia mulai pasrah kepada permainan Marcel. Bahkan gadis itu juga pasrah saat kekasihnya itu mengangkat tubuhnya ke atas tempat tidur. Disana, Marcel mulai melucuti seluruh pakaian Adara. Dengan cepat, Marcel juga membuat tubuhnya sendiri polos tanpa sehelai benangpun. Adara langsung mendorong tubuh Marcel, saat pria itu mulai menindih tubuh Adara. Bayangan Adnan yang melintasi pikirannya membuat Adara ketakutan. Sehingga ia tidak sadar telah mendorong kuat tubuh polos Marcel, hingga pria itu jatuh ke lantai. "Adara! Apa-apaan kamu, huh!" Marcel langsung menyambar pakaiannya yang teronggok cantik di atas lantai. "Maafkan, aku …, Pergilah! Aku ingin sendiri." Adara langsung meraih selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Marcel mendecih kesal karena niatnya gagal untuk meniduri Adara. Dengan cepat, ia kembali mengenakan pakaiannya. "Ingat, Dara! Aku akan membuat perhitungan, jika kamu berani mencintai office boy itu." Braak! Marcel membanting pintu kamar Adara, saat ia keluar dari kamar Adara. Gadis itu pun menangis terisak melihat Marcel yang pergi dalam keadaan marah besar. Ia tidak memahami, kenapa belakangan ini kekasihnya itu selalu berusaha untuk menidurinya. Namun, Adara juga bersyukur. Walaupun Adnan tidak ada di sampingnya, akan tetapi suaminya itu tetap melindunginya dari perbuatan b***t Marcel. Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH AKU IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilanku? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan. Walaupun karyaku tidak sebagus milik penulis lain, setidaknya ini adalah hasil karyaku sendiri. Dari hasil kerja keras memeras otak dan tenaga.. Dan aku berharap, kalian semua menyayangiku seperti aku menyayangi kalian semua. Salam Desi Nurfitriani
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD