1. Oma Diandra?

1090 Words
Seperti wanita yang sudah menikah pada umumnya, setiap pagi Sandra memasak makanan walau sudah ada Tari, asisten rumah tangganya. Setelah masakan sudah beres, yang dilakukan Sandra selanjutnya adalah membangunkan Nadia, putrinya karena sekarang, gadis kecil itu mulai masuk sekolah dasar. Sandra menggoncangkan tubuh putrinya yang berbalut selimut tebal. Nadia mengolet merasakan goncangan pada tubuh mungilnya. "Nadia sayang, ayo bangun," ucap Sandra sambil menepuk lengan kecil putrinya. "Eunghh.. lima menit lagi Mah." Sandra berdecih melihat putrinya yang masih terpejam. Dia kemudian mengangkat tubuh Nadia dan menurunkan di bath up kamar mandi. Nadia jika sudah tertidur, susah sekali untuk bangun. Walau sudah diangkat di bath up pun, Nadia juga masih terpejam. Akhirnya, Sandra memercikan air ke wajah putrinya. "Bangun, ayo bangun, nanti kamu terlambat ke sekolah." Sandra terus memercikan air untuk membuat putrinya bangun. Nadia yang merasakan basah diwajahnya menjadi tak nyaman kemudian bangun. "Mamah! Kok Nadia disiram sih," gerutunya. Sandra terkikih melihat wajah cemberut putrinya. Kemudian merapikan rambut Nadia yang berantakan. "Makanya, Mamah suruh kamu bangun tapi kamu belum bangun juga." "Nadia masih ngantuk Mah..." dengusnya. "Ini sudah pukul enam, cepet mandi, nanti kamu terlambat ke sekolah!" perintah Sandra. Nadia meminyi - minyikan bibirnya menjawab Sandra, "Iya - iya." Kemudian Sandra keluar dari kamar mandi dan turun ke bawah. Dibawah suaminya, Bramantyo sedang menyesap kopi dan membaca koran. Sandra menghampiri suaminya dan duduk disampingnya. "Mas," sapanya. Bram yang semula membaca koran, menoleh kesamping ke arah istrinya. "Ada apa?" tanyanya lembut. "Minggu depan, Mas Bram sibuk?" tanya Sandra. "Aku belum mengecek jadwalku, coba nanti aku tanyakan Denada terlebih dahulu." "Baiklah," kata Sandra tersenyum. Bram melipat korannya dan menaruh dimeja. Kemudian, pria itu menghadap istrinya dan memegang tangannya lembut. "Ada apa?" tanyanya. Sandra menggelengkan kepala dan tersenyum, "Tidak papa, aku hanya bertanya saja." "Nadia sudah bangun?" "Sudah Mas." Dari jauh, bocah kecil menghentak kakinya kesal ke arah mereka. Dia memajukan bibirnya sebagai tanda dia tengah merajuk. Kemudian gadis kecil itu menggoyangkan paha Sandra untuk membuat wanita itu menoleh. "Mamah!" teriaknya. "Ada apa?" "Nanad nggak mau sekolah!" Bram yang mendengar mengerutkan keningnya, "Loh, anak Papah kenapa malas sekolah?" Nadia membuang nafasnya kasar. Dia menatap Bram kesal. "Seragam Nanad udah nggak cukup," kata Nadia dengan mata berkaca - kaca. Bram dan Sandra yang mendengarnya tertawa. Nadia yang mendengar kedua orang tuanya tertawa bertambah kesal. "Mamah, Papah, jangan ketawa!!" peringatnya. "Hahaha, maafin Mamah sayang. Sekarang coba bilang ke Mamah, kenapa bisa nggak muat? Minggu kemarin, kamu pakai masih longgar kok." Nadia memilin seragamnya, kemudian dia melihat kebawah seragamnya. "Nih liat, kancing seragamnya udah nggak sama lagi Mah," dengusnya. Sandra menahan ketawa melihat seragam milik putrinya. Kemudian dia berlutut menyamai tingginya dengan tinggi Nadia. Dia mengelus bahu Nadia sambil tertawa kecil. "Nadia sayang, ini bukan sudah tidak muat lagi," Sandra menjelaskan pelan - pelan dengan putrinya. "Terus?" tanya Nadia dengan polosnya. Sandra langsung membuka seluruh kancing seragam milik putrinya dan mengancingkan kembali seragamnya. "Kancing seragam Nadia tidak sesuai. Nih liat setelah Mamah perbaiki, seragam Nadia kembali seperti semula kan?" Nadia yang tadinya cemberut tersenyum lebar. Dan menjadi berbinar menatap Sandra. "Mamah hebat! Bisa jadi pesulap ya.." Sandra yang gemas mencubit pipi gembul anaknya. "Mamah bukan pesulap, emang kamu saja yang tidak teliti memakai seragam." "Yasudah, Nadia sekarang makan dulu. Setelah itu kita berangkat," kata Bram. Nadia mengangguk kemudian menarik tangan Sandra menuju meja makan. Wanita itu yang ditarik, hanya menurut kemauan putrinya. Setelah sampai dimeja makan, Nadia duduk ke kursinya. Sementara Sandra mengambilkan nasi dan juga lauk untuk putrinya. Bram menyusul bergabung dimeja makan. Sandra juga melayani suaminya mengambilkan makanan, baru setelah itu dia ikut makan dikursinya. "Papah, Nanad nggak suka sama ibu guru baru." "Ibu guru baru? Maksud kamu siapa?" tanya Bram. "Namanya Bu Sukma, dia suka cubit - cubit pipi Nadia, katanya gemes." Bram tersenyum mendengar curhatan putrinya, sebagai seorang ayah yang sibuk bekerja, hanya mendengarkan curhatan sepele putrinya sudah menggantikan peran sebagai ayah yang selalu sibuk. Makanya, Bram memanfaatkan untuk selalu mendengarkan putrinya bercerita, meski terkadang Bram tidak benar - benar paham. "Ibu Sukma guru disekolah Nadia?" kini giliran Sandra yang bertanya. "Iya Mah... kadang suka ngelihatin Nadia kalau lagi main masak - masakan pas istirahat." "Mungkin Nadia lucu, jadi ibu guru juga gemes sama kamu." "Tapi Nadia nggak suka Mah.. Nadia udah besar, umurnya tujuh lo." "Iya yang udah besar, sekarang kamu minum s**u setelah ini kita berangkat," kata Bram senyum. **** Setelah Nadia siap, dengan tas dan juga botol minuman yang dicangklongkan dilehernya. Sandra ikut mengantar suami dan anaknya hingga didepan pintu. "Nadia, kamu belajar yang bener ya.. nggak boleh nakal disekolah," kata Sandra. "Siap Mamah!" teriak Nadia menjadi girang. "Nadia salim dulu sama Mamah," kata Bram. Nadia mengangguk dan salim, mencium tangan Sandra. Sandra tersenyum dan tentu hantinya menghangat. "Mas, ini tasnya." Sandra menyerahkan tas kerja milik Bram, dan pria itu mengambil tasnya. "Aku berangkat dulu sama Nadia." Sandra mengangguk dan mencium tangan suaminya. Tak lupa, Bram mencium kening istrinya sebelum pergi. "Hati - hati!" "Bye bye Mamah," kata Nadia sambil melambaikan tangan kearah Sandra. Sandra ikut melambaikan tangan hingga keduanya menghilang bersama dengan mobil yang menjauh dari pekarangannya. Seperti biasanya, menunggu anak dan suaminya pulang. Sandra membersihkan mansion, terkadang menyiram tanaman dibelakang mansionnya. Semenjak mereka kembali bersama, Sandra meminta Bram mengganti bunga mawar nya menjadi bunga Lilly favoritnya. Untuk membuat istrinya senang, Bram mengikuti saja kemauan istrinya. Dia mengganti taman mansionnya dan memenuhi dengan bunga Lilly. Wanita itu berjongkok didekat taman, melihat tanamannya lebih dekat. "Sudah lama mereka tidak terawat," dengusnya. Kemudia Sandra berdiri dan mengambil penyemprot tanaman. Dia menyiram tanaman menyeluruh. Setelah itu, Sandra memupuk bunga - bunga Lilynya yang merasa perluh dipupuk. Setelah selesai kegiatan bercocok tanam, dia mencuci tangannya. Terdengar suara bell mansion, kemudian wanita itu membukanya. "Kak!" pekiknya. "Kristal?" tanyanya. Kristal memeluk Sandra erat. Sandra membalas pelukan wanita dihadapannya. Setelah itu, mereka duduk diruang tamu saling berhadapan. "Bukannya kamu berada di Pontianak?" "Iya, aku sama Yosua mungkin rencananya akan pindah ke Jakarta Kak." Sandra tersenyum senang melihatnya, "Dimana Yosua?" "Emm, Yosua sedang mengurus kepindahan kami nanti. Jadi, aku pamit lebih dahulu ke Jakarta, lagian aku juga kangen sama ponakan aku yang gembul itu," kata Kristal sambil terkikih. "Aku senang mendengarnya Kriss, gimana rencana pernikahan kalian?" Kristal mendengus mengerucukan bibir, "Entah, Yosua sedang sibuk - sibuknya saat ini. Dia selalu bilang akan segera menikah, tapi dia masih sibuk menangani pasiennya hingga tidak ada waktu." "Bukannya dia punya waktu mengurus kepindahan kalian tadi?" "Kakak tidak tau Yosua saja bagaimana, dia menyuruh kaki tangannya untuk mengurus kepindahan kami." "Oh begitu, bagaimana selama kamu di Jakarta tinggal dirumah Kakak aja. Lagian, Mas Bram mungkin tidak keberatan." "Tapi, aku sudah terlanjur membeli apartemen didekat sini." "Umm, jika begitu itu terserah kamu. Kakak mendukung bagaimana kamu kedepannya." "Kakak tidak ingin menemui Oma Diandra?" Wajah Sandra yang sedang tersenyum kemudian berubah menjadi datar. "Oma Diandra?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD