Kiki dan Sifa sedang membuat s**u panas di pantry. Kiki banyak bertanya pada Sifa tentang Bos mereka, karena Sifa sudah cukup lama bekerja di Emperor Group.
“Jadi Bos sudah married?” tanya Kiki terkejut bukan main.
“Haa'ah, sudah mau masuk 8 bulan, bentar lagi anniversary 1st. Memangnya kenapa?”
“Bukan apa-apa, aku hanya ingin tahu saja tentang bos kita. Tidak sangka sudah berpunya, kirain belum. Masih muda banget soalnya.” Kiki memaksa senyum walau wajahnya sudah kecut masam.
Sifa tersenyum tipis. Dia sangat paham, Kiki pasti sudah ada hati pada bos pada pandangan pertama tadi. Bukan satu atau dua orang saja karyawan saja seperti itu. Sudah bejibun yang suka dan bejibun juga yang patah hati. Dia pertama kali bergabung di sini juga ada menaruh hati pada bosnya itu. Tapi apa daya, Sifa sangat sadar diri. Tidak mungkin dia menggapai, lagian ketika itu juga sudah tersebar luas kabar tentang asmara CEO mereka, meski masih berpacaran. Namun bagaimanapun, pacar bosnya adalah Meysha, model terkenal masa itu. Sifa tidak ingin menyiksa diri bak punguk merindukan bulan. Patah hati yang di sengaja.
Eh, tapi mengingat Meysha. Apa kabar ya? sejak pernikahan, tiada lagi kabar tentang istri bosnya itu. Entah kenapa Sifa tiba-tiba merasa rindu. Maklum, Meysha dulu memang ramah. Setiap Meysha ke kantor mengunjungi Fathan, tidak jarang gadis itu membawakan berbagai buah tangan untuk mereka.
“Kiki, aku sudah selesai. Duluan, ya.”
“Ah, iya-iya.” jawab Kiki sedikit gelagapan. Tadi dia melamun.
“Ok. Kamu jangan terlalu lama. Nanti Mike marah, tahu.” Sempat Sifa menepuk bahu Kiki sebelum beranjak pergi.
“Okey, tidak akan lama kok.” Lemah saja Kiki menjawab.
Sifa kembali ke ruangan. Tampak oleh Tania yang kala itu juga hendak ke pantry.
“Fa, Kiki mana?” tanyanya.
“Masih di dalam. Dia lagi patah hati.” Sifa tergelak dengan jawabannya.
“Ha, patah hati kenapa?” tanya Tania heran. Bukankah, Kiki hari ini sedang senang-senangnya?
“I don’t know. Kamu tanya saja sendiri.” Sifa mengangkat bahu. Dia langsung berlalu menuju ke mejanya.
Tania tidak mau asal menebak.
, dia segera pergi ke paintry. Patah hati kenapa kira-kira sahabatnya itu.
Sampai saja Tania di pantry. Tania memperhatikan Kiki yang kala itu mematung berdiri. s**u yang sudah di buat air panas belum teraduk.
“Ehem,”
“Eh kamu, Nia. Kaget aku.” Kiki tersadar dari lamunannya. s**u panas langsung di aduk. Tapi karena terburu-buru, air di gelas tumpah dan mengenai kulit tangannya.
“Aduh, aduh. Panasnya...”
”Kamu ini kan, makanya jangan ngelamun terus.” Marah Tania. Dia cepat mengambil air dingin dan merendam tangan Kiki dengan air dingin itu Kiki menurut saja, dia tahu jika Tania memang selalu peduli padanya.
“Nia,” ucap Kiki lirih.
“Apa? Sifa bilang kamu patah hati? seriuosly? Patah hati kenapa? bukannya kamu sudah melihat dengan jelas bos yang kamu damba-dambakan itu. Handsome kan. Sesuai ekspektasi kamu. Terus sekarang patah hati, kenapa?” tanya Tania beruntun.
“Iya, memang sesuai ekspektasi, bahkan lebih dari perkiraan. Tampan luar biasa, tidak ada cacat dan cela. Tapi kamu tahu tidak, bos kita sudah married.” kata Kiki hampir menangis menjelaskan.
Sudah married? Tania juga ikut terkejut , darahnya berdesir.Tania menelan ludahnya. Kesat.
“Kamu tahu dari mana kalau bos sudah married?” tanya Tania penasaran. Wajah Kiki di tatapnya lekat.
“Sifa tadi yang bilang. Aku mau menangis ini, hik hik. Baru aku mau senang, tapi sekarang sudah langsung patah hati. Haaah, kenapa malang sekali nasib aku Tania. Tidak mungkin aku menggaet bos sekarang kan? Tidak mungkin juga aku menjadi pelakor.” Kiki memanyunkan bibir. Hee.. tinggal khayal mau menjadi kekasih bos.
Tania tersenyum kelat. Diapun buntu sekarang.
***
“Ma, tungguin Esha.” Lirih Meysha. Dia berjalan ketakutan. Beberapa pasien gangguan mental juga terlihat di sana.
Ami tidak memperdulikan menantunya itu. Dia cepat saja berjalan duluan menuju ruang Karin.
“Hiks, hiks..” Meysha menangis. Dia merasa seolah orang-orang di sana sedang mengejek dan mentertawakan nya.
Tok, tok tok.
Ruangan Karin di ketuk oleh Ami. Karin yang sudah mengira jika itu adalah Mama Fathan langsung menyambut dengan hangat.
“Tante..” ucap Karin. Mereka berdua saling berpelukan.
“Tante rindu banget sama kamu Karin. Kenapa tidak mengabari Tante kalau kamu kembali. Kan Tante bisa jemput kamu ke bandara.”
“Haha.. Karin tidak mau merepotkan.”
“Mana ada merepotkan. Tante sudah anggap kamu sebagai keluarga.”
Karin tergelak, “So sorry lah Tante.” Pelukan di lepas, kemudian matanya melilau, “Meysha, mana Tante?” tanyanya.
Riak wajah Ami langsung berubah kesal, “Di belakang. Lamban banget dia jalan. Jadi males tante lihat dia.”
“Ya Allah.. tante meninggalkan Meysha?” berubah riak muka Karin. Dia juga langsung berlari mencari Meysha.
“Karin kamu mau kemana?” teriakkan Ami tidak di pedulikan Karin.
Benar-benar cemas, Karin mencari Meysha. Sampai-sampai dia menabrak seorang perawat karena saking tergesa-gesanya.
“Sorry.”
“Tida apa-apa, dok. Tapi, dokter Karin kenapa buru-buru?”
“Saya tidak ada waktu. Sekali lagi sorry nurse.” Karin kembali bergegas berlari.
Tidak jauh dari situ Karin melihat 2 orang perawat yang berusaha membujuk Meysha. Tampak Meysha sangat ketakutan di sana. Karin langsung menghela napas lega. Syukurlah. Karin langsung membawa langkah mendekati Meysha dan perawat itu.
“Nurse biar saya yang bujuk. Ini pasien saya.”
“Ah, baik dokter Karin.” perawat tersebut langsung berlalu pergi.
Karin tersenyum lembut. Sangat lega. Tadi rasa mau gugur jantungnya. Jika sampai terjadi apa-apa pada Meysha. Tidak terbayang olehnya, bagaimana Fathan akan sangat kecewa padanya.
“Esha.. ini saya dokter Karin. Mari ikut saya. Humm?” bujuknya. Karin mendekati Meysha setelah terlihat anggukan kecil dari wajah ketakutan gadis malang itu.
***
Karin keluar dari ruang perawatan. Di ruangannya terlihat Ami yang duduk dengan menyilang tangan di d**a. Keluhan panjang keluar dari mulut Karin. Sungguh dia tidak menyangka dengan apa yang di lakukan Ami. Setahunya, dulu Ami sangat menyayangi Meysha. Tetapi, sekarang Ami terlihat sangat membenci gadis itu.
“Tante,” Karin duduk di kursinya.
“Kamu lihat kan Karin. Meysha itu sekarang sudah seperti orang gila. Dia tidak normal lagi. Tante tidak habis pikir kenapa Fathan masih saja mempertahankan dia.” gerutu Ami.
Karin geleng kepala. Masih tidak habis pikir.
***
“Sayang,” Fathan membujuk Meysha. Sudah berbusa mulutnya membujuk istrinya itu. Tetapi langsung tiada tanggapan. Meysha menjadi sangat pendiam, di tambah pandangan Meysha yang sekarang terlihat kosong.
“Sayang, lihat Abang. Kenapa tiba-tiba seperti ini?” rambutnya di raup ke belakang. Tiba-tiba suara adzan isya berkumandang.
“Sayang, sudah adzan. Ayo kita shalat. Cerita sama Allah, jika sayang tidak mau cerita sama abang.”
Perlahan Meysha menatap Fathan. Tidak ada ekspresi. Kemudian di berbaring dengan membelakangi Fathan.
Ya Allah.. Keluhan panjang keluar dari mulut Fathan. Dia sudah kehabisan cara. Tidak tahu apa lagi yang mau dia buat. Fathan keluar dari kamar meninggalkan istrinya seorang diri. Hatinya terasa sangat perih.
Sebelum menutup pintu, Fathan memandangi sosok tubuh Meysha.
“Apa yang terjadi hari ini? tadi pagi sayang masih ceria.” Gumamnya.
Fathan menutup pintu. Ponsel di keluarkan dari sakunya. Dia harus menanyai Karin.
Karin baru keluar dari klinik. Dia sudah mau pulang. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Senyum mengembang saat melihat nama yang tertera di screen ponselnya. Fathan.
“Halo, Assalamu’alaikum.” Jawabnya.
“Wa’alaikumus salaam. Karin, ada sesuatu yang mau aku tanyakan. Kenapa dengan pengobatan Esha tadi? dia sekarang terlihat agak lain. Dia menjadi sangat pendiam. Aku cemas Karin.” Ucap Fathan sangat khawatir.
Karin tersenyum kelat. Baru dia sadar, mana mungkin Fathan menghubunginya karena hal lain.
“Tidak perlu risau. Meysha hanya sedikit lelah. Tidak ada hal yang buruk. Oh iya, dokter psikiater sudah meresepkan obat baru. Dia harus meminum obat itu dengan teratur. Teleponnya aku tutup ya, Fathan. Aku sibuk ini. Assalamu’alaikum.” Telepon langsung di tutup. Bahkan sebelum Fathan menjawab salamnya. Karin meringis sakit hati, dia langsung memasuki mobilnya.
“Halo, Halo Karin. Aku belum selesai.. Haish..” getus Fathan. Serabut kepalanya. Sudahlah istrinya terlihat lain, Karin juga tidak memberikan jawaban yang membuatnya puas.
Sekali lagi Fathan meraup wajahnya hingga ke belakang rambutnya. Berkali-kali dia ber-istighfar untuk menenangkan hatinya yang serabut ini. Arrghhh…!! Tiba-tiba Fathan menjerit. Sungguh risau hatinya.
“Okey, lebih baik aku shalat dulu.” Gumam Fathan. Dia perlu mengadu pada sang pencipta.