Cemburu

1292 Words
Waktu sudah sore dan beberapa menit lagi akan terdengar bel pulang. Pak Surya mengumumkan bahwa pada hari ini lembur dibatalkan. Para karyawan bersorak gembira dan mulai bersiap untuk pulang. Aku mendengar suara tawa Rihar dari line sebelah, kulirik kearah sana ternyata benar saja rihar sedang tertawa bercanda bersama Lisa di line 2. "Benar benar playboy" gerutuku. Apa dia lupa yang telah dilakukan padaku semalam?? Kenapa seharian ini dia tidak menggodaku? Biasanya di sela sela kesibukannya dia pasti tertangkap mata sedang melirikku atau main ke line ku, tapi sekarang malah main ke line lisa dan menggodanya. Bel pulang berbunyi. Aku dan mba Maya keluar melewati line 1. Dan kulihat Rihar sudah tidak ada. Aku berjalan menuju loker untuk mengganti sandal dan mengambil tasku yang disimpan disana, aku berharap bertemu rihar tapi nihil. Ketika keluar loker aku malah berpapasan dengan weni. "Lun jangan lupa besok ya jam 8. Rihar sama Dimas janjian dirumah gw, nanti dari rumah gw langsung berangkat buat jemput lo,ok?" "Ga tau deh gw males banget wen" "Ah lo gak asik banget deh lun, please lun.. gak enak sama dimas." "Lo bisa gak enakan sama dimas tapi lo seenaknya sama gw?" Jawabku sambil tersenyum sinis. Weni merangkulku sambil tertawa lepas.. "Hahaha ngga gitu lun, yaudah pokonya gitu ya. Besok jam 8 udah rapih nanti gw otewe ketempat lo" weni memaksa "Yauda deh ah" jawabku sambil berjalan meninggalkan weni. "Nahh gituuu dong cantikk" teriak weni. Aku tak menghiraukannya dan langsung menuju pintu gerbang. Kulihat banyak karyawan yang sedang menunggu angkutan umum, menunggu jemputan dan banyak pula yang sedang nongkrong atau duduk dimotor sambil mengobrol satu sama lain. "Lun, sendirian aja.. pulangnya kemana?" Teriak seorang lelaki diantara gerombolan itu yang tak ku kenal namanya tapi masih satu pabrik denganku, hanya beda bagian. Kita sering bertemu di kantin hanya sekedar say hy saja. Aku menjawabnya "ke jalan pemuda" "Mau dianter gak?" "Engga usah, makasih" sahutku sambil melihat kearahnya. "Yaudah hati hati ya" Aku hanya tersenyum dan ternyata diantara gerombolan itu ada Rihar yang sedang memperhatikanku. Aku melihat kearahnya lalu dia mengalihkan pandangannya. Sakit sekali rasanya, hatiku seperti dipermainkan. Setelah dia merasakan bibirku, kini dia seolah melupakanku. Ataukah tujuan dari awal menggodaku hanya untuk itu? Pantas saja jika ia diberi cap Playboy. Aku langsung naik angkot yang sudah ku stop. pikiranku kacau dan hatiku sakit sekali. Biasanya dia tak malu untuk menggodaku didepan umum, tapi dari tadi siang dia bersikap cuek padaku. Padahal tadi pagi kami masih baik baik saja. Apa mungkin karena weni? Karena dia ingin mendekati weni dan tau ternyata aku teman dekatnya lalu dia meninggalkanku? Kenapa aku bodoh sekali. Kenapa aku dengan mudahnya jatuh kepelukannya. Kenapa dia tidak pernah meminta nomor ponselku? Sudah pukul 8 malam bayangan Rihar masih saja memenuhi pikiranku. ~kriiiiing~ aku segera mengambil ponselku Weni: lun besok jadi kan?, Lo sharelok ya alamat rumahnya Aku: iyaaa. Weni: yaudah gw mau tidur dulu ya, gak sabaran nunggu besok. Byeee aluna. Weni mengakhiri panggilannya "Huhh tanpa di sharelok juga Rihar udah tau rumahku" Cepet banget sih udah pagi aja, pikirku. Setelah sholat subuh aku melanjutkan tidurku dan sekarang aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 08.24, rasanya malas untukku beranjak dari kasur. Ku buka ponselku sudah ada 3 pesan masuk dari weni 06.17 "luna siap siap lo" 07.03 "lun udah rapi belom.?" 07.30 "luna jangan bilang lo belum bangun atau gak jadi ikut. Rihar sama Dimas udah dirumah gue" Ahh sejujurnya aku malas bertemu rihar. Aku berniat untuk tidak merespon panggilannya dan tidak mengirim lokasiku padanya. Kupikir mana berani rihar kesini dan menjadi petunjuk jalan, pasti dia juga tidak mau kejadian malam itu diketahui orang lain. Yang tau cuma Reza, itupun beda shift. Baru ingin beranjak dari kasur tiba tiba suara motor berhenti didepan rumahku. "Assalamualaikum Lunaa.." aku teperanjat dari kasur dan segera mengintip dari balik jendela. Betapa terkejutnya yang ku lihat adalah weni dan rihar diatas motor CBR 250 hijau dan tak lama datang dengan motor yang sama hanya berbeda warna, kali ini warna hitam dan bisa kupastikan itu adalah Dimas. Aku yang masih mengenakan piyama tidur pendek segera merapihkan rambutku yang terurai dan acak acakan lalu berlari untuk menemuinya. Baru saja aku buka pintu rumah, weni langsung berteriak " Lunaaa lo belum rapih juga padahal udah gw wanti wanti lo dari malem" weni yang masih duduk diatas motor terlihat kesal. Aku membukakan pintu gerbangku "ayo masuk dulu kedalem" "Bener bener lo yaa" sahut weni. Aku mempersilahkan mereka masuk. Kulihat Rihar sangat sempurna mengenakan kacamata hitam, jaket hitam yang sedikit terbuka sehingga terlihat kaos berwarna putih, celana jeans biru serta sepatu kets hitam. Dimas juga tak kalah keren dengan gayanya yang funky, jaket jeans belel dan celana jeans sobek di lututnya serta sepatu kets putih. Dan weni tentu saja selalu tampil cetar dengan makeup nya yang selalu on tapi terlihat natural. "Ko lo sampe kesini wen? Maksudnya ko tau rumah gue!" Tanyaku penasaran sambil mengambil minuman dikulkas. "Nihh rihar yang tau, katanya pernah nganterin lo, kok lo gak pernah cerita sih lun?" (Aku gemetar mendengar pertanyaan weni. Apa jangan jangan rihar menceritakan semua? Tapi kayaknya gak mungkin. Jadi aku harus jawab apa?) Batinku berkecamuk lalu kujawab "Iya lupa wen, waktu itu kita jarang ketemu." aku melirik kearah rihar dan dia juga sedang melihat kearahku sambil tersenyum tipis. Aku tidak tau apa saja yang telah diceritakan ke weni. "Lun lo tinggal sendirian? Nyokap bokap kemana?" Tanya weni "Gw emang tinggal sendiri wen, sebenernya sama abang gue tapi dia kerja di luar kota jadi jarang pulang kesini, nyokap bokap udah ngga ada" Weni, Rihar dan Dimas terdiam mendengarkanku. Aku merasa Rihar terus memperhatikanku tapi aku berusaha tidak memandang kearahnya. "Selama sekolah tinggal sendiri?" kali ini rihar bertanya padaku "Ngga, aku ditemani sepupuku. Semenjak aku mulai bekerja dia jadi kembali tinggal dirumahnya" lalu aku izin untuk mandi sebentar. "Aku tinggal sebentar ya" "Iyaa cepetan lun" jawab weni. Aku mengenakan kaos putih pendek dan celana light jeans di padukan dengan jaket jeans dan sepatu kets putih. Biasanya aku selalu menguncir rambut panjangku tapi kali ini kubiarkan terurai. "Yuk berangkat" ucapku. Aku menaiki motor dimas, sepanjang jalan dimas selalu mengajakku mengobrol. Kulihat motor Rihar sudah berjalan di depanku, weni yang terus memeluk tubuh rihar mengingatkanku akan kejadian dimalam yang hujan itu. Ketika sampai di lampu merah motor kami beriringan. "Lun, pegangan dong kaya gue gini" seru weni sambil memperagakan tangannya memeluk rihar. Ku lihat ekspresi rihar yang datar. Kemudian dimas menarik tanganku melingkari pinggangnya. Seketika otakku bekerja, "sekalian aja aku pancing, kalau rihar cemburu berati ada kemungkinan dia suka sama aku. Lagipula pegal kalau naik motor ini dengan posisi badan tegak" gumamku. Aku memeluk dimas, dimas dan weni menyeringai tapi tidak dengan rihar, ia fokus melihat kearah lampu merah tanpa melirikku. Ketika telah sampai, kami harus berjalan keatas beberapa kilometer menuju ke curug. Kondisi jalannya terjal, berbatu dan licin. Dimas berjalan paling depan, aku dan weni ditengah kemudian rihar dibelakang. Pada saat menemukan jalan setapak, kami jalan berbaris dan weni berjalan didepanku. Tibatiba rihar menarik kerah jaketku, sontak saja aku kaget dan hampir terpleset dan ditahan olehnya. "Apaan si" mataku sedikit melotot dengan bibir yang mengerut. Rihar malah tersenyum "kamu jangan nakal" jawabnya sambil memegang tanganku. Weni yang fokus dengan jalan didepannya tidak menghiraukan kami dibelakang. "Kamuu yang nakal" suaraku berbisik kesal sambil melanjutkan langkahku "Kamu milikku" bisik rihar ditelingaku Aku merinding bukan karena setan tapi karena mendengar kata kata rihar. Aku menengok kebelakang dan menatap matanya. "Kamu cantik, sexy berpenampilan begini" bisik rihar sambil mengulas senyum dan mengedipkan satu matanya. Astaga aku merindukan gombalan ini, bisikku dalam hati sambil tak berhenti melanjutkan langkahku. "Kamu gak boleh pelukan dimotor, bolehnya cuma sama aku" bisiknya lagi. Aku terdiam. hatiku terasa berdesir dan pikiranku bertanya tanya, Sebenarnya apa yang diinginkan rihar? Kenapa dia berkata seperti itu tapi juga memilih weni untuk disampingnya? Apakah memang sikap playboy seperti itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD